Jakarta, Gesuri.id - Di saat sedang gencar-gencarnya pertarungan tiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden baik di dalam debat maupun kampanye ternyata nama Presiden Joko Widodo turut pula terseret-seret dianggap tidak netral terhadap keberadaan ketiga pasangan calon tersebut di atas.
Kalangan-kalangan politisi pengamat sosial politik juga kalangan keagamaan termasuk pentolan-pentolan TNI dan Polri bahkan seluruh masyarakat pada umumnya seluruhnya bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan Jokowi.
Akhir-akhir ini yang bersangkutan terlihat sangat mendukung pasangan nomor urut 2, Prabowo-Gibran. Apakah mungkin seorang hebat seperti Jokowi lupa pada tugas dan kewajiban konstitusionalnya sebagai Presiden RI dalam menjaga suksesnya Pilpres 14 Februari 2024 yang akan datang?
Penulis yang bertahun mengenal dan secara berkala selalu bertemu dengan Jokowi turut tercengang dengan apa-apa yang Jokowi lakukan belakangan ini. Sebagai Ketua Dewan Ideologi DPP Persatuan Alumni GMNI penulis merasa bertanggung jawab untuk "membedah” apa yang terjadi dengan Presiden kita belakangan hari ini.
Kronologis isi pertemuan-pertemuan dengan Jokowi sampai dengan saat ini
Penulis mengenal/mengetahui adanya seorang Jokowi di Solo melalui berbagai pihak. Karena di tahun 1970-an penulis sering melakukan perjalanan ke Solo antara lain untuk kepentingan pribadi penulis juga karena penugasan dari DPP PNI Front Marhaenis untuk mengadakan konsolidasi partai ataupun kampanye dalam rangka Pemilu 1971 di era orde baru.
Kala itu penulis mulai mengetahui bahwa ada pengusaha perangkat mebel yang sukses di Solo bernama Joko Widodo dan sebagai pemasok bahan Kayu Jati adalah seorang pengusaha bernama Luhut Binsar Panjaitan. Informasi ini penulis peroleh dari suami pengasuh adik penulis Rachmawati bernama Ibu Hadiatmodjo asli dari Solo. Suaminya juga seorang pengusaha jual beli Berlian.
Belakangan penulis mendengar Joko Widodo terpilih menjadi Walikota Solo. Di era nya Kota Solo dibenahi dengan tekun sehingga dapat menjadi kota tujuan wisatawan khususnya wisatawan domestik. Nama Jokowi mencuat ketika berhasil dengan sukses membereskan Pasar Klewer yang tadinya semrawut menjadi rapi dan otomatis menjadi tujuan wisatawan dalam negeri juga mancanegara.
Karena keberhasilannya di Solo yang bersangkutan kemudian diangkat menjadi Gubernur DKI pada tahun 2012. Begitu pindah ke Jakarta, Jokowi penulis undang makan khususnya dengan tujuan untuk berkenalan dengan penulis beserta keluarga Bung Karno, apalagi penulis mendengar bahwa yang bersangkutan adalah seorang pengagum Bung Karno. Undangan makan tersebut dilaksanakan di Shima Restoran Hotel Arya Duta Jakarta Pusat.
Setelah berkenalan, hampir seminggu sekali selepas Isya penulis sempatkan berkunjung ke kediaman resmi Gubernur DKI di Jalan Suropati Jakarta. tanpa mengadakan perjanjian terlebih dahulu. Biasanya kita mengobrol berbagai masalah dan topik antara lain masalah pasar Tanah Abang yang semerawut sampai dengan masalah-masalah sosial politik yang saat itu berkembang.
Dari pertemuan-pertemuan tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang pengagum berat Bung Karno. Ada satu kejadian yang sangat mendebarkan hati penulis yaitu ketika satu waktu penulis diminta bantuannya oleh 4 orang Jendral aktif maupun purnawirawan untuk menyampaikan pesan agar dalam penyusunan Kabinet sebuah nama tidak dimasukkan sebagai Menteri di dalam jajaran Kabinet Presiden Jokowi. Hal tersebut terjadi ketika Jokowi sudah menjadi Presiden terpilih untuk menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Jokowi spontan menjawab hal tersebut tidak mungkin Ia lakukan mengingat saat itu yang bersangkutan baru mengenal baik dua orang Jenderal TNI. Ketika Jokowi resmi dilantik menjadi Presiden maka otomatis yang bersangkutan harus tinggal di Istana Merdeka dan tidur di kamar Bung Karno. Ketika pada suatu saat kita bertemu yang bersangkutan mengutarakan tidak dapat tidur semalaman karena udara terasa amat panas walaupun kamar Bung Karno tersebut dilengkapi dengan AC.
Akhirnya Presiden Jokowi memutuskan bahwa Presiden sekeluarga akan menetap di Paviliun Banyu Rini di kawasan Istana Bogor. Untuk pembaca ketahui Paviliun Banyu Rini dibangun oleh Bung Karno sebagai tempat Bung Karno menulis konsep pidato kenegaraan 17 Agustus sekaligus tempat shalat dan merenung bila Bung Karno sedang menghadapi situasi kenegaraan yang gawat, misalnya saja ketika harus menghancurkan keberadaan DI/TII yang didirikan oleh sahabatnya ketika mondok di kediamannya Haji Oemar Said Tjokroaminoto bernama Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.
