Ikuti Kami

Inovasi dalam Kampanye Digital Berbasis Teori Resepsi Stuart Hall untuk Meningkatkan Pengaruh di Era Society 5.0

Oleh: Ali Imron Hamid, Mahasiswa S3 Universitas Sahid Jakarta

Inovasi dalam Kampanye Digital Berbasis Teori Resepsi Stuart Hall untuk Meningkatkan Pengaruh di Era Society 5.0
Ilustrasi

Jakarta, Gesuri.id - Teori Resepsi Stuart Hall menjelaskan bahwa makna pesan media tidak ditetapkan secara kaku oleh pengirim, melainkan dibentuk melalui proses interpretasi aktif oleh audiens. Audiens dapat mengadopsi tiga posisi decoding terhadap pesan media:

Dominant Hegemonic Position: Audiens menerima pesan secara penuh dan memahaminya persis seperti yang diinginkan oleh media. Dalam konteks kampanye digital, strategi yang berhasil mungkin mencapai audiens yang berada dalam posisi ini dengan pesan yang jelas dan konsisten.

Negotiated Position: Audiens menilai pesan dengan kritis, menerima sebagian dan menolak sebagian. Kampanye digital harus dirancang untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya tanggapan yang beragam, memungkinkan penyesuaian untuk mengakomodasi berbagai interpretasi.

Oppositional Position: Audiens menolak pesan secara keseluruhan jika tidak sesuai dengan pandangan mereka. Inovasi dalam kampanye digital perlu memitigasi risiko penolakan dengan membangun pesan yang relevan dan berdialog dengan audiens untuk mengurangi resistensi.

Fungsi utama kampanye digital, yaitu struktur organisasi dan prosedur kerja, kehadiran di ruang informasi online, dukungan dalam pengumpulan alokasi sumber daya, dan penggunaan simbol, dapat dioptimalkan dengan menerapkan Teori Resepsi Stuart Hall dalam studi kritis. Struktur organisasi yang efisien memastikan bahwa pesan dikembangkan dan disebarluaskan secara konsisten, sementara prosedur kerja yang terstruktur memungkinkan respons yang adaptif terhadap umpan balik audiens. Teori Resepsi menekankan bahwa audiens tidak menerima pesan secara pasif, melainkan aktif dalam menafsirkannya berdasarkan konteks dan pengalaman mereka sendiri (Bella Juliet Arianita et al., 2021).

Keberlanjutan kampanye digital sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi yang efisien dan prosedur kerja yang jelas, yang menentukan bagaimana sumber daya informasi dialokasikan, aktivitas dievaluasi, dan konten dibuat. Dalam konteks inovasi kampanye digital berbasis Teori Resepsi Stuart Hall, struktur organisasi memainkan peran kunci dalam mengimplementasikan strategi yang responsif terhadap berbagai interpretasi pesan oleh audiens. Teori Resepsi menekankan bahwa makna pesan media dipengaruhi oleh bagaimana audiens menafsirkan pesan berdasarkan konteks sosial dan pengalaman mereka. Oleh karena itu, organisasi kampanye harus memiliki struktur yang memungkinkan alokasi sumber daya yang efektif, penilaian yang berkelanjutan terhadap respon audiens, dan pengembangan konten yang sesuai dengan berbagai posisi decoding dominant hegemonic, negotiated dan oppositional.

Kehadiran yang kuat di ruang informasi online juga krusial untuk keberlangsungan kampanye, karena memungkinkan kampanye untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan berinteraksi secara langsung dengan mereka. Struktur organisasi yang baik dan prosedur kerja yang terencana akan memastikan bahwa kampanye digital dapat beradaptasi dengan berbagai interpretasi pesan dari audiens, menjaga relevansi, dan memaksimalkan dampaknya di era digital. Inovasi dalam kampanye digital yang mempertimbangkan prinsip-prinsip Teori Resepsi akan memanfaatkan teknologi secara optimal dan memastikan bahwa konten kampanye tetap resonan dan efektif dalam berkomunikasi dengan audiens yang beragam (Mayzlin, 2016).

