Badan Sejarah dan Upaya Menolak Kutukan Santayana

Oleh Eri Irawan, Kader PDI Perjuangan Kota Surabaya
Sabtu, 27 Juli 2024 11:24 WIB Jurnalis - Haerandi

Jakarta, Gesuri.id - Bung Karno mengatakan: Jasmerah. Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Masalahnya, sejarah seringkali ditentukan penguasa. Dan tafsir penguasa seringkali menjadi tafsir tunggal dan menampik keberagaman versi yang pada akhirnya tidak hanya mengaburkan masa lalu, tapi juga berpotensi membunuh masa depan.

Kita tahu bagaimana Bung Karno tidak hanya dihabisi citranya, tapi juga sejarah baiknya untuk negeri ini, oleh Orde Baru. Marhaenisme sebagai gagasan besar kebangsaan tidak diperkenalkan selayaknya di sekolah-sekolah, dan malah dianggap seolah-olah gagasan berbahaya. Jejak Bung Karno dalam memunculkan Pancasila dengan tafsir yang memerdekakan diberangus oleh Orde Baru.

Mungkin karena itulah pembentukan Badan Sejarah Indonesia dalam struktur Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan menjadi sangat relevan. Ini adalah upaya untuk melawan lupa, sebagaimana dirisalahkan Franz Kafka. Mengingkari sejarah membuat sebuah bangsa sering jatuh pada kesalahan demi kesalahan, demikian cuitan akun resmi DPP PDI Perjuangan di X.

Penunjukan Bonnie Triyana sebagai Ketua Badan Sejarah Indonesia DPP PDI Perjuangan sudah sangat tepat. Dia sosok yang memahami bagaimana sejarah diperlakukan. Bonnie memiliki rekam jejak kuat, bukan hanya dalam latar belakang pendidikan maupun penulisan sejarah, namun juga advokasi terhadap peninggalan sejarah.

Bonnie pernah mengadvokasi pemulihan bekas sekolah Sarekat Islam di Semarang yang telah rusak. Dia juga membantu Pemerintah Kabupaten Lebak di Banten mengubah gedung bekas kantor wedana yang dibangun pada 1923 menjadi Museum Multatuli di Rangkasbitung.

Baca juga :