Jakarta, Gesuri.id - Media ramai memberitakan bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan untuk menghentikan pemberian visa kepada mahasiswa ex Tiongkok untuk menuntut ilmu di Amerika Serikat.
Kebijakan ini adalah respon dari ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dan China yang menghangat akhir-akhir ini. Diawali dengan perang dagang, pandemi corona, kisruh di Hong Kong sampai pada pengusiran kapal perang Amerika Serikat yang berhulu ledak nuklir di kawasan Laut China Selatan.
Dari kaca mata Manajemen Stratejik (Magic) kebijakan ultra nasionalis Trump merupakan sebuah blunder politik yang menarik untuk dicermati. Mengapa?
Pertama, jumlah mahasiswa Tiongkok di Amerika mencapai sekitar 370.000 orang atau 33.7% dari total mahasiswa asing yang studi di Amerika Serikat. Dengan rerata biaya kuliah sebesar USD 42.000 per tahun, maka sekolah-sekolah di Amerika bakalan kehilangan pendapatan sebesar USD 15.40 milyar dollar. Di tengah cekaknya arus kas pendapatan dari biaya kuliah, diprediksi bahwa sekolah-sekolah di Amerika akan kelabakan.
Saya masih ingat ketika saya menghadiri wisuda S1 anak saya di University of San Francisco dan S2 di University of California at Irvine, banyak sekali mahasiswa dengan nama-nama tiga suku kata yang di wisuda, dan menariknya mahasiswa asal Tiongkok lah yang mendominasi wisudawan yang lulus dengan pujian (Summa cumlaude, Magna cumlaude maupun cumlaude). Hampir ndak ada bule pribuminya yang masuk papan atas.