Inovasi dan Media Sosial dalam Era Society 5.0

Dalam Society 5.0, di mana teknologi dan media sosial mendominasi interaksi sosial, kampanye politik harus memanfaatkan platform digital secara efektif.

Penggunaan Media Sosial: Media sosial seperti Instagram dan Facebook merupakan alat penting dalam kampanye politik. Fitur-fitur seperti Video Reels di Instagram menawarkan kesempatan untuk membuat konten yang menarik dan mudah dipahami, yang dapat meningkatkan keterlibatan dan pemahaman audiens.

Kehadiran Digital: Kampanye harus memastikan kehadiran yang kuat di ruang digital, menggunakan saluran yang relevan untuk menyebarkan pesan. Ini melibatkan strategi konten yang adaptif dan penggunaan simbol visual yang resonan dengan audiens.

Teori difusi inovasi mengacu pada proses difusi inovasi yang dikomunikasikan antara anggota sistem sosial ini tentang ide-ide baru tentang perkembangan zaman di berbagai bidang sehingga dapat diterima oleh anggota sistem sosial. Rogers (Rolando, 2020) Difusi didefinisikan sebagai jenis komunikasi di mana konsep baru dan pesan dikomunikasikan sebagai proses melalui berbagai saluran yang digunakan oleh anggota sistem sosial Rogers (Rizal, 2012) sementara inovasi didefinisikan sebagai konsep inovatif yang menghasilkan sesuatu yang baru. Penelitian tentang efek komunikasi adalah inti dari teori ini. dimana orang-orang dalam sistem sosial menggabungkan kemampuan dan pendapat mereka untuk mengembangkan ide-ide baru Melkote (Rolando, 2020). Jadi, perubahan sosial terjadi karena inovasi tersebar di antara anggota sistem sosial.

Inovasi tidak boleh dianggap sebagai berbeda dari kebaruan karena inovasi melibatkan perubahan dalam perilaku. Karakteristik inovasi dalam menjadikam sesuatu yang baru dapat dilihat melalui pengukuran waktu melalui tahapan proses pengambilan keputusan inovatif seperti pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan, dan pengakuan Rogers (Arafat, 2019).

Peneliti percaya teori difusi inovasi sesuai dengan penelitian ini karena terdapat informasi tentang proses komunikasi yang menghasilkan perubahan sosial dalam konteks pembelajaran jarak jauh. Dalam era digital yang berkembang pesat, teori difusi inovasi menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami bagaimana ide dan teknologi baru, seperti kampanye politik digital, disebarluaskan dan diterima oleh anggota sistem sosial. Difusi inovasi mencakup empat elemen kunci: inovasi itu sendiri, saluran komunikasi, waktu, dan sistem sosial. Kampanye digital memanfaatkan teknologi dan media sosial sebagai saluran komunikasi yang efisien untuk menyebarluaskan pesan politik, memanfaatkan waktu dengan cara yang cepat dan biaya rendah, serta menargetkan sistem sosial yang luas dan terhubung Sciffman dan Kanuk (Arafat, 2019).

Komunikasi Politik dan Legitimasi

Komunikasi politik yang efektif berfokus pada membangun legitimasi, yang dapat dicapai melalui berbagai teknik seperti narasi yang kuat, soundbites, dan pengumpulan feedback. Kampanye digital harus melayani berbagai fungsi komunikasi politik, termasuk memberikan informasi, sosialisasi, dan motivasi. Ini juga termasuk mengatasi tantangan seperti penyebaran hoaks dan memastikan transparansi untuk membangun kepercayaan publik, kepemimpinan memainkan peran penting dalam merancang dan melaksanakan strategi komunikasi yang efektif. Teori Resepsi menekankan bahwa makna pesan media tidak ditetapkan secara tetap, tetapi ditafsirkan secara aktif oleh audiens. Oleh karena itu, pemimpin dalam kampanye digital harus menggunakan pendekatan kepemimpinan yang sesuai untuk mencapai hasil yang diinginkan (Jiwani dan Poulin (2017).

