Ikuti Kami

Jokowi Ma'ruf Tetap Jadi Pilihan Emak-Emak di Pilpres 2019

Slogan pasangan nasionalis-relijius, dari Jokowi-Ma'ruf Amin menjadi peneduh bagi golongan emak-emak yang tetap optimis dan fokus kerja

Jokowi Ma'ruf Tetap Jadi Pilihan Emak-Emak di Pilpres 2019
Program pemberdayaan masyarakat terutama kaum perempuan di era pemerintahan Jokowi

ADA yang seru dalam gelaran Pilpres 2019 kali ini. Emak-emak menjadi narasi baru di media sosial yang sengaja dimunculkan ke permukaan untuk menggaet simpati demi menjaring suara yang tinggi dalam persaingan perebutan kursi nomor satu di republik kita tercinta. Emak-emak disimbolkan sebagai bagian dari golongan masyarakat yang dianggap mengalami langsung masalah ekonomi dan bergelut dengan harga bahan-bahan pokok di pasar.  Hingga persoalan rumah tangga lainnya yang kerap mendera emak-emak.

Bila menilik data Pemilu 2019, potensi suara pemilih perempuan bisa dibilang sangat besar yaitu mencapai 93 juta orang. Sedangkan untuk pemiih laki-laki mencapai 92 juta orang. Data itu berasal dari 185.639.674 pemilih yang tersebar di 34 provinsi seluruh Indonesia. Tentu suara yang sedemikian besar ini menjadi kue manis yang enak untuk diperebutkan.

Maka tidak mengherankan bila kemudian munculah narasi Partai Emak-Emak yang sengaja dihembuskan oleh pihak lawan demi menggaet simpati dari emak-emak itu sendiri. Narasi itu dibentuk sedemikian rupa sehingga seolah-olah emak-emak menjadi korban utama dari permainan kaum elitis di negeri ini. Tentunya ini bisa menjadi bola salju yang membesar jika saja narasi itu berhasil menggaet emak-emak berkategori baper yang mudah tersulut dan dipengaruhi oleh narasi fiksi yang tanpa dasar tersebut.

Strategi playing victim yang dimainkan pihak lawan ini haruslah diwaspadai sejak dini. Cara-cara seperti ini pernah dimainkan SBY yang menjual citra sebagai korban dari permainan elitis sehingga sering mengeluarkan kata-kata prihatin. Maka kubu sebelah mencoba mengemasnya itu dengan visualisasi Sandiaga Uno yang diperankan sebagai sosok yang gagah dan tampan. Bahkan Sandi juga gembar-gembor siap memakmurkan emak-emak agar harga pangan makin terjangkau. Padahal sepak terjang Sandi saat menjadi wagabener Jakarta juga sangat buruk.

Tentu bagi emak-emak yang tidak mengikuti dinamika politik nasional mudah termakan dengan strategi tersebut. Maka narasi itu hanyalah tinggal menjadi pepesan kosong yang belum tentu terwujud dalam kerja nyata yang lebih mengedepankan peran-peran strategis perempuan terutama pemberdayaan ekonomi bagi kalangan emak-emak. Inilah yang harus diantisipasi bersama, bahwa pihak lawan sedang mencoba memainkan strategi playing victim, kemudian masuk perangkap dan diobralah janji-janji manis tersebut. Baru setelah mendapatkan suara yang diincar, mereka menjadi lupa diri seolah-olah tidak mau mengenal lagi emak-emak yang dulu sudah berjasa untuk mereka.

Sebenarnya bila mau dicerna dengan lebih jernih, masalah yang mendera kaum emak-emak ini sudah ada sejak jaman baheula. Setiap rumah tangga kerap merasakan kekurangan dan kesulitan ekonomi. Tapi kadarnya berbeda-beda tergantung seberapa besar rasa syukur emak-emak kepada Tuhan. Jika kerap mengeluh maka tentu makin sulit hidupnya. Sebaliknya, jika hidupnya banyak bersyukur tentu akan adem ayem saja sambil tetap mencari jalan untuk keluar dari kesulitan hidup.

