SALAH satu pertimbangan untuk segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RUU KUHP) adalah untuk mewujudkan hukum pidana nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.Untuk itu, perlu disusun hukum pidana nasional untuk mengganti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Demikian bunyi konsideran RUU KUHP dalam bagian Menimbang yang selalu menjadi kalimat pembuka konsideran sebuah Peraturan Perundang-Undangan. Nomor RUU yang awalnya akan diketuk palu untuk disahkan pada hari Selasa (24/9) itu masih dikosongkan.
Seharusnya masyarakat luas melihat semangat DPR dan Pemerintah yang ingin merevisi UU KUHP warisan kolonial Belanda tersebut: untuk sebuah perubahan dan melahirkan hukum yang lebih berkeadilan.
Seperti yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM yang juga kader PDI Perjuangan Yasonna Laoly dalam Rapat Kerja bersama DPR (18/9). Ia sangat mengapresiasi kinerja Komisi III yang telah berhasil merampungkan RUU KUHP setelah 3 tahun.
Kita sudah 73 tahun menggunakan hukum warisan kolonial Belanda, dan sudah saatnya kita membentuk hukum kita sendiri, tegas Yasonna.