Jakarta, Gesuri.id - Bagi PDI Perjuangan, partai pemenang dua kali pemilu terakhir secara berturut turut, 2014 dan 2019, menentukan capres dalam kontestasi Pilpres 2024 bukan sekedar urusan tren 'elektabilitas' dalam peta survei opini publik yang dijejalkan sejumlah lembaga survei di ruang publik.
Bukan berarti PDI Perjuangan tidak memandang hasil survei tidak penting. Survei etis-metodis adalah khazanah intelektual dalam menangkap kehendak rakyat saat itu juga. Survei adalah wujud kemajuan ilmu pengetahuan yang perlu kita junjung tinggi. Sebab dengan ilmu pengetahuanlah peradaban kita kian bisa maju.
Di luar ukuran survei, PDI Perjuangan berpandangan perlu diajukan timbangan maha penting terhadap para calon pemimpin, apalagi pemimpin nasional. Calon pemimpin haruslah telah mendekati paripurna pemahaman dan perilaku sosialnya dalam memedomani Pancasila, UUD 1945, keyakinan atas NKRI serta sikapnya dalam ber-bhinneka tunggal Ika.
Amat membahayakan bila sosok pemimpin nasional, punya elektabilitas tinggi karena memainkan isu receh, dan membuat rakyat terpincut sesaat, tetapi di dalam alam pikir dan sikap sosialnya meragukan, atau setidaknya menikmati keuntungan politik dari gerakan gerakan yang membahayakan dari keempat iman bernegara di atas.
Baca: FX Rudy Puji Ganjar Masih Bungkam Soal Isu Capres
Jangan karena nafsu kekuasaan, dan hasrat berburu sumber daya bagi kemenangan kelompoknya, apapun bisa dibarterkan, termasuk tidak peduli meski negara harus terserempet bahaya, termasuk berjalan beriring dengan entitas sosial-politik yang secara terang benderang berkehendak mengganti Pancasila, merubah NKRI, dan mensubordinasikan keragaman di bawah dominasi kelompoknya.
Belakangan ini tampak begitu hilir mudiknya elit politik bermain zig zag. Saling anjang sana sangat penting, merawat silaturahmi begitu dianjurkan oleh nilai nilai sosial kita, sayangnya berhenti pada retorika di depan media. Tokoh tokoh moncer dari hasil survei sedemikian rupa ditawarkan, bahkan jadi komoditas.
Seharusnya rakyat berhak tahu, kewajiban partai untuk menyuguhkan hasil 'due diligence' terhadap calon pimpinan nasional dengan timbangan yang lengkap, atas rekam jejak, kapasitas, dan iman bernegaranya, bukan sekedar elektabilitas yang sesungguhnya bisa di create.
Safari dan silaturahmi PDI Perjuangan ke partai-partai akan terus berlanjut. Silaturahmi ini tidak menawarkan bakal calon presiden, sebab hal itu merupakan kewenangan Ketua Umum PDI Perjuangan. Silaturahmi yang dipimpin oleh Mbak Puan untuk merawat memori kolektif diantara tokoh tokoh partai tentang arah, dan garis garis penting kita berbangsa dan bernegara.
Kenapa PDI Perjuangan masih berkutat pada soal soal seperti ini? Sebab PDI Perjuangan melihat ada erosi besar terjadi. Elektabilitas menyihir semuanya, seolah kelompok politik bisa tamat, atau kehabisan periuk, atau tertinggal kereta bila tidak menopang sosok dengan elektabilitas tinggi.
PDI Perjuangan akan terus mengingatkan partai-partai sebagai sejawat politik, bawah kontestasi Pilpres 2024 tidak sekedar merebut atau mempertahankan kekuasaan. Partai-partai memegang tiket penting bagi suksesi kepemimpinan nasional. Penggunaan tiket itu akan sangat menentukan arah bangsa dan negara ke depan. Oleh sebab itu, 'azimat' harus digunakan dengan sepenuhnya timbangan hikmat kebijaksanaan, bagi keselamatan bangsa dan negara.