Di era tersebut penulis tetap secara rutin berkunjung ke Istana Bogor untuk menemui Jokowi sebagaimana biasa bertukar pikiran berbagai masalah yang menyangkut pribadi penulis maupun sosial politik yang berkembang di Masyarakat. Biasanya dalam pertemuan tersebut turut hadir Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Sedangkan penulis selalu didampingi oleh cucu lelaki penulis Syahandra yang amat berminat dalam bidang politik.
Pada era kedua menjabat Presiden pada pertemuan dengan penulis di Istana Merdeka Jakarta, yang bersangkutan bertanya serius kepada penulis siapa kira-kira seorang figur yang nantinya dapat meneruskan program-program yang sudah dan akan dilaksanakan oleh Presiden di kelak kemudian hari. Secara tegas dan spontan penulis menjawab figur yang pantas adalah Ganjar Pranowo yang kala itu baru saja menjabat Gubernur Jawa Tengah.
Pertemuan selanjutnya dengan penulis membahas masalah ditunjuknya putra tertua Presiden yang Walikota Solo menjadi cawapres dari capres nomor urut 2 Prabowo Subianto. Penulis bertanya dan mengatakan pada Jokowi apakah Gibran Rakabuming Raka sudah siap untuk menjadi Wakil Presiden? Karena menurut hemat penulis yang bersangkutan masih terlalu muda untuk menjadi Wakil Presiden dalam sebuah negara dan bangsa yang penuh dengan perubahan-perubahan geostrategis yang amat cepat. Juga usia dan pengalaman berpolitik praktis yang bersangkutan masih jauh dari yang dibutuhkan oleh seorang Wakil Presiden NKRI. Jokowi rupanya enggan menjawab atau mengomentari pertanyaan-pertanyaan penulis tersebut kecuali hanya mengangguk-anggukkan kepala saja.
Penulis mencoba mengemukakan agar usia menjadi Presiden dan Wakilnya mengikuti saja usia Bung Karno dan Bung Hatta ketika terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden yaitu 44 tahun untuk Presiden dan 43 tahun untuk Wakil Presiden. Lagi-lagi tidak mendapatkan respon dari Jokowi.
Ketika Indonesia diserang oleh setan siluman Covid-19 penulis bertemu lagi dengan Presiden di Istana Merdeka. Penulis ketika itu mempermasalahkan mengapa sampai dengan saat itu Bung Karno belum mendapatkan hak konstitusionalnya yakni sebuah rumah untuk pribadi Bung Karno. Jokowi justru kaget karena mengira rumah di Jalan Batu Tulis Bogor adalah pemberian pemerintah yang nyatanya tidak demikian.
Jokowi segera menjanjikan akan menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin yang dalam kenyataannya hingga saat ini belum juga terlaksana.
Dalam perjalanan waktu ternyata masyarakat dibuat heboh dan bingung dengan langkah-langkah Jokowi yang secara menyolok berfoto serta adanya baliho-baliho disamping itu kerap pergi ke daerah-daerah bersama-sama dengan calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan juga sesekali bersama-sama calon Presiden nomor urut 1.
Sebagai pemerhati sosial penulis dihujani pertanyaan-pertanyaan ada apa dengan Jokowi melalui baik telepon, WA bahkan didatangi oleh tokoh-tokoh masyarakat ataupun kelompok-kelompok relawan relawan yang keseluruhannya merasa gundah. Mereka beranggapan bahwa Jokowi sudah meninggalkan dan melepaskan dukungannya pada calon Presiden Nomor 3 Ganjar Pranowo.
Semua pihak-pihak yang penulis hubungi tidak satupun yang dapat memberikan jawaban yang masuk akal dan memuaskan rasa penasaran penulis. Untuk itu penulis merasa sangat perlu dalam waktu yang dekat dapat bertemu dengan Presiden Jokowi untuk mendapatkan informasi langsung dari yang bersangkutan. Ternyata ada kesempatan emas yang dapat penulis gunakan untuk bertemu dengan Presiden yaitu ketika ulang tahun kemerdekaan RI yang ke-78 di Istana Merdeka; secara "nekat” penulis hampiri Presiden Jokowi dan sambil bersalaman penulis bertanya serius apakah benar saat itu Jokowi sudah tidak berpendirian seperti semula yaitu mendukung Ganjar Pranowo sebagai penerusnya?
Jawabannya sangat meyakinkan penulis yaitu yang bersangkutan tetap pada pendirian semula yakni mendukung figur Ganjar Pranowo untuk menjadi Presiden pada tahun 2024!
Bukan itu saja Presiden mengizinkan penulis memberikan penjelasan terbuka mengenai pendirian Jokowi tersebut yang tetap konsisten pada pendirian semula. Kelegaan penulis ternyata tidak berlangsung lama karena tindak-tanduk Jokowi selanjutnya bertambah terang-terangan mendukung calon Presiden Prabowo Subianto yang cawapresnya adalah Gibran Rakabuming Raka ditambah lagi secara sangat terbuka mendukung putranya Kaesang Pangarep yang menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dengan begitu bagi penulis timbul pertanyaan yang mendasar yaitu apa sebenarnya maunya Jokowi sebagai Presiden RI saat ini?
Apakah ada tekanan dari pihak-pihak tertentu yang menghendaki NKRI Chaos?!