Jakarta, Gesuri.id - "Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan (UUD 1945). Adalah jelas bahwa, prinsip utama eksistensi bangsa Indonesia adalah menegaskan komitmen perjuangan atas tegakknya nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam eskalasi pergaulan dunia global saat ini, yang mustahil untuk bisa dikompromikan dengan alasan apapun. Pastinya bahwa nilai prinsipil tersebut berelasi dengan pemaknaan, Kemanusiaan yang adil dan beradab pada sila kedua Pancasila sebagai fondasinya.
Kementerian Luar Negeri RI secara gamblang mengungkapkan dengan tegas bahwa, Indonesia tidak memiliki rencana melakukan normalisasi diplomatik Indonesia - Israel untuk menepis beredarnya "rumor" yang diberitakan Times of Israel dan media nasional lainnya, tentang adanya rencana ke arah tersebut (TEMPO.CO, Jakarta, Kamis malam, 11 April 2024). Apa yang menjadi latar belakang penegasan sikap kebijakan luar negeri Indonesia oleh Kementerian Luar Negeri tersebut, jelas adalah sebuah keniscayaan logis atau konsistensi komitmen dalam menjaga marwah kehormatan bangsa Indonesia.
Kita sebagai bangsa yang besar dengan asas prinsip kedaulatannya memiliki akar historis yang sangat memilukan, yang pernah menjadi korban antagonisme penjajahan kolonialisme. Adalah sebuah keharusan, bagi bangsa Indonesia menjalankan peran sentralnya secara bebas aktif dalam memberikan dukungan penuh atas perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina. Sebagaimana prinsip perjuangan Bung Karno, yang tercatat dengan tinta emas sejarah dunia, dengan diimplementasikannya ke dalam bentuk rumusan nilai-nilai ideologi konstitusional negara.
Sekali lagi artikulasinya bahwa, apa yang telah dicita-citakan oleh Bung Karno adalah fondasi atau road map yang menjadi ruh atas arah setiap kebijakan luar negeri kita, dan ketika itu misalkan "terdistorsi atau dimanipulasi", itu sama artinya telah mengkhianati kedaulatan kita sebagai bangsa yang terhormat di mata dunia internasional.
Memperjuangkan perlawanan kepada segala bentuk kejahatan imperialisme atau kolonialisme hari ini, pembuktiannya adalah sikap keberpihakan untuk menghentikan penjajahan Zionisme Israel atas bangsa Palestina. Pengaburan opini atau wacana untuk melegalkan tindakan tersebut, setidaknya dalam ruang publik kita jangan pernah dibiarkan berkembang sedikitpun. Karena betapa urgensinya edukasi nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 kepada generasi penerus untuk ditransformasikan.
Investigasi internasional telah mengkategorikan penjajahan atas bangsa Palestina termasuk sebagai kejahatan apartheid. Dan meningkatnya intensitas tindakan penyerangan kepada masyarakat sipil secara brutal di Jalur Gaza, oleh militer Zionis Israel belakangan ini, adalah bentuk kejahatan kemanusiaan luar biasa (baca: genosida). Potret fakta-fakta tersebut telah memicu reaksi kecaman dan protes keras masyarakat dunia internasional, yang makin meluas secara masif. Tanpa terkecuali protes dan kecaman dilakukan oleh publik mereka sendiri terhadap kebijakan pemerintahannya, seperti yang terjadi juga di negara Amerika dan negara-negara Eropa yang selama ini pro Zionisme Israel.
Apartheid merupakan pelanggaran hukum publik internasional, yakni bentuk pelanggaran berat terhadap komitmen hak asasi manusia yang secara resmi dilindungi oleh konsensus internasional (Statuta Roma). Kejahatan tersebut termasuk kejahatan kemanusiaan berdasarkan hukum pidana internasional. Istilah apartheid terminologi awalnya merujuk pada sistem politik di Afrika Selatan yang secara terbuka menerapkan segregasi rasial, berupa tindakan dominasi dan penindasan suatu kelompok ras tertentu terhadap kelompok ras lainnya.
Sejak saat itu, komunitas internasional telah mengadopsi kebijakan ini untuk mengecam dan secara resmi mengkriminalisasi ketika sistem semacam itu jika terjadi di mana pun. Dan sebagaimana faktanya dipaparkan secara terbuka bahwa, praktik apartheid di Palestina lebih ekstrim daripada yang menimpa warga Afrika Selatan (VOA Indonesia).
Memaknai filosofi visi global Bung Karno
Kemerdekaan mengandung makna yang berelasi dengan artikulasi nilai kemanusiaan dalam konteks keadilannya. Framing ideologi, agama, dalam berbagai kompleksitas doktrin turunannya meniscayakan tuntutan yang benar-benar bisa memerdekakan akan arti kemanusiaan itu sendiri. Walaupun sejarah panjang peradaban kemanusiaan dalam tuntutan keadilannya, telah mengalami pasang surut dalam pergumulan yang tak kunjung selesai.
