Ikuti Kami

Menakar Intensif Pemda Untuk Tangani Pandemi COVID-19

Oleh: Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Ketua Bidang Perekonomian DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah.

Menakar Intensif Pemda Untuk Tangani Pandemi COVID-19
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah.

Jakarta, Gesuri.id - Usai sudah pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan secara serentak di 270 daerah. Pelaksanaan Pilkada tahun 2020 terasa sangat berbeda karena dilaksanakan di tengah pandemi COVID-19.

Oleh karena itu, tidak salah jika kepala daerah terpilih disebut dengan kepala daerah generasi pandemi COVID-19. Sebagai kepala daerah yang terpilih di masa pandemi, maka seyogyanya para kepala daerah terpilih tersebut memiliki kesamaan “frekuensi” dalam menghadapi gelombang pandemi Covid-19 ini mulai dari pencegahan, penanganan, sampai dengan respon terhadap berbagai dampak buruk yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19 ini. 

Efek negatif paling besar yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19 ini adalah efek terhadap kondisi ekonomi. Pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan gelombang kejut sangat besar yang menghantam ekonomi dari dua sisi sekaligus. 

Gelombang kejut ini telah menimbulkan guncangan yang sangat besar (economic wide shock) terhadap stabilitas perekonomian baik dalam lingkup global, nasional, sampai ke tingkat regional daerah. 

Baca: Kiki Handoko Bantu Warga Korban Banjir Taman Sari

Efek ekonomi paling terasa selama masa pandemi adalah masuknya Indonesia ke dalam jurang resesi. Berdasarkan data kuartal III tahun 2020, perekonomian Indonesia secara teknis telah resmi masuk ke dalam jurang resesi. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2020 terkontraksi 3,49% setelah pada kuartal sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 5,32%. 

Kondisi ini menjadikan Indonesia mengikuti jejak negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam jurang resesi ekonomi seperti Amerika Serikat, Italia, Inggris, Prancis, Jerman, Korea Selatan, Jepang, Singapura, Filipina, dan Thailand. Pandemi COVID-19 telah meluluhlantahkan seluruh aktivitas dan fundamental perekonomian dari tingkat nasional sampai tingkat regional. 

Hampir tidak ada pelaku ekonomi di seluruh wilayah Indonesia yang mampu bertahan dan mengambil keuntungan dari terjadinya krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 ini. 

Bahkan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang pada krisis ekonomi tahun 1998/1998 dan 2008 mampu menjadi penyelamat, pada resesi ekonomi saat ini menjadi korban yang paling menderita. Guncangan ekonomi yang terjadi di dua sisi sekaligus (supply dan demand) mengakibatkan langkah pemulihan ekonomi semakin berat. Alternatif kebijakan yang dimiliki pemerintah pusat dan pemerintah daerah semakin terbatas seiring dengan ruang fiskal yang semakin menyempit. 

Pendapatan negara berkurang signifikan karena negara hampir kehilangan seluruh sumber pendapatannya. 

Dan di sisi lain negara membutuhkan tambahan pendapatan yang sangat besar untuk menyusun program penanggulangan pandemi COVID-19 mulai dari program testing, tracing, sampai treatment. 

Percepatan Program Pemulihan Ekonomi 

Efek pandemi COVID-19 yang telah meluluhlantahkan seluruh sendi-sendi perekonomin nasional dan regional telah mendorong pemerintah untuk menyusun kebijakan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). 

Langkah ini merupakan langkah tepat yang perlu diapresiasi dan didukung semua pihak. Namun tentunya, pemerintah bukanlah tukang sulap yang mampu mengubah kondisi dalam sekejap dengan hanya bermodalkan jampi-jampi dalam kitab perundang-undangan. 

Proses perbaikan ekonomi diyakini tidak akan berlangsung instan dalam sekejap walaupun vaksin virus COVID-19 telah ditemukan dan diberikan kepada seluruh masyarakat dunia. 

Proses perbaikan diyakini akan berlangsung secara gradual, bertahap seiring dengan proses pembangunan kembali berbagai sarana dan infrastruktur penunjang yang telah porak poranda selama masa pandemi. 

Para pelaku industri memerlukan waktu untuk membangun kembali sistem produksi mereka mulai dari rekruitmen tenaga kerja, manajemen produksi, sistem informasi, sampai dengan proses pemasarannya. 

Bahkan bagi industri-industri tertentu yang selama ini tidak terbiasa dengan penggunaan platform ekonomi digital, mereka akan membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi dan menyesuaikan dengan perilaku kebiasaan baru yang terbentuk setelah pandemi. 

Dalam ilmu manajemen produksi perusahaan, tahapan pembangunan kembali ini masuk ke dalam fase awal eksistensi perusahaan yang memerlukan banyak sumber daya. Dalam fase ini, perusahaan memerlukan anggaran yang besar untuk berinvestasi di faktor-faktor produksi. Perusahaan belum bisa menikmati keuntungan ekonomi yang dihasilkan. 

