Jakarta, Gesuri.id - Besok Selasa (21/5) dan Rabu (22/5) bertepatan dengan pengumuman hasil akhir resmi Pilpres dan Pileg dari KPU, massa aksi yang menamakan dirinya 212 akan menggelar kegiatan berbalut buka puasa akbar di kantor KPU Pusat Jakarta. Isu gerakan massa yang disebut "people power" itu direncanakan akan mendatangkan massa dari berbagai daerah untuk mengepung kantor KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Tak pelak rencana yang seolah sudah tersusun rapih dan pasti itu membuat sebagian besar masyarakat menjadi resah dan gelisah. Banyak pertanyaan berkecamuk di hati rakyat khususnya yang berdomisili di kota pemerintahan pusat DKI Jakarta. Apakah tanggal 21 dan 22 Mei itu akan aman? bahkan banyak sekolah yang merencanakan untuk meliburkan siswanya akibat takut terkena aksi massa 212 tersebut.
Baca: Jelang 22 Mei, Benteng Kekuatan Rakyat Ciptakan Kedamaian
Rakyat tak mengerti untuk apa aksi tersebut dilakukan, yang mereka tahu adalah kubu 02 Prabowo-Sandi masih saja tidak bisa menerima kekalahan dan merasa dicurangi. Sementara faktanya, hingga Senin (20/5) pkl 09.30 pagi, KPU yang sebagai lembaga resmi pemilu telah mencapai penghitungan 90,78% dengan kemenangan telak (selisih 11,26%) di kubu Jokowi-Ma'ruf Amin yaitu 55,63% atau setara dengan perolehan suara 77.389.312. Sementara Prabowo-Sandiaga Uno 44,37% atau setara dengan perolehan suara 61.719.944.
Ironisnya, Capres Prabowo Subianto justru seolah menambah panas suasana jelang pengumuman hasil akhir KPU tanggal 22 Mei, dimana dalam pidatonya di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (14/5), pasca menyatakan menolak hasil penghitungan Pemilu 2019, Prabowo mengumumkan akan menulis surat wasiat. Apa isinya?
Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade, Jumat (17/5), mengatakan ada tiga poin utama dalam surat tersebut. Poin pertama yakni arahan kepada Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno dalam menyikapi hasil Pilpres 2019. Kedua, imbauan kepada masyarakat dalam menyikapi hasil Pilpres. Dan terakhir memastikan Prabowo tetap bersama rakyat.
Andre mengakui belum tahu pasti kapan surat tersebut akan diumumkan kepada publik.
"Kapan dirilisnya tergantung Pak Prabowo, sebelum tanggal 22 (Mei) bisa, pas tanggal 22 (Mei) bisa. Apakah akan diumumkan isinya juga tergantung Pak Prabowo," tutur Andre.
Tidak Puas? Tetap Harus Konstitusional
Presiden Joko Widodo mengakui bahwa pihak yang kalah dalam pemilu serentak 2019 pasti tidak puas, namun ada cara-cara yang sesuai konstitusi untuk menyampaikan ketidakpuasan tersebut.
"Kalau tidak puas, yang namanya kalah ya mesti tidak puas. Tidak ada yang kalah itu puas, tidak ada. Kalah itu pasti gak puas, kalau ada kecurangan, laporkan ke Bawaslu. Kalau yang lebih besar, sengketa, sampaikan ke MK (Mahkamah Konstitusi), ini kan mekanisme menurut konstitusi," kata Presiden Joko Widodo seusai menghadiri buka puasa bersama Partai Golkar di Jakarta, Minggu (19/5).
Jokowi juga mengingatkan sebagai negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi yang baik, sudah selayaknya jika seluruh pihak berpedoman pada mekanisme yang ada. Hal itu, lanjut Presiden, termasuk untuk menyelesaikan perselisihan bila memang diperlukan.
Presiden Jokowi menekankan Pemilu yang digelar beberapa waktu lalu dilakukan berdasarkan pada peraturan, ketentuan, dan mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Undang-undang tersebut dalam proses pembentukannya dibicarakan dan disepakati oleh seluruh pihak di DPR.
“Ini kan mekanisme menurut Undang-Undang yang sudah disepakati bersama di DPR. Semua fraksi ada, semua partai ada. Harusnya mekanisme konstitusional yang diikuti. Kita ini membuat fondasi dalam berdemokrasi, harus diikuti,” kata Presiden Jokowi di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu malam.
Sementara itu, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto usai menghadiri peringatan Tri Suci Waisak 2563 BE/2019 di pelataran Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (18/5) malam, mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo meyakini bahwa seluruh keamanan bisa dipastikan terkendali dengan baik, karena sejatinya bangsa ini berkebudayaan, yang suka toleransi, kedamaian, menjaga kerukunan serta persaudaraan.
Menyinggung gerakan "people power", dia menyampaikan kalau dilihat apa yang disampaikan sebagai bentuk "people power" tidak pernah terjadi, karena kekuatan rakyat itu ditunjukkan pada saat pemilu, mereka berbondong-bondong dalam partisipasi yang tinggi.
"Mereka yang akan memaksakan kehendaknya akan jadi cacat dalam demokrasi kita dan akan berhadapan dengan kekuatan rakyat itu," katanya.
Menurut dia, yang menyampaikan berbagai bentuk gerakan menghasut termasuk "people power" itu pihak-pihak yang hanya kecewa sebagai bagian dari dinamika pemilu dan itu hanya sesaat.
"Apalagi pemerintahan Pak Jokowi terus-menerus melakukan langkah-langkah dialog dengan seluruh elemen masyarakat dan aparat keamanan juga selalu bersiap sedia untuk menjaga keamanan dan ketenteraman bagi rakyat," katanya.
Pertajam Polarisasi
Tak luput, Presiden ke-3 Republik Indonesia (RI) Prof. Dr. Baharudin Jusuf (BJ) Habibie juga ikut berpesan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk hasil pemilihan umum serentak yang akan diumumkan pada 22 Mei mendatang. Terhadap kemungkinan munculnya ketidakpuasan terhadap hasil pemilihan umum, BJ Habibie berpesan harus diselesaikan melalui jalur konstitusional.
“Hindari tindakan-tindakan yang dapat mempertajam polarisasi dan perpecahan di masyarakat,” kata Habibie dalam pesan kebangsaan yang diunggah melalui The Habibie Center melalui YouTube, Minggu (19/5).
Menurut Presiden ke-3 RI itu, di tengah situasi regional dan global tidak kondusif seperti saat ini penting bagi semua untuk secara terus-menerus memperkuat ketahanan nasional. Dengan cara itulah, menurut Habibie, Bangsa Indonesia dapat saling menjaga harkat dan martabat bersama sebagai sebuah bangsa.
Baca: Ajak Boikot Pajak, Politisi Gerindra Menyerang Negara
Sebelumnya BJ Habibie menyampaikan, Bangsa Indonesia baru saja melaksanakan pemilihan umum serentak sebagai sebuah ikhtiar bersama dalam rangka merawat keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Saat ini semua pihak tengah menunggu hasil rekapitulasi suara di tingkat nasional oleh Komisi Pemilihan Umum, sebuah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang keberadaannya merupakan amanat konstitusi. Tentu dalam pelaksanaan pemilihan umum masih terus perlu diupayakan perbaikan-perbaikan bersama.