Jakarta, Gesuri.id - Enam orang di Distrik Agandugume dan Labewi, Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, meninggal dunia. Penyebabnya: kelaparan akibat cuaca ekstrem yang menimbulkan kekeringan.
Sementara itu, nyaris seluruh warga bangsa ini sedang bersiap menyambut hari ulang tahun ke-78 Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Kalau di antara anak bangsa ini ada yang meninggal dunia karena kelaparan, patutkah Indonesia disebut merdeka? Secara politik memang sudah merdeka. Tapi secara ekonomi, jelas belum. Terutama rakyat Papua yang dilanda kelaparan. Sebab itu, sudah saatnya Papua benar-benar dimerdekakan dari belenggu kelaparan.
Baca: Pemkab Banyuasin Raih Penghargaan dari Wakil Presiden
Selain enam orang yang meninggal dunia, ada 7.500-8.000 warga lain di Papua Tengah yang terdampak langsung cuaca ekstrem dan mengalami kelaparan.
Jangankan Papua, masyarakat di pulau-pulau lain yang kondisi alamnya lebih mudah dijangkau saja belum benar-benar merdeka dari ancaman kelaparan. Lihatlah kasus gizi buruk dan stunting yang melanda wilayah-wilayah Indonesia selain Papua. Artinya, dari sisi pangan, Indonesia belum benar-benar berdaulat atau merdeka.
Indonesia masih mengimpor sejumlah komoditas pangan seperti gandum, kedelai, bahkan beras dari luar negeri. Gandum dari Ukraina. Kedelai dari Amerika. Beras dari Vietnam, Filipina, India dan sebagainya. Padahal, sudah nyaris 78 tahun bangsa ini merdeka dari penjajah.
Indonesia pun dikenal sebagai negara agraris sekaligus maritim. Tanahnya subur. “Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman,” kata Koes Plus.
Lautnya berlimpah ikan dan biota. Gemah ripah loh jinawi. Tapi faktanya, masih saja ada rakyatnya yang mati kelaparan. Ini ibarat anak ayam mati di lumbung padi.
Kembali ke kasus kelaparan di Papua. Selain karena cuaca ekstrem dan medan yang susah dijangkau sehingga sulit untuk menyalurkan bantuan pangan, keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) kian mempersulit keadaan.
Sebab itu, begitu Presiden Jokowi naik ke tampuk kekuasaan, kader PDI Perjuangan itu langsung melakukan pembangunan infrastruktur di Papua secara masif. Tujuannya adalah membuka konektivitas seluruh wilayah Papua, sehingga tidak ada yang terisolir lagi. Dengan demikian, jika seluruh wilayah Papua sudah mudah diakses maka kasus kelaparan yang menelan korban jiwa tak perlu terjadi lagi.
Baca: Maria Harap Kebun Bibit Rakyat Bisa Sejahterakan Masyarakat
Itu “prosperity approach” (pendekatan kesejahteraan). Di sisi lain, Presiden Jokowi juga melakukan pendekatan keamanan (“security approach”) dengan terus mengatasi persoalan OPM di Papua, baik dengan metode diplomasi atau pun keamanan. Jika urusan OPM ini selesai, maka Papua akan lebih mudah dimerdekakan secara ekonomi.
Seperti harapan seluruh rakyat Papua bahkan Indonesia, Presiden Jokowi pun ingin memerdekakan Papua dari belenggu kemiskinan. Juga dari belenggu kebodohan. Salah satunya dengan pembangunan infrastruktur secara masih tadi, sehingga seluruh wilayah Papua dapat dijangkau, termasuk untuk kepentingan pendidikan.
Jika Papua tidak segera dimerdekakan dari kelaparan, kemiskinan dan kebodohan, jangan harap tuntutan merdeka sebagai negara tersendiri dan lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan mereda bahkan padam.
Mari kita merdekakan Papua dari kelaparan, kemiskinan dan kebodohan.