Jejak Keislaman dalam Jati Diri Bung Karno

Gambaran jati diri Bung Karno tersebut dipengaruhi sejak masa remaja. Ketika usia 15 tahun atau tepatnya di tahun 1916.
Senin, 08 Juli 2019 14:17 WIB Jurnalis - Ali Imron

Bung Karno adalah sosok pejuang. Dia meruakan pemikir yang menjadikan pemikiran-pemikirannya sebagai asas dan metode perjuangan untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Selain sebagai pemikir dan pejuang kebangsaan, Bung Karno juga seorang pemikir dan pejuang Islam

Dari sosok Bung Karno itu kemudian kita mengenal setidaknya 5 dimensi Bung Karno. Pertama, Bung Karno sebagai pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927. PNI yang ia dirikan telah dijadikan alat untuk mengusir penjajah asing. Kedua Bung Karno sebagai ideologi bangsa yang telah menggali nilai-nilai Pancasila.
Ketiga sebagai proklamator kemerdekaan RI. Keempat sebagai Presiden RI Pertama. Kelima, sebagai tokoh dunia yang menentang imperialisme dan kolonialisme. Salah satu jasa Bung Karno kepada dunia Internasional adalah menggagas dan menjadikan Negara Indonesia sebagai tuan rumah pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung.

Baca:Dekrit 5 Juli 1959, Upaya Bung Karno Selamatkan Revolusi

Sejak usia muda, pemikiran Bung Karno senantiasa mengikutsertakan pemikiran tentang Islam. Tahun 1926, Bung Karno sudah menulis pemikiran tentang Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme yang tertuang dalam buku Dibawah Bendera Revolusi Jilid I. Bung Karno berpandangan, tiada halangan kaum Islam untuk bekerja sama dengan kaum Nasionalisme dan Marxis ketika menghadapi musuh bersama, yakni kolonialisme dan imprealisme yang telah menjajah bangsa Indonesia ratusan lamanya.

Begitu pula ketika tahun 1927, Bung Karno mendirikan partai nasional dan sosio-demokrasi. Konsep marhaenisme, yakni sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Konsepsi marhaenisme ini kemudian disempurnakan dengan konsepsi ketuhanan. Dalam perjuangannya, sewaktu diasingkan Belanda ke Ende dan Bengkulu, Bung Karno melengkapi dan mematangkan teori perjuangan ideologi itu dengan mendalami agama Islam sehingga marhaenisme menjadi sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan.

Baca juga :