Memperkuat Tradisi Berpikir Dialektis, Kritis dan Membumi 

Oleh: Hasto Kristiyanto, Sekertaris Jendral PDI Perjuangan
Rabu, 19 Juni 2024 08:33 WIB Jurnalis - Haerandi

Rekan-rekan Seperjuangan,
Merdeka!!!


Jakarta, Gesuri.id - Selasa, 18 Juni 2024 di Harian Kompas, Prof. Sulistyowati Irianto, menggugat Ilmuwan Kampus, kemana mereka di tengah berbagai persoalan bangsa, khususnya ketika negara hukum sedang menuju runtuh, sebagaimana juga dikatakan oleh Prof. Todung Mulya Lubis.

Gugatan terhadap ilmuwan itu juga dilakukan Bung Karno (BK). Saat itu BK mengingatkan bahwa ilmu hanya berguna apabila diabdikan pada kemanusiaan. Jangankan Partai, atau suatu bangsa, agama pun harus bersekutu dengan ilmu pengetahuan, kata Putra Sang Fadjar tersebut.

Dalam disertasi Pemikiran Geopolitik Bung Karno dan Relevansinya terhadap Kepentingan Nasional dan Pertahanan Negara, variabel terpenting adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, riset dan inovasi. Paradigma berpikir Bung Karno sendiri adalah kritis, dan post-colonial. Karena itulah Bung Karno menggunakan ilmu pengetahuan, yang memperkuat tradisi kepemimpinan intelektual, namun dibumikan dengan problematika rakyat Indonesia dan juga dalam dialektika dengan sejarah Indonesia dan dunia. Dengannya Bung Karno bisa merumuskan arah masa depan. Misalnya, tesisnya bahwa Indonesia akan merdeka terjadi ketika Perang Pasifik. Itu diakui oleh Bung Karno, bukan sebagai ramalan, namun sebagai dialektika atas situasi revolusioner di masa depan (Baca Buku Cindy Adams).

Dalam teori geopolitik Soekarno, yang disebut Progressive Geopolitical Co-exsistance, Bung Karno menghadapi life line of imperialisme (garis hidup imperialisme) dengan menggalang bangsa-bangsa terjajah melalui KAA, GNB, Conefo, hingga yang belum berjalan adalah Konferensi Tiga Benua (Tri Kontinental).

Baca juga :