Pemimpin yang efektif dalam kampanye digital perlu menggabungkan berbagai teori kepemimpinan untuk menavigasi tantangan dan memanfaatkan peluang di era digital. Transformational Leadership, misalnya, dapat membantu dalam membangun narasi yang kuat dan memotivasi audiens untuk terlibat secara aktif dengan pesan kampanye. Kepemimpinan transformasional mendorong inovasi dan keterlibatan emosional, yang penting dalam menciptakan konten yang resonan dengan audiens yang beragam. Selain itu, Contingency Theory atau Situational Leadership memungkinkan pemimpin untuk menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka dengan situasi dan kebutuhan audiens. Dalam kampanye digital, ini berarti menyesuaikan strategi komunikasi berdasarkan berbagai posisi decoding audiens (dominant hegemonic, negotiated, dan oppositional) sebagaimana dipaparkan oleh Stuart Hall. Ini memungkinkan pemimpin untuk membuat keputusan yang adaptif dan responsif terhadap dinamika audiens dan feedback yang diterima.

Path-Goal Theory juga relevan dalam konteks ini, karena membantu pemimpin menentukan cara terbaik untuk memotivasi tim kampanye dan audiens menuju tujuan bersama—dalam hal ini, membangun legitimasi dan meningkatkan pengaruh pesan kampanye. Pemimpin harus dapat mengidentifikasi dan mengatasi hambatan yang mungkin dihadapi dalam menyampaikan pesan kampanye yang efektif. Dalam menghadapi tantangan seperti penyebaran hoaks dan memastikan transparansi, Skill Theory dan Trait Theory dapat memberikan panduan tentang keterampilan dan karakteristik yang dibutuhkan untuk mengelola komunikasi politik dengan efektif. Kemampuan untuk menangani krisis komunikasi dan transparansi adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik, yang merupakan aspek penting dari legitimasi dalam kampanye digital.

Secara keseluruhan, pemimpin dalam kampanye digital perlu memadukan berbagai teori kepemimpinan untuk menerapkan inovasi yang berbasis pada Teori Resepsi Stuart Hall, dengan mengembangkan strategi komunikasi yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan audiens dan meningkatkan pengaruh pesan di era Society 5.0. (Dr. H. UU Nurul Huda, S.Ag., S.H., 2020). Peran lembaga legislatif seperti MPR, DPR, dan DPD sangat penting karena mereka adalah pilar utama dalam proses pembuatan kebijakan dan pengawasan pemerintahan di Indonesia. Tugas dan wewenang lembaga-lembaga ini mencakup berbagai fungsi kritis seperti mengubah dan menetapkan UUD 1945, melantik dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, serta pembuatan undang-undang dan pengelolaan anggaran. Fungsi-fungsi ini sangat berkaitan dengan komunikasi politik karena proses tersebut memerlukan strategi komunikasi yang efektif untuk membangun dan mempertahankan legitimasi lembaga-lembaga ini di mata publik (Elsye, 2019).

Komunikasi politik yang efektif dari lembaga legislatif melibatkan penyampaian informasi yang jelas dan transparan mengenai kebijakan, keputusan, dan tindakan mereka. Misalnya, DPR memiliki wewenang untuk interpelasi, angket, dan memberikan pertimbangan kepada Presiden, yang berarti mereka harus secara aktif berkomunikasi dengan masyarakat untuk menjelaskan keputusan-keputusan tersebut dan mempertanggungjawabkannya. Keterlibatan aktif dalam komunikasi ini penting untuk mendapatkan dukungan publik dan membangun legitimasi. Selain itu, anggota legislatif yang dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum, seperti anggota DPR RI dan DPD RI, harus menjalankan komunikasi politik yang baik untuk memastikan bahwa mereka memenuhi aspirasi dan kebutuhan konstituen mereka. Mereka harus dapat mengomunikasikan visi, misi, dan program mereka secara efektif agar dapat memperoleh kepercayaan dan dukungan dari pemilih.

