MEGAWATI Seokarnoputri adalah icon perjuangan perempuan Indonesia jauh sebelum Reformasi digulirkan. Putri biologis sekaligus ideologis dari Sang Proklamator Sukarno itu memilih berjuang melalui politik, meskipun dilaluinya dengan ‘berdarah-darah’ di masa Orde Baru.
Ia memilih untuk terus mengorganisir rakyat melalui jalan kepartaian. Berjuang meluruskan jalan demokrasi penuh manipulatif Orde Baru, hingga benar-benar mewujukan demokrasi yang sejati, demokrasi khas Keindonesiaan bukan demokrasi ala barat. Ya, demokrasi yang dijalani dalam sebuah bingkai “Bernegara dengan Satu Keyakinan Ideologi”.
Sebagai seorang Pemimpin, Megawati bisa dibilang berhasil. Buktinya, Ia sukses melahirkan banyak pemimpin baru hasil dari sebuah pengkaderan ideologis di PDI Perjuangan.
Karena sejatinya kepemimpinan itu memang harus diciptakan. Seorang pemimpin lahir bukan karena faktor keturunan, namun ia tumbuh dari lingkungan yang mendidiknya menjadi layak untuk besar dan berpengaruh.
Megawati hadir di tengah hegemoni politik maskulin. Politik dan kekuasaan yang dikelola dengan tangan besi. Ketua Umum PDI Perjuangan itu menjelma menjadi pemimpin politik paling berpengaruh dari sebuah partai politik terbesar di Republik. Tidak mudah untuk mencapai posisi tersebut. Megawati menjalaninya dengan penuh konsistensi. Sosok Negarawan yang teguh prinsip.
Pendiriannya kokoh seperti karang. Megawati adalah pejuang demokrasi yang mendobrak pongahnya rezim otoritarianisme. Tokoh bangsa berjiwa Pancasilais sejati yang belum tergantikan hingga detik ini.
Ia dikenal sebagai pendekar demokrasi yang teduh karena menjalankan praktik politik berkeadaban. Kepemimpinannya diakui dunia. Bisa dibilang, Megawati salah satu pemimpin perempuan di dunia yang cukup fenomenal dan tangguh dalam tiga dekade belakangan.
Presiden RI kelima itu merupakan sosok pejuang ideologis, pewaris sekaligus penjaga ideologi Pancasila 1 Juni 1945 yang digagas Bung Karno bersama tokoh bangsa lainnya.
Warisan luhur lain dari ayahnya yang tetap dijalankan dengan penuh dedikasi adalah semangat berpolitik untuk menentang segala bentuk penjajahan yang menindas rakyat. Indonesia Raya adalah tujuan utamanya dalam jalan panjang pengabdian yang penuh tantangan dari setiap zaman.
Megawati dengan pembawaannya yang selalu tenang dan terkesan kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi sesungguhnya dalam hal-hal tertentu ia memiliki determinasi dalam kepemimpinannya. Contohnya terkait persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh Nanggroe Darussalam.
Gaya kepemimpinannya yang anti kekerasan itu tepat sekali untuk menghadapi situasi bangsa yang sedang memanas. Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran.
Ia cukup lama dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi ketika keputusan telah diambil, ia tidak akan berubah lagi. Gaya kepemimpinan seperti itu bukanlah suatu kelemahan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Menteri di zaman Bung Karno, Frans Seda: "Dia (Megawati) punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya."
Dalam memimpin PDI beberapa tahun menjelang kejatuhan Rezim Orde Baru hingga melanjutkan perjuangan kaum Nasionalis Marhaen dalam PDI Perjuangan, tentu Megawati jatuh bangun dalam membesarkan partai. Seperti kata bijak, kegagalan itu biasa. Seseorang diukur bukan saat ia sukses, melainkan saat jatuh dan mampu bangkit lagi.
Selama 10 tahun menjadi oposisi, PDI Perjuangan mengajarkan bangsa ini bagaimana mengelola partai yang konstruktif bukan destruktif. Sebagai kelompok oposisi, PDI Perjuangan dalam kepemimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil menjadi bagian dari pilar demokrasi yang berperan sebagai bagian dari pengontrol pemerintah serta penjaga keseimbangan dalam kehidupan berdemokrasi.
Perdamaian Dunia
Gaya kepemimpinan Megawati yang mempersatukan dan selalu menjadi yang terdepan dalam menjalankan praktik politik rekonsiliatif turut berkontribusi menjadikan Indonesia hingga saat ini dikenal sebagai salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia yang sukses menjalankan demokrasi sebagai sistem politiknya.
Hal itulah yang membawa Megawati diminta sumbang sarannya dalam sebuah forum bertaraf internasional: World Forum Perdamaian Dunia (World Peace Forum) ke-8 yang diselenggarakan Tsinghua University di Beijing, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Senin (8/7/2019).
Dalam menyampaikan pidato di hadapan sejumlah perwakilan negara di dunia hingga dihadiri juga mantan Perdana Menteri Singapura yang sekaligus pimpinan delegasi Singapura Goh Chok Tong, mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai, mantan Perdana Menteri Belgia Herman Van Rompuy, dan mantan Menlu Rusia Igor Ivanov, Megawati begitu mengagumkan dan inspiratif.
Gagasan besarnya tentang perdamaian dunia sejatinya sangat menggugah dunia. Ia berhasil membuka mata negara-negara maju dan juga bekembang untuk bersama-sama menjadi penghuni yang baik di bumi. Yang menjunjung tinggi perdamaian dunia dengan asas musyawarah mufakat yang menjadi jati diri Bangsa Indonesia dalam kesuksesannya menjalani praktik kehidupan berdemokrasi.
Megawati dalam pidatonya di World Peace Forum ke-8 itu juga seperti membawa api perjuangan Bung Karno dengan semangat anti kolonialisme dan imperialisme.
Dunia, dikatakan Megawati, juga telah mengalami berbagai contoh kesengsaraan yang diakibatkan oleh perang. Dari perang dunia, konflik Semenanjung Korea, konflik di Timur Tengah dan lainnya. Begitu banyak juga inisiatif baik perdamaian lewat Konferensi Asia Afrika 1955, Gerakan Non-Blok yang memang merupakan ide besar Bung Karno bersama tokoh-tokoh bangsa saat itu, hingga kerja-kerja Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Bisa dibilang pertemuan internasional itu telah menyentil dua negara adi daya di dunia saat ini: Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang sedang memanas akibat perang dagang diantara keduanya.
Bahkan ditegaskan oleh Megawati: “Nasib umat manusia tidak dapat ditentukan oleh hanya segelintir bangsa atau golongan yang merasa dirinya besar dan kuat, paling benar dan suci. Setiap bangsa, sekecil apapun, berhak bersuara.”
Sebagai kader dan warga PDI Perjuangan, kita patut berbangga memiliki seorang Ketua Umum yang kepemimpinan dan gagasannya diakui dunia. Bahkan wejangannya terkait perdamaian dunia akan dikenang sebagai pengingat pesan perdamaian dunia saat ini dan di masa mendatang. Merdeka!