Sebagai partai pemenang pemilu, PDI Perjuangan juga tidak menikmati ayunan politik untuk menunda pemilu 2024. Garis-garis konstitusi tidak untuk jadi alat gocekan politik sesaat. Hentikan manuver-manuver soal ini, ongkosnya sangat mahal.
Penundaan pemilu dengan konsekuensi perpanjangan masa jabatan presiden bukan 'jalan pintas' pilihan politik PDI Perjuangan. Hal ini tercermin kuat dalam pidato politik Hj. Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDI Perjuangan pada puncak acara resepsi Hari Ulang Tahun (HUT) ke - 50 PDI Perjuangan (10/1/2023) di Jiexpo Jakarta di hadapan ribuan kader PDI Perjuangan termasuk Presiden RI, Ir. Joko Widodo - notabene kader PDI Perjuangan.
"Kita harus taat pada UUD 1945 dan berpedoman pada Pancasila. Kita telah sepakat semua. Susah payah lho kita menjaga negeri ini utuh, makanya kalau sudah dua kali ya maaf dua kali," ujar Megawati dalam pidato HUT ke - 50 PDI Perjuangan di atas.
Bagi PDI Perjuangan, memaknai pemilu adalah mekanisme konstitusional untuk mensirkulasi kekuasaan secara damai, dan bermartabat melalui jalan demokratis seperti yang dimandatkan oleh UUD RI Tahun 1945 pasal 22E bahwa pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
PDI Perjuangan berkewajiban menjaga hak hak politik warga negara dalam ikut terlibat menentukan pemimpin nasional dan wakil wakilnya di legislatif, sehingga tidak dapat ditukar, tambah dengan sharing keuntungan, dan membiarkan pragmatisme kekuasaan politik bersifat elitis.
Kami melihat rakyat bukan sekedar kekuatan mobilisasi, maknai yang lebih penting, rakyat adalah daulat kekuasaan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu jangan terbersit untuk mengambil daulat itu melalui kesepakatan elit.
Berlakulah pada kesejatian sebagai tokoh bangsa dalam mengelola negara. Saya melihat betapa Ibu Megawati Soekarnoputri sangat berhati hati dalam mengambil keputusan strategis. Beliau mengambil keputusan dalam 'hening' untuk menjauhkan dari tunggangan hasrat, tidak dalam hiruk pikuk dan tukar menukar kepentingan sesaat.
Baca: Banteng Tana Toraja Terus Matangkan Persiapan Pemilu 2024
Mandat prerogatif yang diberikan oleh kongres partai justru beliau bayar dengan kehati hatian. Tidak goyah pada tekanan, rayuan, apalagi imbalan sebagai dasar putusan. Laku spiritual inilah yang memancarkan energi kepatuhan pada diri setiap kader disaat Ibu Ketua Umum telah menentukan putusan.
Ikatan batin (bonding) itulah yang merawat kepercayaan basis PDI Perjuangan terhadap Ibu Ketua Umum. Arus massa setia, sampai gepeng melu banteng, sebaliknya Ketua Umum mendekap kesetiaan itu dengan setia pada garis massa. Selalu mengingatkan jajaran struktural partai, 'turun ke bawah, turun ke bawah'.
Hubungan inilah yang meneguhkan sikap Ibu Ketua Umum untuk tidak ikut ikutan zig zag politik segenap elit akhir akhir ini. Sebaliknya malah mengingatkan kepada segenap petugas partai untuk melayani rakyat melalui kerja kerja kerakyatan, harus terus pegang holopis kuntul baris.
Situasi inilah yang menyebabkan PDI Perjuangan tidak merasa perlu untuk teatrikal politik. Bukan juga lantaran PDI Perjuangan telah memenuhi syarat pencalonan presiden, sekali lagi bukan itu. Tapi pilihan untuk tegak lurus berhikmat kepada arus bawah. Toh pada waktunya, Ibu Megawati Soekarnoputri akan mengambil keputusan itu.
Mari kita tunggu.