Dengan cara ini, legitimasi lembaga legislatif tidak hanya terbangun melalui tindakan dan keputusan yang mereka ambil tetapi juga melalui cara mereka berkomunikasi dengan rakyat dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan (Mubiina, 2020). Pemilihan umum, yang melibatkan pemilihan anggota legislatif secara langsung, juga merupakan arena di mana legitimasi dibangun melalui komunikasi politik. Kampanye politik yang dilakukan oleh calon anggota legislatif, termasuk penggunaan media digital dan strategi komunikasi yang inovatif, sangat berpengaruh dalam memperoleh dukungan publik dan menguatkan posisi mereka di mata pemilih. Secara keseluruhan, komunikasi politik yang efektif dan transparan merupakan kunci untuk membangun dan menjaga legitimasi lembaga legislatif di Indonesia, karena proses ini memastikan bahwa keputusan dan tindakan mereka dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat luas.

KESIMPULAN

Kesimpulan mengenai inovasi dalam kampanye digital berbasis Teori Resepsi Stuart Hall untuk meningkatkan pengaruh di era Society 5.0 dapat disarikan sebagai berikut:

Teori Resepsi Stuart Hall menekankan pentingnya peran aktif audiens dalam interpretasi pesan media. Dalam konteks kampanye digital, ini berarti bahwa pesan kampanye tidak hanya disampaikan kepada audiens secara pasif tetapi juga harus dirancang sedemikian rupa sehingga audiens dapat berpartisipasi aktif dalam menafsirkan dan merespons pesan tersebut. Inovasi dalam kampanye digital harus memperhitungkan berbagai posisi decoding (dominant hegemonic, negotiated, oppositional) untuk memastikan bahwa pesan dapat diterima secara efektif oleh berbagai segmen audiens.

Dengan memanfaatkan Teori Resepsi, kampanye digital dapat dikembangkan dengan pendekatan yang adaptif. Pesan kampanye yang inovatif harus mampu beresonansi dengan pengalaman, konteks, dan preferensi audiens. Ini melibatkan pembuatan konten yang relevan dan menarik, yang dapat dipersonalisasi dan disesuaikan untuk mengakomodasi berbagai interpretasi dari audiens yang berbeda. Penggunaan fitur-fitur teknologi terbaru seperti video reels dan infografis di platform media sosial harus dirancang untuk menarik perhatian dan beradaptasi dengan preferensi audiens.

Keberhasilan kampanye digital juga bergantung pada struktur organisasi yang efektif dan prosedur kerja yang jelas. Dalam konteks inovasi kampanye digital, penting untuk memiliki tim yang dapat mengelola alokasi sumber daya, evaluasi aktivitas, dan pembuatan konten dengan baik. Struktur organisasi yang solid akan memastikan bahwa kampanye dapat dijalankan secara efisien dan responsif terhadap perubahan kebutuhan audiens dan dinamika media sosial.

Strategi komunikasi politik yang cenderung horizontal dan demokratis, di mana ada saling memberi dan menerima antara komunikator dan komunikan, mencerminkan nilai-nilai keterbukaan dan partisipatif. Ini sesuai dengan prinsip Teori Resepsi yang mengakui bahwa audiens aktif dalam proses interpretasi pesan. Kampanye digital yang sukses harus mengadopsi pendekatan ini, memungkinkan dialog dua arah dan umpan balik dari audiens untuk memperbaiki dan menyesuaikan pesan.

Inovasi dalam kampanye digital harus mencakup strategi untuk mengatasi tantangan seperti penyebaran hoaks dan memastikan transparansi. Memanfaatkan teknologi digital secara etis dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan publik sangat penting dalam menjaga legitimasi kampanye politik. Transparansi dalam komunikasi dan kejelasan dalam penyampaian informasi akan membantu menghindari misinformasi dan meningkatkan efektivitas kampanye.

Secara keseluruhan, inovasi dalam kampanye digital berbasis Teori Resepsi Stuart Hall dapat meningkatkan pengaruh di era Society 5.0 dengan memahami dan mengakomodasi berbagai cara audiens menafsirkan pesan, memanfaatkan teknologi secara efisien, dan mengelola komunikasi dengan transparansi dan adaptasi yang baik.

Quote