Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau yang disingkat "Jasmerah" adalah salah satu pidato dan semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno. Pesan itu seolah ditinggalkannya menjelang akhir masa jabatannya dan memang merupakan pidato terakhirnya pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, 17 Agustus 1966.
Tentunya semboyan tersebut jangan sekali-kali dilupakan oleh siapapun insan manusia di republik ini. Khususnya di saat-saat penting dalam perjalanan membentuk sebuah pemerintahan yang adil dan makmur, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Baca: Ma'ruf Terima Tawaran Debat Capres 2019 Pakai BahasaInggris
Itulah yang harus dicamkan dalam menjawab polemik debat capres-cawapres yang sedang santer di negera ini menjelang Pemilihan Umum Presiden dan para Wakil Rakyat yang tinggal di depan mata. Sungguh ironis, setelah 73 tahun negara ini merdeka, masih saja seolah ada krisis kepercayaan diri menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Arogansi atas penggunaan bahasa Inggris dalam debat capres tidak seharusnya ditunjukkan apalagi diusulkan oleh salah satu paslon capres-cawapres. Dalam hal ini, satu dari dua paslon yang akan bertarung di pemilu 2019 mendatang yaitu Capres Prabowo-Cawapres Sandiaga Uno telah menantang Capres Jokowi-Cawapres Ma'ruf Amin untuk melakukan debat dengan menggunakan Bahasa Inggris.
Tentunya hal itu merupakan suatu hal yang keliru, apalagi ini bukanlah debat capres-cawapres di negara yang memang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar atau bahasa nasional di negaranya, atau bahkan juga bukan merupakan bahasa Ibu negaranya.
Terlebih lagi Indonesia sebenarnya masih sangat belia dalam menjalankan debat sebagai salah satu startegi kampanye, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Hanya mengadopsi dari negara Paman Sam. Tidak dapat dibayangkan negara yang merdeka berdaulat adil dan makmur kelak akan memiliki Kepala Negara yang mengadopsi mentah-mentah budaya asing itu dan mengingkari "jasmerah" pendirinya.
Jika kita menilik pada semboyan "jasmerah" harus dicatat bahwa pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta), Kongres Pemuda kedua yang diselenggarakan selama dua hari itu memutuskan cita-cita akan adanya "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia".
Baca: Debat Capres, Jokowi: Kita Punya Bahasa Nasional
Bunyi tiga keputusan kongres tersebut sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda, masih menggunakan ejaan van Ophuysen adalah berikut ini:
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Untuk itu tak usah disangsikan lagi jika debat capres-cawapres di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini haruslah menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Bahasa Indoensia adalah harga mati bagi debat capres-cawapres di NKRI.
Di samping itu, penggunaan bahasa asing atau bahasa Inggris bukan bahasa resmi NKRI, juga tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Peraturan tentang bahasa resmi tertuang dalam Pasal 36 UUD 1945. Berikut kutipan Pasal 36 UUD 1945:
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Selain itu dalam UU No 24/2009 juga diatur kapan, dimana, dan pada saat apa wajib menggunakan Bahasa Indonesia. Salah satunya adalah dalam forum yang bersifat nasional.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada 3 makna forum. Pertama adalah lembaga atau badan; wadah, kedua adalah sidang, dan ketiga yakni tempat pertemuan untuk bertukar pikiran secara bebas. Sementara itu 'debat' dalam KBBI bermakna pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.
Dengan demikian jika debat termasuk dalam forum, maka debat capres-cawapres adalah forum yang bersifat nasional. Berikut kutipan Pasal 32 UU No 24/2009 yang mewajibkan forum nasional pakai Bahasa Indonesia:
Pasal 32
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri.
Baca: Hasto: Usulan Debat Berbahasa Inggris Kontraproduktif
Kehabisan Bahan Kampanye
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding dengan jelas tegas menolak usulan debat capres menggunakan bahasa Inggris. Karding mengatakan kubu Prabowo-Sandi kehabisan bahan kampanye sehingga mengusulkan debat capres dan cawapres menggunakan bahasa Inggris.
Menurutnya, usulan itu tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. "Debat presiden ya pakai bahasa Indonesia. Kenapa? Karena itu ukuran menurut Undang-Undang," ujarnya, baru-baru ini.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 23/2018 tentang Kampanye Pemilu tidak ada pasal yang menyebut debat harus menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa lain. Pasal 48, 49, dan 50, yang mengatur soal debat hanya menjabarkan soal mekanisme debat.
Pasal 48 mengatur soal penyelenggaraan debat sebanyak 5 kali, beserta penyiarannya di media massa. Pasal 49 menyoal tentang moderator, peserta, dan materi debat.
Pasal 50 membahas mekanisme sanksi jika pasangan capres-cawapres menolak debat, dan alasan yang diizinkan untuk menolak ikut debat.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menilai, usulan debat pakai bahasa Inggris itu hanya usul genit. "Tidak usahlah genit dengan usul yang aneh-aneh," kata Arsul. PKB dan PPP adalah dua dari tujuh partai politik pengusung Jokowi-Ma'ruf.
