Ikuti Kami

Di Istana Jangan Sembarangan Tanam Pohon

Oleh: Ketua Dewan Ideologi DPP GMNI - Pemerhati Sosial, Guntur Soekarno. 

Di Istana Jangan Sembarangan Tanam Pohon
Ketua Dewan Ideologi DPP GMNI - Pemerhati Sosial, Guntur Soekarno. 

Jakarta, Gesuri.id - Membaca harian Kompas, Jumat 18 Oktober 2024 ada yang menarik perhatian penulis yaitu mengenai aktivitas Presiden menanam pohon kenangan Jokowi-Iriana di halaman Istana.

Penulis yang puluhan tahun pernah tinggal di Istana Merdeka dan Istana-istana yang lainnya sehingga mengenal dengan baik pohon-pohonan yang ada di kawasan Istana-Istana tersebut sehingga ketika membaca berita tersebut hati penulis terasa kesal dan kecewa khususnya lokasi ditanamnya pohon kenangan tersebut. Mengingat ada kisah panjang mengenai keberadaan halaman rumput yang membentang antara Istana Merdeka dan Istana Negara yang keseluruhannya tidak lepas dari ide Bung Karno sebagai Presiden di kala itu (sekitar tahun 1949) setibanya dari Yogyakarta.

Ketika itu halaman luas tadi terdiri dari tebaran batu kerikil dan di samping kirinya ada sebatang Pohon Ki Hujan atau Trembesi yang besar. Kondisi ini rasanya menurut Bung Karno tidak nyaman bila duduk-duduk di teras belakang Istana Merdeka dan memandang ke arah Istana Negara. Tampaknya amat gersang karena hanya melihat batu-batu koral berserakan sejauh pandangan mata.

Baca: Lima Kelebihan Gubernur Ganjar Pranowo 

Setelah kurang lebih 1 sampai 3 tahun berlalu Bung Karno memutuskan merombak halaman tersebut secara totalitas yaitu dengan mendatangkan alat-alat berat dari Kementerian PU untuk membuldoser habis keseluruhan batu-batu koral. Setelah itu diadakan proses penggemburan tanahnya dan kemudian ditanami rumput hijau jenis jarum-jaruman keseluruhan lapangan tadi. Agar cepat tumbuh subur setiap hari mobil pemadam kebakaran menyemprotkan air ke seluruh lapangan tersebut. Setelah rumput tumbuh subur pemandangan kearah Istana Negara menjadi nikmat karena ada hamparan rumput yang indah kehijau-hijauan.

Menjadi pertanyaan penulis mengapa pohon kenangan tersebut tidak ditanam saja di sebelah pohon Flamboyan yang sudah sejak dahulu ada di sebelah kanan lapangan rumput. Penulis terus terang sangat kecewa dengan lokasi penanaman pohon kenangan seperti adanya sekarang.

Hal lain yang timbul adalah selama Bung Karno menjabat Presiden lapangan rumput tersebut merupakan tempat mendarat dan terbangnya Helikopter Kepresidenan bila Presiden hendak keluar kota khususnya ke Istana Bogor.

Dengan adanya pohon Kenangan tadi dimasa depan fungsi lapangan sebagai Helipad menjadi sirna. 

Hal diatas adalah penanaman pohon kenangan yang terungkap oleh media.

Sepengalaman penulis di Istana-Istana Kepresidenan yang lain juga sudah cukup banyak ditanam pohon-pohon kenangan yang lokasinya “salah kaprah” sehingga menghilangkan fungsi dan nilai estetikanya, contoh yang aktual adalah adanya rumah Bentol di Istana Kepresidenan Cipanas.

Rumah Bentol yang dibangun berdasarkan ide Bung Karno sebagai seorang Arsitek, aslinya bila kita duduk di meja kerja Presiden pemandangan ke arah kaca adalah Gunung Gede dan di depan bangunan terhampar subur halaman Rumput Gajah sampai dengan kawasan Hutan Bambu. Namun ketika Bung Karno di dongkel oleh Orde Baru melalui kudeta merangkak (Creeping Coup D’etat) atas instruksi Ibu Tien Soeharto di lapangan rumput tersebut harus ditanami pohon-pohon Cemara (Pinus).

Baca: Guntur Romli Tolak Keras Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional

Akibatnya saat ini bila kita duduk di meja kerja tidak tampak lagi Gunung Gede terhalang pohon-pohon Cemara yang jumlahnya puluhan. Seperti juga nasib lapangan rumput Istana Merdeka maka Istana Cipanas kehilangan Helipad untuk Helikopter Kepresidenan yang biasanya digunakan naik (take off) dan mendarat di sana. Belum lagi tata letak pohon-pohon kenangan yang jumlahnya saat ini banyak di kelak kemudian hari akan membawa dampak terhadap kelestarian hutan lindung alamiah yang saat ini ada dan subur.

Demikian lebatnya hutan lindung di kawasan Istana Cipanas sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai tanah. Di samping itu sering terjadi seorang pendaki Gunung yang profesional dan mencoba masuk ke hutan lindung tersebut ternyata kehilangan arah untuk keluar hutan lindung tersebut.

Bila ini terjadi terpaksa “pawang” hutan tersebut harus turun tangan untuk “menuntun” sang profesional tadi keluar hutan. Pembaca mungkin tidak percaya akan kebenaran kisah yang saya tuliskan di atas, bila demikian ada baiknya anda datang ke Istana Cipanas dan langsung masuk hutan lindung untuk membuktikan kisah di atas tersebut.

Saya anjurkan untuk “jaga-jaga” penulis sarankan bawalah Kompas agar tidak tersesat. Penulis yakin di hutan lindung tersebut Kompas Anda tidak akan berguna karena menurut kepercayaan penduduk Cipanas, Istana tersebut dijaga oleh sang Embah Pincang yang wujudnya adalah seekor harimau berkaki tiga. Alhamdulillah selama ini penulis belum pernah bertemu dengan Embah Pincang tadi. Semoga tidak perlu lah!

Jakarta 19 Oktober 2024

Quote