Setidaknya, Gubernur Zaman Now menjadi identitas harapan sebagian besar masyarakat. Dipopulerkan oleh kaum milineal yang mewakilkan kalangan yang punya harapan hidup lebih panjang untuk menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya melepaskan diri atas jeratan belenggu hantu kemiskinan.
Kemiskinan sendiri bukanlah barang baru. Sudah melekat erat sejak zaman nabi-nabi, atau malah ketika peradaban menghampiri. Isunya menjadi perhatian serius yang tertulis secara eksplisit dalam kitab-kitab suci berbagai agama. Hingga sekarang isu kemiskinan menjadi diskusrus panjang. Termaktub dalam terori-terori ekonomi, dipopulerkan sekaligus diimplemintasikan dalam jalur politik.
(Baca juga:Gubernur Zaman Now Harus Bisa Bangkitkan Ekonomi Kerakyatan)
Ada berbagai cara dalam membuat tolak ukur kemiskinan. Misalnya dengan menentukan garis kemiskinan (GK). Tentu tidak bijak pula kalau ditentukan berdasarkan jumlah pendapatan dikurangi banderol angka pengeluaran. Sebab, negeri ini begitu luas dengan berbagai karakteristik wilayah dan budaya yang amat beragam.
Karenanya, Indonesia tak langsung mengikuti pesan PBB yang menetapkan standar GK berdasarkan nilai dollar berdaya beli sama antarnegara (dollar purchasing power parity US$ PPP) dengan angka pendapatan sebesa US$ 1,9 atau berkisar Rp25.000. Pemerintah lebih memilih hasil penelitian anak bangsa; Prof. Sayogiyo yang dipresentasikan pada Widya Karya Pangan tahun 1978 di Bogor. Yakni, penetapan GK berdasarkan kecukupan asupan kalori, yaitu 2.100 kilo kalori per orang per hari dari kelompok makanan, dan secara proporsional dari konsumsi non-makanan.