Buruh Migran Perempuan (BMP) yang tercatat berasal dari Majalengka Jawa Barat, Tuti Tursilawati terpidana mati telah dieksekusi oleh otoritas Arab Saudi tanpa pemberitahuan ke Perwakilan RI di Arab Saudi.
Eksekusi mati terhadap Tuti, yang didakwa membunuh majikannya, dilaksanakan pada 29 Oktober di Thaif, Arab Saudi. Eksekusi mati tanpa notifikasi ini memang bukan yang pertama dan telah berulang kali terjadi.
Baca: Eksekusi TKI Tanpa Notifikasi, Arab Tak Paham Kekecewaan RI
Saudi memang menganut sistem hukum dengan pengadilan tertutup, tidak menganut kewajiban memberikan notifikasi kepada keluarga atau pemerintah terpidana hukuman mati.
Namun, pemberitahuan tersebut tetaplah dianggap penting untuk mempersiapkan mental keluarga terpidana. Tindakan eksekusi mati tanpa notifikasi jelas menyalahi norma dalam hukum internasional.
Belakangan diketahui, notifikasi justru diberikan kepada KJRI Jeddah setelah eksekusi terhadap Tuti dilakukan. Padahal, berdasarkan etika dan kebiasaan internasional di kalangan negara-negara yang mengedepankan adab dan etika dalam pergaulan internasional, ada notifikasi terlebih dahulu jika ada warga negara asing yang akan dieksekusi.
Fakta ini menjadi bukti jelas bahwa Kerajaan Arab Saudi sangat mengesampingkan etika dan nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungan bilateral dengan Indonesia.
Untuk kesekian kalinya Arab Saudi mencederai etika diplomasi bilateral dengan negara kita yang seharusnya mengedepankan penghargaan atas hak asasi manusia. Tindakan otoritas Arab Saudi yang tidak melakukan kewajiban pemberitahuan kepada pihak Indonesia (Mandatory Consular Notification) telah melanggar prinsip-prinsip tata krama hukum Internasional yang diatur dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler.
Pemerintah Indonesia sudah saatnya mengambil langkah proaktif untuk memperbaiki hubungan bilateral dengan Kerajaan Saudi Arabia, wakil khusus dalam konteks Perlindungan Warga Negara Indonesia. Ini menjadi penting karena Arab Saudi merupakan negara yang jumlah WNI-nya nomor dua paling banyak setelah Malaysia.
Dalam kasus Tuti Tursilawati, Presiden Joko Widodo punya kewenangan untuk memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, untuk meminta klarifikasi dan menyampaikan protes secara resmi, meski sebelumnya Menteri Luar Negeri RI menyatakan telah melayangkan surat protes kepada pemerintah Arab Saudi.
Protes wajib untuk terus dan terus dilakukan tanpa henti. Protes ini dilakukan sebagai bentuk respon negatif Pemerintah Indonesia atas perlakukan WNI oleh otoritas di Arab Saudi. Protes juga memiliki makna agar eksekusi mati tanpa notifikasi tidak terulang kembali di masa yang akan datang.
Tak bisa dipungkiri Indonesia juga sebagai negara yang menerapkan hukuman mati, namun Indonesia memberikan notifikasi kepada perwakilan pemerintah terpidana asing satu bulan sebelum eksekusi dijalankan. Indonesia juga sudah memiliki perjanjian pemberitahuan kekonsuleran dengan beberapa negara, sehingga jika ada WNI yang menghadapi masalah hukum maka perwakilan RI di negara yang bersangkutan langsung diberikan notifikasi.
Terkait peristiwa ini atas nama rasa solidaritas terhadap korban Buruh Migran Perempuan, pertama, kami sangat mengecam dan mengutuk keras eksekusi hukuman mati terhadap Tuti Tursilawati atas pelanggaran HAM yang paling mendasar, yakni Hak Untuk Hidup.
Kedua, karena hukuman mati sangat melanggar hak untuk hidup yang dijamin Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, untuk itu kami meminta pemerintah Indonesia melakukan moratorium hukuman mati di Indonesia sebagai langkah awal penghapusan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan.
Terkecuali kejahatan yang sifatnya luar biasa (extraordinary crimes) semisalnya terorisme dan bandar besar narkoba.
Baca: Eksekusi Mati TKI, Presiden Pertanyakan Ketiadaan Notifikasi
Penghapusan hukuman mati dapat memudahkan diplomasi Indonesia di luar negeri untuk menyelamatkan Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati. Karena termasuk kendala diplomasi kita selama ini soal rasionalitas.
Menjadi tidak fair jika Indonesia meminta negara lain untuk membebaskan warga negaranya dari hukuman mati, sedangkan di dalam negeri sendiri Indonesia masih mempraktekkan hukuman yang kejam dan tidak manusiawi tersebut.
Ketiga, mendesak Pemerintah untuk mengerahkan seluruh sumber daya politik dan diplomasi dalam rangka membebaskan ratusan buruh migran yang masih terancam hukuman mati di seluruh dunia serta melakukan moratorium hukuman mati di Indonesia sebagai bukti riil komitmen moral penolakan atas hukuman mati.