Maka yang kemudian muncul adalah emak-emak yang optimis yang selalu bersyukur dengan tetap fokus pada kerja, kerja, kerja. Strategi ini kemudian menjadi cara ampuh untuk melawan hegemoni emak-emak frustasi dengan beban hidup yang tinggi dan hanya bisa mengomel-ngomel atau mengeluh karena keadaan tanpa upaya mencari jalan keluar. Tentu hal ini juga membuat para suami tidak nyaman dalam mencari nafkah karena pasangan yang suka ngedumel.

Slogan pasangan nasionalis-relijius, dari Jokowi-Ma'ruf Amin menjadi peneduh bagi golongan emak-emak yang tetap optimis dan fokus kerja bahwa roda kehidupan tidak selamanya berada di bawah. Golongan emak-emak optimis ini tetap yakin bahwa solusi dari masalah ekonomi adalah tetap bergerak, bekerja dan fokus menjalin networking.

Jokowi sudah membuktikan hal itu. Ini bisa terlihat dari langkah pemerintahan Jokowi yang selalu melibatkan kaum perempuan dalam program bantuan sosial khususnya program pengentasan kemiskinan. Bahkan program tersebut terintegrasi dengan program pemberdayaan perempuan sehingga emak-emak bisa mendapatkan posisi dan peran yang signifikan.

Beberapa program yang melibatkan pemberdayaan perempuan adalah Program Keluarga Harapan dan Beras Sejahtera. Melalui program itu, beban pengeluaran rumah tangga bisa berkurang sehingga berujung pada pengentasan kemiskinan. Jokowi juga menjalankan program dana desa yang tentunya dapat memperdayakan kaum perempuan hingga pedesaan. Tentu masih banyak lagi program pemberdayaan perempuan yang banyak berhasil dijalankan.

Masih kurang bukti? Tengoklah saat perayaan hari raya Idul Fitri tahun lalu yang biasanya selalu diikuti bayang-bayang kekuatiran kurangnya pasokan daging dan bahan pokok lainnya sehingga menimbulkan gejolak ketidak pastian, maka selama pemerintahan Jokowi hal tersebut bisa dirasakan cukup adem ayem saja.

Lalu untuk masalah stunting atau pengentasan gizi buruk, pemerintah terus bergerak. Program "Indonesia Layak Anak 2030 dan Generasi Emas 2045" terus digenjot dan pemerintah juga mengalokasikan anggaran pada 2018 sebesar Rp 49 triliun untuk mengatasi problem gizi spesifik dan gizi sensitif. Total anggaran itu di luar dari alokasi dana desa yang berjumlah Rp60 triliun pada tahun ini.

Intervensi gizi spesifik mencakup pembinaan fasilitas persalinan, penyediaan makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis (KEK), dan pembinaan pelaksanaan sanitasi total. Sementara, intervensi gizi sensitif meliputi pengawasan produk pangan, pelatihan pengasuhan anak, dan bimbingan perkawinan pra-nikah. Pemerintah juga menargetkan angka stunting yang saat ini berjumlah 37,2 persen turun menjadi satu digit di bawah 10 persen.

Untuk itu penanganan stunting di desa harus terintegrasi mulai dari pembangunan posyandu, penyediaan makanan sehat, pembangunan sanitasi dan air bersih, balai pengobatan desa, dan lainnya. Dan itu bisa terintgerasi dengan menggunakan dana desa yang sudah dikucurkan tersebut.

Dengan berbagai program pemberdayaan emak-emak itu maka Partai Emak-Emak bisa menjadi aspirasi produktif yang merespon langsung berbagai persoalan perempuan hingga ke akar rumput. Jokowi sudah melakukannya dan tidak sebatas menjual fiksi belaka atau hanya menjadi narasi elitis yang tidak beretika. Maka tidaklah mengherankan jika kemudian LSI versi Denny JA menyebut bahwa 50,2 % emak-emak lebih memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf untuk lanjut lagi selama dua periode. Dari survei itu jelas membuktikan bahwa dukungan emak-emak terhadap Jokowi-Ma'ruf masih sangat tinggi karena emak-emak sudah melihat dan merasakan langsung hasilnya.

 

 

Quote