Berbagai keuntungan usahanya akan diarahkan untuk menutupi berbagai modal yang telah dikeluarkan sebelumnya sehingga pada fase ini perusahaan masih sangat rentan dan penuh risiko. 

Bagi perusahaan, pada fase ini peran pemerintah sangatlah diperlukan. Pemerintah harus menjaga stabilitas dan kondusifitas iklim berusaha sehingga perusahaan mampu berproduksi pada tingkat yang optimal. 

Bahkan lebih jauhnya, pemerintah harus memberikan dan menyusun berbagai program insentif dan relaksasi sehingga proses recovery ini bisa berlangsung lebih cepat. 

Proses pemulihan ekonomi nasional bisa berjalan lebih cepat jika pemerintah mampu mendorong kinerja sektor industri pada kondisi optimalnya. 

Pada konteks ini maka program insentif pemerintah untuk dunia usaha – terutama UMKM – masih sangat diperlukan. 

Peran Pemerintah Daerah 

Sejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah pada tahun 2004 silam, pemerintah daerah telah menjadi lokomotif utama dalam mendorong dan menggerakkan perekonomian daerahnya. 

Oleh karena itu, keberhasilan program percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi ini sebenarnya berada di tangan pemerintah daerah. Sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memiliki berbagai instrumen yang bisa digunakan untuk mendorong akselerasi pemulihan ekonomi di tingkat regional terutama untuk mendorong sektor industri di daerah. 

Melalui kebijakan fiskal daerah, pemerintah daerah bisa memilih dan menentukan program insentif dan relaksasi yang paling efektif dalam mendorong kinerja sektor industri di daerah. 

Dan dalam waktu bersamaan, melalui koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) perwakilan daerah, pemerintah daerah bisa menyusun insentif dan relaksasi kebijakan moneter sehingga proses pemulihan ekonomi di daerah bisa berjalan dengan baik bahkan jauh lebih efektif dan lebih cepat dari pemulihan ekonomi nasional. Program insentif dan relaksasi tersebut, baik fiskal maupun moneter, harus bisa menyentuh dua sisi sekaligus, demand dan supply. 

Selama ini, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah dan sedang melakukan program pemberian insentif dan relaksasi tersebut baik dari sisi supply maupun demand. Bantuan modal usaha produktif untuk usaha mikro, subsidi suku bunga, relaksasi dan restrukturisasi pajak merupakan program-program kebijakan fiskal yang menyentuh sisi supply. 

Sedangkan kebijakan moneter yang dikeluarkan BI untuk mendorong kinerja sektor industri dari sisi supply di antaranya adalah penurunan suku bunga acuan (BI 7 Day Reverse Repo Rate), penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), dan peningkatan Loan to Value (LTV) kredit. 

Dari sisi demand, pemerintah pusat dan daerah juga telah mengeluarkan kebijakan dan program pemulihan ekonomi yang sama. Program bantuan sosial (Bansos) sembako di wilayah Jabodetabek, program Bansos tunai non Jabodetabek, bantuan kartu pra kerja, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, dan bantuan subsidi gaji / upah merupakan program fiskal yang mencoba mendorong pemulihan ekonomi dari sisi demand. Hasil dari berbagai program pemulihan ekonomi tersebut mulai memperlihatkan hasil positif walaupun belum optimal. 

Baca: Puan Ajak China Bekerja Sama Tanggulangi COVID-19

Besaran kontraksi pertumbuhan ekonomi yang mengecil dari 5,32% menjadi 3,49 % pada kuartal III 2020 merupakan salah satu indikator bahwa program-program tersebut mulai membuahkan hasil. 

Namun jika program-program tersebut tidak dilanjutkan pada tahun 2021, maka besar kemungkinan pemulihan tersebut tidak akan berjalan cepat. Program-program insentif dan relaksasi tersebut harus tetap dilanjutkan pada tahun 2021 dengan cara dan metode yang lebih efektif. 

Namun keberlanjutan program ini harus tetap selaras antara pemerintah pusat dan daerah. Program percepatan pemulihan ekonomi pada tahun 2021 mendatang terutama pasca terpilihnya kepala daerah baru pada Pilkada serentak kemarin harus tetap dilaksanakan secara konsisten dan transparan. 

Kepala daerah terpilih harus mendukung program percepatan pemulihan ekonomi tersebut dengan tidak mencari keuntungan untuk meningkatkan anggaran pendapatan daerahnya pada tahun 2021 mendatang. 

Pemda tidak perlu menambah target Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama masa pemulihan ini berlangsung. Bahkan sebaiknya Pemda menurunkan target pencapaian PADnya sehingga Pemda bisa memberikan relaksasi bagi sektor industri dan mendorong sektor industri di daerah untuk cepat pulih kembali dan mengembalikan pertumbuhan perekonomian nasional dan regional pada tingkat optimalnya.

Quote