Jakarta, Gesuri.id - Dalam suasana politik liberal saat ini, berdirinya banyak partai tidak didasari pada pertimbangan ideologis, apalagi penguatan infrastruktur Partai. Bahkan ada partai baru yang ingin cepat besar tanpa melalui proses yang matang. Hal inilah yang berlaku pada PSI (Partai Solidaritas Indonesia); sebuah Partai yang didirikan, namanya meniru PSI (Partai Sosialis Indonesia) ala Sjahririan tapi tidak didasari pada ideologi sosialis Sjahrir. PSI lebih menampilkan kemampuan bermanuver ala Partai pragmatis yang mendasarkan pada entertainment gerakan muda yang tiba-tiba masuk politik dan dengan kekuatan yang baru itu mencoba menjadi king maker atas percaturan politik negeri ini. Cara yang paling mudah bagi PSI adalah mengganggu PDI Perjuangan, mencoba membaca kelemahan PDI Perjuangan, tapi kerap kali salah langkah dan salah kira. Dengan mengganggu PDI Perjuagan, PSI mengira bisa menjadi king maker alternatif dari kekuatan nasionalis.
Percobaan pertama ingin menjadi King Maker adalah saat peristiwa Ahok. Saat itu PSI mengipas-ngipasi Ahok untuk bergerak tanpa dukungan Partai. Ahok dibiarkan sendiri dengan dibantu kelompok relawan. Saat itu ditubuh PSI selalu menghidupkan api kebencian pada Megawati, ini bisa terbaca dari catatan twitter Tsamara Amany yang kemudian hari hal itu disesali oleh Tsamara setelah keluar dari PSI.
Tapi akhirnya Ahok cepat sadar, tidak mudah terjebak pada bujuk rayu PSI yang mendorong jalan independen. Pro kontra pun terjadi dan ketika Ahok bergabung ke PDI Perjuangan sangat terlambat akibat api yang dikipas oleh kader-kader PSI. Andai saja sejak awal Ahok mau masuk PDI Perjuangan tentunya SBY, JK dan kelompok-kelompok radikal berhitung kalkulasinya dalam mempermainkan emosi agama dalam menghadapi Ahok.
Kasus kedua, ketika PSI menggunting dalam lipatan terhadap koalisi besar pendukung Jokowi dalam Pilpres 2019. Sebagai Partai Baru Ketum PSI saat itu Grace Natalie berpidato lantang di KPU (19 Feb 2019) melawan partai-partai mapan. Serangan Grace begitu mudah dipatahkan oleh Osman Sapta Odang dengan mengatakan Jangan ajari itik berenang. Setelah itu dalam setiap kesempatan PSI selalu menjadi duri dalam daging dalam koalisi Jokowi. Kadang PSI menyerang Golkar atas kasus korupsi, dan pada giliran lai, mereka melakukan serangan membabi buta ke Megawati dan PDI Perjuangan. Disitu PDI Perjuangan tetap bersikap bijak tanpa melakukan serangan balik karena menjaga soliditas pendukung Jokowi. Namun ketika dalam kampange terakhir di GBK, PSI menyalib ditikungan dengan memenuhi setiap penggir jalan di kompleks GBK dengan pajangan Baliho Grace dan PSI semua Partai yang bekerja keras untuk kemenangan Jokowi pun meradang melihat permainan menyalip di tikungan ala PSI. Terkuaklah dari mana PSI mendapat sponsor konglomerat yang konon jumlahnya di atas Rp. 2 Trilyun. Dana kampanye super jumbo ini tidak pernah diungkap oleh Ade Armando.