Jakarta, Gesuri.id - Pecah kongsi, idiom dengan adanya peristiwa yang umumnya didahului adanya kesepakatan antara dua belah pihak atau lebih pada sebuah bisnis (saham dan profit), sedangkan dalam istilah politik adalah koalisi partai, atau gabungan dua kata yang memiliki makna berkerjasama untuk peta kekuatan politik, kemudian diantara kedua pihak yang berkoalisi ternyata ada yang dianggap melakukan penyimpangan dari konsensus koalisi politik. Kemudian pemutusan hubungan koalisi ini boleh di sebut sebagai pecah kongsi dalam politik.
Namun antara PDI Perjuangan dan Jokowi secara historis hukum tidak demikian, yang sebenar-benarnya Megawati Soekarnoputri tokoh politisi perempuan yang handal dan seluruh senioren partai PDI Perjuangan suka tidak suka pastinya terbebani rasa malu karena ditipu, dikhianati dan mutatis mutandis menjadi korban secara moralitas, karena tenyata Jokowi yang mereka banggakan sebelumnya, ternyata mendapat tuduhan publik secara verbal, bahkan melalui proses litigasi di badan peradilan (gugatan), yang diakibatkan selain dan selebihnya dalam merespon suara kebebasan publik, Jokowi tidak menggunakan asas keterbukaan informasi publik atau asas transparansi serta akuntability sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi dalam mengklarifikasi tuduhan publik bahwa dirinya menggunakan ijasah palsu dari fakultas Universitas Gajah Mada, termasuk tuduhan biografi (asal usul keturunan) malah justru menggunakan politik kekuasaan melalui rekayasa hukum kriminalisasi lalu penjarakan orang !
Awalnya Jokowi seorang sosok tak penting (pengusaha kursi kayu) berhasrat untuk memimpin Kota Surakarta/ Walikota Solo, maka oleh sebab egonya pada tahun 2004 ia mengajukan diri menjadi kader PDI Perjuangan. maka Jokowi diperintahkan untuk mendaftar sebagai anggota di PDI Perjuangan sebuah partai yang sudah besar sebelum Jokowi terdaftar menjadi kader, ini historis politik hukum (melalui fakta dan data empirik) membuktikan bahkan Ketum PDI Perjuangan.
Megawati pernah menjadi Presiden RI ke-5 pada 23 Mai (2002-2004) secara konstitusional yang berawal dari perolehan suara terbanyak dan kursi terbesar kala tahun 1999 dan ternyata demokrasi dikhianati oleh para Ketua Umum partai yang kalah suara partainya, serta diikuti inkonsistensi dari para tokoh nasional bangsa ini, dengan menggunakan isu gender sehingga Gus Dur (1999) menjadi Presiden sampai Tahun 2002, namun isu gender ini terbukti ambigu karena pemberhentian Gus Dur lalu mengangkat dan melantik Megawati? Kemudian sekilas refleksi sejarah mencatat SBY seorang menteri eks pembantu Megawati yanah diberi kesempatan dalam kabinet, lalu mencuri simpati publik akhirnya berhasil menjadi Presiden RI ke- 6 pada 2004- 2009 2009-2014.
Singkat cerita, tentu saja secara logika awalnya kenapa Jokowi ingin menjadi keder partai PDI Perjuangan, karena Jokowi menyaksikan suara PDI Perjuangan booming sejak tahun 1999 yang dominan di tanah air di setiap provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh tanah air, dan dominan suara konstituen diantara koalisi partai pendukung dirinya (PKB). Lalu terbukti PDI Perjuangan atas dukungannya yang dominan Jokowi menang pilkada untuk Walikota Solo periode 2005-2010 dan 2010-2015.