Arsul mengatakan Jokowi-Ma'ruf siap dan tak keberatan berdebat dalam Bahasa Inggris. Tapi mekanisme debat dalam bahasa Indonesia sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.
Pasal 32 ayat 1 aturan itu menyebut,
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia.
Peraturan tersebut, kata Arsul, telah menjadi pedoman bagi KPU dalam menerapkan format debat menggunakan bahasa Indonesia bagi kandidat capres dan cawapres di Pilpres 2019 mendatang
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menilai, debat capres pakai bahasa Inggris tidak ada hubungannya dengan mencari sosok pemimpin untuk negeri ini.
"Debat pakai bahasa asing, gak ada hubungan positif dengan kepemimpinan. Usulan yang ngawur itu," ujar Indria Samego.
KPU, hingga kini belum tertarik menggubah format debat capres. Menurut Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi, format debat dalam Peraturan KPU itu sudah sangat mantap.
Bahasa yang Dipahami Masyarakat Indonesia
Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu mengatakan jika kubu Prabowo-Sandiaga ingin debat menggunakan Bahasa Inggris, silakan saja paslon tersebut mencalonkan diri di luar negeri.
“Suruh debat di Amerika, di Eropa. Ini kan Indonesia, debat harus bisa dimengerti masyarakat,” ujarnya di acara diskusi The Indonesian Institute (TII), Jakarta, belum lama ini.
Masinton mengatakan, penggunaan Bahasa Indonesia dalam debat capres cawapres diperuntukkan agar seluruh masyarakat Indonesia bisa paham apa yang disampaikan oleh paslon, terutama mengenai gagasan dan juga ide.
“Itu menunjukkan teman-teman di sebelah itu tidak mengerti realitas. Masyarakat kita itu ingin mendengar gagasan yang bisa dimengerti,” ujarnya.
Masinton turut mengomentari usulan kubu Prabowo-Sandiaga yang meminta debat capres cawapres menggunakan Bahasa Inggris. Dengan nada menyindir, Masinton malah menyuruh paslon tersebut untuk nyalon di luar negeri, seperti Amerika atau Eropa.
Baca: Debat Bahasa Inggris, Masinton: Tak Paham Realitas Rakyat
Caleg PDI Perjuangan, Iis Sugianto kepada Gesuri, mengatakan menjadi warga negara Indonesia ini jangan seperti kacang lupa akan kulitnya. Ia melanjutkan jangan sampai melupakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa, bahasa Ibu dan bahasa nasional Republik Indonesia.
Untuk itu, Menurut Iis, jangan bangga menggunakan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya yang bukan merupakan bahasa negara Indonesia.
"Itulah kalau kacang lupa kulitnya .. kenapa bangga dengan bisa berbahasa Inggris ya? ..orang juga kan tidak hanya dinilai dari bahasanya, tapi utamanya dari kerjanya," ujar penyanyi yang nge-top di era 80-an itu, baru-baru ini.
Bahasa Esperanto
Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko melalui akun Twitter-nya, @budimandjatmiko, pada Jumat (14/9) mengusulkan hal yang berbeda.
Budiman menyarankan agar lebih sensasioanal sebaiknya Kubu Prabowo-Sandiaga debat dengan menggunakan bahasa Esperanto.
"Agar lebih sensasional harusnya kaum #Oplosan mengusulkan debat pakai bahasa esperanto," tulis Budiman Sudjatmiko pada Twitter-nya.
Tak hanya itu, Budiman juga mengatakan bahwa Esperanto adalah bahasa yang diracik seorang profesor.
"Yang diracik seorang profesor untuk jadi bahasa Internasional," lanjutnya.
Dikutip dari Wikipedia, Esperanto adalah bahasa artifisial yang diciptakan oleh LL Zamenhof dan merupakan bahasa artifisial yang paling banyak diucapkan di seluruh dunia.
Nama "Esperanto" adalah nama samaran dari LL Zamenhof sendiri ketika ia menerbitkan bahasanya pada tahun 1887.
Tujuan utama Zamenhof adalah untuk membuat bahasa netral yang mudah dipelajari dan digunakan sebagai bahasa perantara oleh berbagai orang yang memiliki bahasa ibu yang bermacam-macam.
Sekitar 2 juta orang menggunakan bahasa Esperanto sebagai bahasa kedua.
Baca: Masinton Tidak Setuju Debat Pilpres Gunakan BahasaAsing
Kebanyakan penutur bahasa Esperanto berasal dari Eropa Timur dan Tengah, terutama dari bekas negara-negara Uni Soviet, termasuk negara-negara di kawasan Baltik, dan di Asia Timur, terutama Tiongkok.
Bahasa ini juga banyak dikenal di kawasan Amerika Selatan dan Asia Selatan, dan tidak banyak dikenal di kawasan Amerika Utara, Afrika, dan dunia Muslim (Arab dan negara-negara dengan mayoritas penduduk Islam lainnya).
Tak hanya itu, Esperanto juga disebut sebagai bahasa yang netral dan sempat diajukan sebagai bahasa internasional.