Ikuti Kami

Intelektual Tumbang Dibungkam Tambang

Oleh : Dzulkifli Kalla Halang / Direktur Melankolis Institute

Intelektual Tumbang Dibungkam Tambang

Jakarta, Gesuri.id - Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alamnya, sering kali menghadapi paradoks yang menyakitkan: di satu sisi, eksploitasi tambang menjadi pilar ekonomi, tetapi di sisi lain, ia menjadi ancaman bagi lingkungan dan masyarakat. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika intelektual perguruan tinggi—kaum akademisi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kebenaran dan kepentingan publik—justru tumbang di hadapan kepentingan industri tambang.

Perguruan tinggi seharusnya menjadi ruang bebas untuk berpikir kritis, meneliti, dan menyuarakan kebenaran. Namun, dalam banyak kasus, akademisi yang bersuara lantang melawan eksploitasi tambang justru diintimidasi, dikriminalisasi, atau bahkan dipaksa diam oleh kekuatan politik dan ekonomi. Beberapa kampus yang seharusnya menjadi benteng ilmu malah menjalin kerja sama dengan perusahaan tambang, membungkam para dosen dan mahasiswa yang berusaha mengkritisi dampak buruk industri ekstraktif.

Faktor utama di balik fenomena ini adalah intervensi modal dan politik dalam dunia akademik. Banyak institusi pendidikan tinggi bergantung pada pendanaan dari perusahaan atau pemerintah, sehingga keberanian akademisi dalam mengungkap fakta sering kali terbentur oleh kepentingan pihak yang lebih kuat. Akibatnya, kajian-kajian kritis tentang dampak tambang terhadap lingkungan dan sosial sering kali dikesampingkan, dan narasi yang mendukung industri ekstraktif justru lebih banyak mendapatkan ruang.

Kondisi ini mencerminkan kemunduran fungsi perguruan tinggi sebagai pengawal moral dan intelektual bangsa. Jika akademisi dibungkam, lalu siapa lagi yang akan berdiri untuk membela hak-hak masyarakat terdampak tambang? Jika ilmu pengetahuan dikendalikan oleh kepentingan bisnis, lalu di mana letak keberpihakan perguruan tinggi terhadap kebenaran dan keberlanjutan lingkungan?

Untuk melawan hal ini, diperlukan keberanian kolektif dari komunitas akademik, mahasiswa, dan masyarakat sipil. Kampus harus kembali menjadi ruang bagi kebebasan akademik dan tidak tunduk pada tekanan industri. Selain itu, transparansi dalam hubungan antara perguruan tinggi dan industri perlu diperkuat agar independensi akademik tetap terjaga.

Jika para intelektual kampus terus tumbang di hadapan kepentingan tambang, maka bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga masa depan bangsa yang kehilangan suara kritisnya.

Untuk membebaskan perguruan tinggi dari cengkeraman industri tambang, langkah nyata harus segera diambil. Salah satu langkah penting adalah memperkuat otonomi akademik agar universitas tidak mudah dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi atau politik tertentu. Perguruan tinggi harus mampu mempertahankan integritas ilmiah tanpa takut kehilangan pendanaan atau mendapat tekanan dari pihak luar.

Selain itu, perlu ada peran aktif dari mahasiswa sebagai agen perubahan. Mahasiswa harus lebih kritis dalam mengawal isu-isu lingkungan dan keberlanjutan, serta berani menentang kebijakan yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Gerakan mahasiswa yang selama ini menjadi motor perubahan sosial harus kembali mengambil peran strategis dalam membela kebenaran dan keadilan.

Peran media juga tidak kalah penting. Jika akademisi dibungkam di dalam kampus, maka media harus menjadi wadah bagi mereka untuk menyampaikan hasil penelitian dan kritik mereka terhadap industri ekstraktif. Kolaborasi antara akademisi, jurnalis, dan aktivis lingkungan akan memperkuat posisi kelompok yang berjuang melawan dampak negatif tambang.

Selain itu, kebijakan pemerintah harus lebih berpihak kepada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat daripada kepentingan industri. Pemerintah harus memastikan bahwa perguruan tinggi tetap menjadi institusi yang bebas dan independen, bukan sekadar alat legitimasi bagi praktik eksploitasi sumber daya alam.

Jika langkah-langkah ini tidak segera diambil, maka ancaman terhadap intelektual kampus akan terus berlanjut. Dunia akademik akan kehilangan fungsinya sebagai benteng moral dan ilmiah, sementara industri tambang akan semakin leluasa mengeksploitasi alam tanpa ada kontrol yang memadai. Pada akhirnya, yang dirugikan bukan hanya para akademisi, tetapi juga generasi mendatang yang harus menanggung dampak dari kehancuran lingkungan dan ketimpangan sosial yang semakin dalam.

Maka, pilihan ada di tangan kita: membiarkan intelektual kampus terus tumbang dibungkam tambang, atau melawan untuk mempertahankan integritas akademik dan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Quote