Kemerdekaan memang memiliki makna yang luas jika ditinjau dari aspek filosofisnya, karena kemerdekaan insan dalam kompleksitasnya tidak hanya bisa diartikan pada realita sosiologisnya saja, tapi meniscayakan keluasan terminologinya hingga menyentuh kenyataan pada dimensi spiritualitas setiap manusia.
Maka, meraih makna kemerdekaan sebagaimana Pancasila yang dirumuskan Bung Karno, dari kelima silanya menjadikan "Ketuhanan" sebagai landasan filosofisnya, yang sejatinya satu kesatuan esensial yang tak bisa dipisahkan dengan sila lainnya. Artinya, Ketuhanan dalam berbagai konteks politik, hukum, ekonomi, dan sosilogisnya menjadi hal yang menjadi pijakan prinsipnya, untuk meraih cita-cita yang memerdekakan manusia sebagai tujuan makna kesejatiannya.
Tentunya dalam perjalanannya mengalami berbagai perkembangan dialektika atau diskursus, dan juga kadang terjadi reduksi ketika menguatnya sentimen labelisasi tertentu. Inilah kenapa seruan diksi "progresif" sering digaungkan sang Proklamator, agar tafsir dan implementasi Pancasila tidak dicederai oleh propaganda yang hanya bertujuan meraih pragmatisme politik kekuasaan semata.
Bahkan dengan jelas bahwa visi tersebut menjadi prinsip yang kemudian diterjemahkan Bung Karno, sebagai tawaran sampai ke tahap komunikasi politik internasional bangsa Indonesia. Tema diskursus visi global dalam perkembangan berbagai pemikiran dialektikanya memang menjadi proses yang sangat panjang, dan terus saja menjadi kajian yang tak kunjung selesai, dimana setiap dinamika aliran pemikiran sosiologis dan filsafat Barat hingga Timur, terus saja mengalami perkembangan pemikiran yang sangat kompleks.
Akan tetapi sekompleks apapun tawaran pada setiap analisanya, dapat dipastikan pijakan interpretasi tentang makna pembebasan atau kemerdekaan yang menjadi tuntutan rasionalisasinya, adalah demi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Bung Karno pada berbagai kesempatan menyerukan, untuk menerjemahkan "Pancasila secara progresif", memiliki artifisial sangat fundamental, yang salah satu implikasinya diarahkan pada penguatan kedaulatan eksistensi bangsa kita yang baru saja melepaskan diri dari penjajahan, di mana cita-cita perjuangannya adalah untuk mengaktualisasikan prinsip asas berkeadilan.
Bagaimana perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa, pandangan visioner Bung Karno sangat jauh ke depan melampaui masanya, penekanannya yang bersifat prinsipil, selain tentang muatan kebijakan pembangunan di negara kita, hingga arah tujuan peran bangsa Indonesia dalam meletakkan prinsip komunikasi politik-kerjasama hubungan antar negara. Sehingga tidaklah mengherankan ketika seorang sosiolog atau filsuf sekaliber George Mc Turner Kahin dan Bertrand Russell menyatakan, bahwa Pancasila merupakan karya besar yang sangat monumental Bangsa Indonesia di tengah pandangan filsafat dan ideologi dunia.
Kenyataan ketidakadilan global dengan segala bentuk perilaku hegemoni (neokolonialisme) merupakan hal yang harus ditolak dengan tegas. Dan hari ini bentuk pertarungannya pada ruang "informasi dan bagaimana mengelola atau menganalisa informasi", agar kita tidak menjadi kaki tangan berita propaganda hoaks" blok negara-negara pemangsa", atas apa yang disaksikan dengan kasat mata, bagaimana tindakan rezim politik Zionisme Israel hari ini. Perlawanan itu tentunya untuk salah satu hal yang sangat mendasar, agar bangsa kita tidak mewariskan paradigma dan mentalitas "jongos" kepada generasi penerus.
Keberpihakan atas perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina jangan disimplifikasikan, karena prinsip perjuangan tersebut bukanlah perjuangan yang bermotif sentimen identitas ras atau agama, tapi sejatinya adalah tentang cita-cita menegakkan arti kemanusiaan. Sebagai bangsa Indonesia yang berdaulat dan secara khusus sebagai putra dan putri ideologis Bung Karno, jangan pernah bergeser sedikitpun dari prinsip perjuangan Sang Proklamator atas tuntutan kemerdekaan Bangsa Palestina, kecuali kita berkeinginan mengingkari kewarasan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan kita.
Akhir kata, "Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel (Bung Karno).
kontributor: Fransiska Silolongan