HASIL survei Litbang Kompas seperti mengubah situasi yang biasa-biasa saja menjadi luar biasa. Fakta meroketnya elektabilitas Presiden Jokowi dan melorotnya pilihan rakyat buat penantang terkuat; Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjadi tanda tanya sekaligus bukti.
Dalam survei yang dilakukan pada 21 Maret hingga 1 April 2018 tersebut elektabilitas Jokowi mencapai 55,9%. Ada peningkatan 9,6% dibandingkan hasil sigi semester lalu sebesar 46,3%. Sementara Prabowo hanya mendapat 14,1%, atau melorot 4% dibandingkan elektabiltas enam bulan lalu, yang mencapai 18,2%.
Keanehan meroketnya elektabilitas Jokowi ini tentu saja bisa dilihat dari masa waktu selama enam bulan terakhir. Sebab, dalam masa itu belum ada situasi yang luar biasa. Malah bisa dibilang dalam keadaan was-was.
Misalnya sejak Januari lalu kurs mata uang dollar terhadap rupiah makin menguat. Bergerak dari awal tahun hingga medio April, dana asing yang pulang kampung mencapai Rp29,25 triliun. Dalam pasar modal saja, capital outflow (aliran dana keluar) dalam satu bulan terakhir saja sudah mencapai Rp 7,78 triliun.
Baca: Presiden Jokowi Tampilkan Tradisi Pemimpin Bermusyawarah
Kondisi ini sedianya, banyak berasal dari masalah global. Misalnya spekulasi investor terkait prediksi kenaikan Fed Fund Rate pada rapat FMOC tanggal 1-2 Mei ini. Spekulasi ini juga terkait harga minyak mentah diprediksi naik lebih dari US$ 75 per barel akibat perang di Suriah dan ketidakpastian perang dagang AS dan China. Apalagi, permintaan dolar AS dipastikan naik menjelang kuartal II-2018 lantaran emiten secama musiman harus membagi dividen.
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari meyakini, melemahnya nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat karena perubahan kebijakan negara Paman Sam itu.
"Bukan karena Indonesia lemah, tetapi karena ada perubahan variabel dependen, yaitu Amerika Serikat, termasuk naiknya saham Amerika yang gila-gilaan. Itu dampak yang normal, bukan karena kita buruk namun karena ada variabel yang sedang berubah. Nanti akan equilibrium lagi," sebut Eva kepada gesuri, Rabu (25/4).
Kembali soal meroketnya elektabilitas Jokowi. Menjadi tanda tanya besar, sebab gerakan opisisi dengan #2019GantiPresiden selama dua pekan sebelum sigi Litbang Kompas tersebut dilansir menggila. Jualan kaos #2019GantiPresiden menjamur di kios-kios emperan sampai toko online. Meski pada akhirnya dari penelusuran beberapa media, kaos tersebut malah tak laku lantas diobral murah.
Tapi, apa daya bukan survei Kompas saja yang memberi keunggulan terhadap Jokowi. Sebelumnya sudah ada Survei Cyrus Network yang menunjukkan elektabilitas Jokowi 58,5% sementara Prabowo hanya 21,8%. Ada pula survei Polcomm Institute yang diumumkan Maret 2018 menunjukkan elektabilitas Jokowi lebih tinggi daripada Prabowo.
Jadi, sebenarnya Jokowi dalam keadaan tak siap dalam masa survei tersebut. Presiden sendiri tak mau ambil pusing dan direcoki urusan elektabilitas. "Saya masih fokus konsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang banyak, yang belum selesai, enggak usah direcoki dengan urusan elektabilitas," sebutnya tatkala meninjau rencana pengembangan Bandara Jenderal Besar (JB) Soedirman di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Senin (23/4).
Sejatinya, masa kampanye baru dimulai Agustus mendatang. Sebab, pendaftaran pasangan capres dan cawapres baru dilakukan 4-10 Agustus mendatang. Jadi, menjadi tanda tanya mengapa elektabilitas Jokowi langsung meroket.
Baca: Presiden Jokowi: Jangan Asal Bapak Senang
Nah, kalau bicara Agustus mendatang, Jokowi sebagai petahana akan punya banyak keunggulan dalam membuktikan diri. Tapi, belum lagi berkampanye Jokowi sudah teratas. Bagaimana kalau sudah mau direcoki dengan elektabilitas?
Tak perlu sampai ke situ dulu. Bila nanti di masa Lebaran, jutaan orang mudik ke kampung halaman pastinya akan berdecak menyaksikan pemandangan jalanan yang mulus. Kebanyakan hampir pasti bakal terperangah dengan pembangunan infrastruktur di sana-sini yang digaungkan dalam Nawacita. Alhasil, ujung-ujung kepada sosok lelaki asal Solo itu dapat predikat plus-plus di mata rakyat.
