Petani di Indonesia nasibnya masih terbilang sengsara, padahal di Indonesia terutama di daerah-daerah mayoritas warganya bekerja sebagai petani. Petani sebenarnya memiliki peran yang sangat besar sebagai penentu bangsa.
Kebutuhan primer manusia adalah pangan, sandang dan papan. Manusia tanpa sandang (pakaian) dan tanpa papan (rumah) bisa hidup, asalkan tersedia pangan (makanan). Namun, tanpa pangan, manusia tidak bisa hidup, meskipun sandang dan papan terpenuhi. Petani menjadi pahlawan pangan, namun kehidupan mereka masih jauh dari kata "sejahtera".
Petani dalam kedudukan sosialnya pun sering tak mendapat porsi istimewa, dipandang rendah. Para petani selalu diidentikan dengan caping dan cangkul yang melekat di tubuhnya. Bahkan anak zaman sekarang ketika ditanya soal cita-cita, hampir nyaris tidak ada yang bercita-cita ingin menjadi seorang petani.
Petani itu bekerja keras membanting tulang siang dan malam. Penderitaan petani tak banyak diketahui oleh kita. Yang kita tahu bahwa padi sudah berubah menjadi beras kemudian kita konsumsi tanpa kita mau peduli bagaimana jerih payah para petani berjuang untuk kita.
Berikut beberapa hal tentang petani yang harus kita jadikan renungan:
Nasi yang kita makan setiap hari adalah dari keringat mereka Dahulu di era tahun 1990 an dalam buku SD mata pelajaran Bahasa Indonesia kita sering mendengar lagu "Petani" yang liriknya seperti ini;
Nasi putih terhidang di meja
Kita makan tiap hari
Beraneka macam hasil bumi
Dari manakah datangnya
Dari sawah dan ladang di sana
Petanilah penanamnya
Para petani gigih menyediakan pangan bergizi untuk segenap anak bangsa. Tidak hanya nasi saja, buah dan sayuran yang membuat tubuh kita sehat, semuanya juga ditanam oleh para petani. Mereka bekerja keras sejak menanam benih hingga memanennya.
Petani Indonesia bertani tanpa lahan
Mana bisa bertani tanpa lahan? Itulah kenyataannya. Sebagian besar petani Indonesia tidak memiliki lahan pertanian sendiri atau dengan kata lain mereka hanyalah buruh tani.
Akses para petani cenderung masih dipersulit
Bukan hanya infrastruktur dan teknologinya yang masih sederhana dibandingkan negara-negara maju, akses terhadap kredit, pasar, dan permodalan juga masih tergolong rendah.
Peluh keringat petani masih dibayar murah
Berdasarkan data BPS, penghasilan petani Indonesia sekitar Rp 1,82 juta – Rp 3,57 juta per tahun. Jadi per bulan mereka dapat berapa?
Sementara kita lebih memilih membeli dan mengkonsumsi produk impor dan dengan bangga memamerkan bahan makanan impor yang kita beli sebagai wujud gaya hidup modern. Apa gak malu?
Generasi penerus terancam punah
Hasil sensus BPS menunjukkan penurunan jumlah petani dari tahun 2003 ke 2013 sebesar hampir lima juta petani. Kini jumlah petani di Indonesia hanya sekitar 26 juta. Alasan generasi muda tidak lagi mau bertani adalah karena pekerjaan ini tak lagi bergengsi. Lalu kita mau makan apa?
Pahlawan adalah mereka yang rela berkorban demi bangsa dan negaranya. Petani selalu mewujudkan itu semua dalam kerja keras mereka setiap harinya. Kalau bukan kita yang mempedulikan nasib petani, lalu siapa?
Lalu bagaimana cara kita menghargai para petani?
Menggratiskan yang seharusnya gratis
Bantuan gratis dari pemerintah pusat maupun daerah harus sampai ke petani dengan gratis pula merupakan salah satu bentuk upaya menghargai jasa para petani.
Di Kabupaten Cirebon, sudah memulai pembagian 46 traktor dan 10 pompa air secara gratis 100% tanpa membebani sepeserpun terhadap kelompok tani penerima bantuan.
Pembenahan tata niaga pertanian
Rantai pemasaran yang panjang menyebabkan nilai margin yang diterima petani kecil.
Kebijakan yang melindungi dan berpihak pada petani
Jangan lakukan impor ketika di dalam negeri sedang dalam masa panen. Karena hal itu dapat membuat sesek dada para petani kita.