Jakarta, Gesuri.id - Isu kemerdekaan Palestina sudah menjadi arus utama politik luar negeri Indonesia yang berpegangan bebas aktif. Sejak dekade 1950-an isu ini menjadi kerja kerja diplomatik Indonesia.
Di Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung delegasi Palestina hadir salah satunya Yasser Arafat yang terpesona dengan pidato pembebasan Bung Karno. KAA Afrika 1955 mendorong kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia-Afrika dan banyak negara merdeka karena KAA 1955 ini, tapi tidak dengan Palestina sampai saat ini masih terjajah oleh Israel.
Isu Kemerdekaan Palestina atas penjajahan Israel adalah pegangan utama politik luar negeri Indonesia sejak masa Bung Karno. Di pesta olahraga Asian Games Indonesia menolak delegasi Taiwan dan Israel yang kemudian menjadi prahara Internasional, Amerika dan sekutunya memprotes hal itu.
Tapi Bung Karno tak mundur selangkahpun kemerdekaan Palestina adalah obsesinya membebaskan dunia ketiga dari nekolim, bagi Bung Karno Israel adalah bagian dari tangan Nekolim. Indonesia-pun diboikot dalam olahraga Internasional namun Bung Karno mendirikan Ganefo, pekan olahraga negara-negara baru.
Dalam perjuangannya membantu membebaskan Palestina, Presiden Sukarno membentuk OISRAA (Organisasi Indonesia untuk Setiakawan Rakyat Asia-Afrika) tahun 1960 dan tergabung dalam AAPSO (Organisasi Solidaritas Rakyat Asia-Afrika).
Sampai pada jelang kejatuhannya Presiden Sukarno bangga akan dukungan rakyat Indonesia atas kemerdekaan Palestina dalam pidato 17 Agustus 1966 Sukarno menyatakan “Kita harus bangga bahwa kita adalah bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa anti imperialisme, tetapi juga konsekuen terus berjuang menentang imperialisme . Itulah sebabnya kita tidak mau mengakui Israel”.
Di masa Suharto konsekuensi pembelaan Indonesia terhadap Palestina terus dijalankan. Segala diplomasi Indonesia dilakukan untuk mendukung kemerdekaan Palestina puncaknya di masa Menteri Ali Alatas, Indonesia berada dalam diplomasi menolak Israel.
Yasser Arafat diundang ke Jakarta dan bertemu dengan Presiden Suharto lalu Indonesia mengecam semua tindakan Israel atas Palestina. Sampai saat ini Indonesia menjadi salah satu negara yang menolak hubungan diplomatik dengan Israel.
Kaum Nasionalis di Indonesia sudah pasti berpihak pada Palestina. Di tahun 2020 ketika isu ibukota Israel dipindah ke Yerusalem, maka PDI Perjuangan sebagai Partai Nasionalis terbesar di Indonesia terang-terangan menolak rencana Israel itu.
Kemerdekaan Palestina menjadi semacam hutang diplomatik Indonesia atas politik bebas aktif di dunia Internasional, bahkan Jokowi berkata :
“Palestina adalah satu-satunya wilayah yang ikut Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung yang belum menikmati kemerdekaannya. Jelas secara politik internasional sejak jaman Bung Karno sampai jaman Jokowi Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina, bahkan kemarin ketua DPR RI Puan Maharani secara resmi mengecam agresi Israel di wilayah Palestina.
Tapi ada semacam anomali sejarah saat ini saat isu Palestina meledak lagi. Ada pembiasan atas opini Palestina. Bila dulu rakyat bersatu mengecam Israel dan mendukung Palestina kini tampaknya ada penggiringan opini untuk membela Israel.
Ini bahkan dikaitkan dengan politik Indonesia. Isu Kemerdekaan Palestina hanya diklaim kelompok anti pemerintah seperti kelompok Anies Baswedan, kelompok PKS dan kelompok eks FPI.
Padahal isu Palestina merdeka adalah isu bersama baik pro atau anti pemerintah seharusnya sama sama mendukung Palestina Merdeka sebagai bagian dari pesan Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung.
Kedua, adalah kesan Indonesia mau menutup diri. Jargon “Urusin aja dalam negeri jangan urusin dunia luar” ini semacam pembodohan. Dalam amanat UUD 1945 Politik Indonesia adalah Politik Bebas Aktif. Indonesia harus aktif di dunia Internasional dalam mendukung kemerdekaan suatu bangsa dan ini jadi tugas sejarah para diplomat Indonesia.
Propaganda-propaganda dukung Israel mulai meluas dan menjadi aneh dalam satu bangsa yang awalnya penuh mendukung kemerdekaan Palestina. Ini tak lepas dari propaganda media barat yang mulai memenangkan arus utama pikiran publik di Indonesia.
Kemerdekaan Palestina sebagai sebuah negara adalah tujuan utama politik internasional Indonesia sekaligus penantangan Indonesia pada Nekolim, hal yang sama Palestina didukung negara-negara revolusioner seperti Venezuela, Bolivia dan Kuba juga kekuatan dunia baru Rusia, Cina dan Iran untuk menentang hegemoni Inggris-Amerika di kawasan Timur Tengah.