Kemudian, dalam panggung sebagai presiden sendiri, Jokowi makin diuntungkan dengan beberapa kejadian akbar menjelang Pilpres 2019. Sebut saja yang terdekat peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agutus 1945. Diprediksi Jokowi akan menyajikan pidato menggelegar yang membuat rakyat makin cinta, sekaligus meluluhlantahkan hati pesaing. Kalau tak percaya, lihat saja nanti.
Tak lama kemudian, pagelaran Asian Games berlangsung di Palembang dan Jakarta. Karenanya, sebagai nakhoda, Jokowi beberapa kali meminta laporan para penyelenggara. Dengan detail mantan Gubernur DKI Jakarta itu, mengecek kesiapan para atlet kita yang akan berlaga. Bagaimana laporan detail mengenai persiapan baik infrastruktur, venue dan non-venue dia matangkan.
Ajang Asian Games yang merupakan perhelatan akbar memberi banyak keuntungan sebagai tuan rumah. Selain bakal menyedot berbagai investasi, menambah pertumbuhan ekonomi dengan ramainya kunjungan dari seluruh negara di Asia, pagelaran ini juga menjadi ajang pembuktian diri Indonesia sebagai Negara besar, setelah 56 tahun baru kembali menjadi tuan rumah.
Baca: Asian Games Sepi Promosi, Presiden Jokowi Minta Perbaikan
Kamera, headline surat kabar, dan acara prime time berita di televisi seluruh Asia akan menampilkan sajian pagelaran olah raga dengan objek pemandangan Jakarta dan Palembang. Serbuan media manca negara, akan mengulangi ketokohan Jokowi jelang Pilres 2014.
Di bandara Sultan Mahmud Badaruddin II sendiri sudah siap banner dengan foto Presiden Jokowi lagi naik sepeda dengan berlatar Jembatan Ampera dan Stadion Glora Sriwijaya Jakabaring Palembang. Hebatnya, banner foto ini ternyata berkonsep tiga dimensi, sehingga bila berfoto terlihat seolah-olah nyata. Terlebih lagi foto itu tampak hidup seperti pak Jokowi sedang membonceng orang dibelakangnya.
Itu saja tentu saja makin mendongkrak elektabilitas Jokowi. Belum lagi dengan mesin partai koalisi yang dikomandoi PDI Perjuangan. Saat ini saja, para partai pendukung belum bekerja mengkampanyekan Jokowi, tapi malah sudah di urutan teratas.
Satu lagi yang mungkin pasti mendongkrak citra Jokowi. Gayanya yang bersahaja, lentur, dan tak bermusuhan dengan lawan sekali pun menjadi tabiat yang membuat rakyat berpikir Jokowi itu pemimpin amanah. Bagaimana bisa dia kembali mempraktekkan keberhasilan menjadi Wali Kota Solo dengan mengajak seiang lebih dari 50 kali para pedagang pasar yang menentangnya.
Kali ini, Jokowi dengan arif bijaksana bisa mengundang ulama dari dari Persaudaraan Alumni (PA) 212 di Istana Bogor. Strategi dialog ini tentunya paling jitu memberi keteduhan sekaligus mencerdaskan para pendengki sekaligus pembencinya yang lahir dari buah hasutan. Sudah bukan rahasia lagi, kalau Jokowi kini erat dengan para alim ulama.
Baca: Silaturahmi Presiden dan PA 212 Perkuat Persatuan
Kembali ke awal, soal survei Kompas dan survei lainnya yang menempatkan Jokowi sebagai kandidat presiden terbaik pilihan rakyat. Menjadi tanda tanya lantaran Jokowi sebagai presiden ‘belum melakukan apa-apa’ lantaran sibuk dengan pekerjaan Negara.
Tapi, tanda tanya itu seketika berubah. Menjadi bukti. Bahwasanya selama empat tahun bekerja, Jokowi sudah melayani mayoritas rakyat Indonesia, memberikan pembangunan yang pro rakyat dan melakukan pemerataan di sana-sini. Ini berarti kampanyenya dibangun lewat kerja, lewat sahaja, lewat pergulatan untuk menghargai perbedaan dan bisa memanajemen konflik dan kritikan menjadi daya tahan berbuah simpati rakyat. Kerumitan-kerumitan kini berubah menjadi berkah. Buat Jokowi, buat semua. Karena Jokowi adalah Kita.