BERGETAR jiwa raga ini mendengar nama besar Bung Karno. Darinya kita belajar untuk menentang segala imperialisme dalam bentuk apa pun.
Bung Karno juga mengajarkan Bangsa ini untuk berdiri tegak di hadapan Bangsa asing. Tidak membungkuk. Apalagi sampai mengemis.
Ungkapan legendaris Bung Karno: “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri" menjadi alarm pengingat agar kita tidak lengah, bahwa ada musuh terbesar bangsa ini yang harus kita waspadai.
Ya, saudara sebangsa setanah air kita sendiri yang akan menjadi musuh terberat dalam melanjutkan perjuangan Revolusioner Bung Karno.
Perjuangan melawan kelompok yang menjadi bromocorah asing. Mereka para pemburu kekuasaan yang menghalalkan segala cara. Menyerang tanpa fakta dan data. Minim gagasan. Dan bersandiwara merasa paling Nasionalis, Pancasilais, tapi menggunakan konsultan politik asing. Mencari dana kampanye dari kekuatan global yang berkeinginan menjajah Indonesia dengan neo-imperialismenya.
Infiltrasi penjajahan gaya baru bangsa asing, masuk melalui saudara sebangsa kita yang bermental inlander. Yang hanya memburu rente kekuasaan dengan hegemoni kartel ekonomi politiknya.
Merekalah musuh kita terberat saat ini seperti yang diungkapkan Bung Karno. Pijakan perjuangan kita hari ini adalah gagasan besar Bung Karno yang mampu membakar semangat kebangsaan.
Jangan biarkan api perjuangan Bung Karno meredup. Kepada Trisakti Bung Karno kita pegang teguh. Agar platform politik, ekonomi dan kebudayaan kita berkarakter.
Ingat, bagaimana Bung Karno menjadikan nasionalisme sebagai pakem dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia saat menentang imperialisme, kolonialisme. Dan itu mampu mengantarkan bangsa yang terdiri dari berbagai suku ini menuju kemerdekaan.
Karenanya, platform ekonomi PDI Perjuangan berpangkal dari ajaran Bung Karno, yakni Trisakti, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Dalam bidang ekonomi, PDI Perjuangan berkeyakinan bahwa bangsa ini bisa terlepas dari berbagai kesulitan ekonomi yang terus menghimpit jika kita berkomitmen menjalankan salah satu ajaran Trisakti Bung Karno, yaitu berdikari secara ekonomi.
Rapuhnya ekonomi global, tidak akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia jika kita mandiri secara ekonomi.
Pujian Managing Director International Monetary Fund (IMF), Christine Lagarde yang menyebut pertumbuhan perekonomian Indonesia yang terus meningkat, meskipun ada hambatan perekonomian global, karena Indonesia mampu menerapkan kebijakan fiskal maupun moneter, adalah bukti nyata yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam mengamalkan Trisakti Bung Karno.
Yang paling signifikan menurut Lagarde dari Indonesia adalah penurunan tingkat kemiskinan menjadi 11 persen dan pertumbuhan ekonomi yang berada di level 5 persen, hingga laju inflasi. Indonesia berada dimana ada peningkatan signifikan dan ada penilaian untuk Indonesia yaitu excellent (luar biasa).
Bukannya larut dalam pujian, karena kata Bung Karno, jangan pilih pemimpin bangsa yang dipuja puji asing. Dan Presiden Jokowi lagi-lagi membuktikannya dengan mengambil saham mayoritas Freeport, Blok Rokan, Newmont, dsb. Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang sudah puluhan tahun dikuasai Perancis juga tidak diperpanjang masa kontraknya. Dan diserahkan kepada Pertamina, yang merupakan BUMN kita.
Pidato Presiden Jokowi dalam Pembukaan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia tentang analogi Film Game of Thrones, membuktikan kepada pemimpin seluruh dunia, bahwa Indonesia bisa mandiri dan sejak jaman Bung Karno selalu menjadi pelopor perdamaian, persatuan bangsa-bangsa serta menghentikan perang karena ego kepentingan nasional negara masing-masing.
Jika dunia saja bangga dan terkagum kagum, kenapa masih ada segelintir kelompok nyinyir di Indonesia yang karena kepentingan politik sesaatnya, menghina pidato Presiden Jokowi dengan tidak substansial. Disebutnya analogi film Game of Thrones adalah membenarkan pornografi karena dalam film tersebut ada adegan pornonya dan ada adegan kekerasan. Miris dan kasihan, karena sudah tidak mampu berkarya, mengeritik pun tidak solutif.