Jakarta, Gesuri.id - Manusia pada dasarnya ada sehakekat dengan Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam karya penciptaan itu, manusia mendapat karunia panca indra sebagai sistem fisiologi dalam tubuh manusia untuk mengenali, merasakan, dan merespons terhadap berbagai stimulus kehidupan. Stimulus ini disalurkan sebagai informasi berdasarkan rekaman big data yang terdapat di dalam sistem otak sehingga kemudian muncul persepsi dan respons atas stimulus yang diberikan.
Selain panca indra yang terhubung dengan alam pikir, di dalam diri manusia juga ada indra yang lain, yang digerakkan oleh rasa. Dari proses ini muncullah suara hati nurani sebagai indra yang menjadi instrumen tentang baik dan buruk. Dalam alam rasa ini, manusia melihat ke dalam, mengedepankan pertimbangan nurani, dan membandingkannya dengan alam pikir yang ada di otak, hingga berperilaku untuk menebar kebaikan.
Baca:Sekjen Hasto: Kekuatan Anak Muda Adalah Ide dan Gagasan
Moralitas perilaku ini mengajarkan pentingnya satunya kata dan perbuatan; artinya apa yang bergulat dalam alam pikir, harus memiliki kesesuaian dengan alam rasa. Dengan moralitas perilaku seperti ini dipastikan akan terlahir kebiasaan dan kultur positif, yang diawali dari pemikiran positif, dan tindakan positif, hingga pada akhirnya output society juga penuh dengan energi positif.
Moralitas perilaku sebagaimana digambarkan di atas, akan mendorong lahirnya pemimpin yang berkarakter; pemimpin yang bisa olah rasa. Ketika ide, gagasan, cita-cita, dan perjuangan yang dilakukan pemimpin tersebut benar-benar bertujuan bagi kepentingan rakyat, bangsa, dan negara, maka pemimpin yang berkarakter tadi akan bertransformasi menjadi pemimpin negarawan.