KITA patut optimis memandang masa depan demokrasi Indonesia. Sudah dua dekade Reformasi bergulir, masa transisi demokrasi di Tanah Air mulai menemukan bentuk dan kematangannya.
Perjalanan demokrasi kita sudah on the track. Kesuksesan penyelenggaraan Pilkada serentak di ratusan daerah sejak 2015 hingga 2018 adalah barometer keberhasilan masa transisi demokrasi bangsa kita. Kekurangan di sana-sini masih dalam batas toleran.
Para aktor pelaku demokrasi, partai politik dan politisinya sudah cukup dewasa. Dan yang utama, masyarakat telah diedukasi dengan pendidikan politik oleh partai politik, yang memang tugas mereka sebagai pilar demokrasi: memberikan pendidikan politik dan sebagai penampung aspirasi rakyat.
Dalam konteks mengatur konflik, partai politik hari ini bisa menjadi medium penengah dan mengeliminir akses dari perebutan kekuasaan. Para elit sudah bisa menjadi teladan dengan kenegarawanannya.
Carut-marut citra partai dan wajah bangsa merupakan proses sejarah panjang bangsa kita karena tidak adanya pendidikan politik yang berkualitas, terutama saat Orde Baru. Partai dituding sebagai penyebab suramnya wajah perpolitikan Indonesia yang masih dihiasi para politisi korup, pemain politik yang menghalalkan segala cara: money politic, politik identitas, dan kartel bisnis-kekuasaan yang digawangi oleh para aktor politik.