Jakarta, Gesuri.id - Ketika penulis membaca Harian Kompas, edisi 8 Maret 2024 lalu, penulis menemukan berita yang menarik di kolom Surat Kepada Redaksi berjudul “Lukisan Dipinjam Istana”. Surat tersebut dikirim oleh Ibu Soenarjati Djajanegara, ahli waris dari almarhum Djoehri Djajanegara. Ia mengaku meminjamkan dua buah lukisan ke Bung Karno pada tahun 1955.
Dua lukisan yang dipinjamkannya adalah karya pelukis terkenal dari Italia, Romualdo Locatelli. Menurut Ibu Soenarjati, hingga saat ini, kedua lukisan yang dipinjam itu masih belum juga dikembalikan oleh pihak Istana. Ia pun bercerita.
Pada Februari 2021, Ibu Soenarjati pernah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo agar bisa membantu mengembalikan kedua lukisan tersebut. Namun, menurut Ibu Soenarjati, hingga kini belum ada kabar beritanya. Lalu, pada April tahun 2021, Ibu Soenarjati kembali mengirim surat kedua kepada Presiden, tetapi hasilnya masih belum ada. Tanpa putus asa yang bersangkutan berkirim surat ke Kepala Sekretariat Presiden, Kementerian Sekretariat Negara, yang saat itu dijabat oleh Heru Budi Hartono, kini Penjabat Gubernur DKI Jakarta. Sebanyak lima kali mengajukan permohonan bertemu PJ Gubernur, juga tak pernah berhasil.
Belum puas Ibu Soenarjati melayangkan surat ke adik penulis, Megawati Soekarnoputri. Hasilnya, ternyata juga sama, tidak direspon.
Sebagai seorang penggemar fotografi dan pencinta seni, penulis merasakan ada persamaan nilai antara sebuah karya foto dan lukisan. Penulis dapat merasakan betapa kecewanya "kehilangan” dua karya lukis yang pelukisnya sangat terkenal seperti Romualdo Locatelli tersebut. Asal tahu saja, Romualdo adalah pelukis yang lama tinggal di Bali dan terakhir informasinya di Singapura. Namun, setelah itu keberadaannya tidak diketahui lagi hingga diinfokan Romualdo meninggal dunia, dan tak diketahui di mana makamnya. Romualdo kini seperti ditelan bumi. Bagamana solusinya?
Baca: Guntur Soekarno: Pemilu 2024 Bermasalah
Ernest Dezentje, Sohib Bung Karno
Pada tahun 1955, Ibu Soenarjati mencatat bahwa dua lukisan tersebut waktu itu memang dipinjamkan oleh Bung Karno, usia penulis baru sekitar 11 tahun. Saat itu, penulis sudah melihat banyak lukisan mulai bertebaran di dinding-dinding Istana. Dan, mulai tahu sedikit, lukisan-lukisan dari orang-orang besar di kalangan pelukis maestro di Indonesia. Namun, terus terang, belum tahu dan dikenalkan oleh Bung Karno lukisan karya Romualdo Locatelli pada saat itu. Seingat penulis, Bung Karno kemudian hingga wafatnya juga tidak pernah menceritakan adanya dua lukisan milik keluarga Ibu Soenarjati di Istana, dan yang pernah dipinjamnya.
Beberapa lukisan oleh Bung Karno, sesuai yang diceritakan dan kadang penulis mengetahui pasti dibeli sendiri oleh Bung Karno dengan uangnya sendiri, atau ditukar dengan barang milik Bung Karno jika dia ingin benar-benar memilikinya tetapi tidak punya uang. Bahkan, Bung Karno mau dijadikan model pelukis Henk Ngantung untuk lukisan “pemanah” nya.
Ada juga lukisan yang diberi oleh para pelukis atau sahabatnya dan dijadikan koleksi Istana. Namun, Bung Karno tidak pernah menceritakan adanya dua lukisan karya Romualdo yang dipinjam dari keluarga almarhum Djoehri Djajanegara, dan akan dikembalikan, atau Bung Karno pernah berpesan agar anak-anaknya atau staf Istana segera mengembalikan kepada keluarga Ibu Soenarjati lukisan yang dipinjamanya. Tidak pernah.
Karena itu, seingat penulis sampai saat ini, tidak ada keluarga Bung Karno yang mengetahui soal pinjam meminjam dan keberadaan dua lukisan tersebut.
Kalau saja pelukis terkenal, yang juga sahabat kental Bung Karno, bernama Ernest Dezentje masih ada, maka mungkin saja masalah Ibu Soenarjati akan dapat lebih mudah diatasi. Apalagi penulis juga mengenal baik sang pelukis, yang pada era tahun 1949 bermukim dan tinggal di Gang Poll, sebuah jalan atau gang yang dulu ada di sebelah Istana Merdeka.
Tentu karena sebagai sabahat kental Bung Karno, melalui Ernest Desentje, penulis bisa bertanya dan membantu mengetahui keberadaan lukisan Romualdo tersebut. Karena dulu Ernest hampir tahu semua koleksi lukisan Istana dan milik Bung Karno yang dipajang di Istana-Istana.
Sebagaimana diketahui, sebagian besar koleksi lukisan, patung dan keramik Istana, yang penulis tahu juga sudah dibukukan oleh Bung Karno. Buku tersebut dicetak di Jepang untuk edisi-I. Adapun edisi yang ke-II terdiri dari 5 buku, dan lengkap dicetak di RRC (kini China).
Penulis sendiri pernah memiliki koleksi cetakan di China. Namun, sayang, buku koleksi lukisan Istana dan milik Bung Karno itu tertinggal di Istana Merdeka. Buku-buku itu, dan sebagian besar barang penulis, di antaranya alat bermain sulap pun, tidak sempat dibawa karena tidak muat mobilnya. Waktu itu, karena kekuasaan Bung Karno mulai dipreteli oleh rezim Orde Baru, penulis harus "hengkang" dari Istana.
Keluarga hanya diberi waktu 1 x 24 jam untuk meninggalkan Istana. Buku-buku sakti tersebut terpaksa penulis tinggalkan karena bagasi mobil sport Karmann Ghia, yang penulis miliki dan akan digunakan untuk pengangkutan barang, tidak cukup luas untuk benda-benda milik pribadi penulis. Apalagi Bung Karno melarang keras seluruh keluarganya membawa benda-benda milik negara, dan hanya boleh membawa benda-benda milik pribadi. Itu pun jika bisa dibawa oleh anggota keluarganya.
Jadi, terkait dua lukisan yang dipinjam Bung Karno, penulis dan sebagai kakak tertua dari anak-anak Bung Karno, sekali lagi tidak tahu menahu keberadaan lukisan tersebut. Mohon maaf Ibu Soenarjati.
Dilacak di Arsip Nasional
Kini, solusi yang penulis bisa usulkan di antaranya, Ibu Soenarjati dapat menghubungi Arsip Nasional dan meminta izin untuk memeriksa daftar buku atau catatan atau dokumen tentang koleksi lukisan Istana dan Bung Karno, atau meminjam buku koleksi lukisan edisi-II tersebut. Semoga saja di Arsip Nasional, buku-buku koleksi lukisan Istana dan Bung Karno itu ada disimpan, dan dapat diselamatkan atau tercatat.
Tentu, jika buku-buku koleksi lukisan Istana dan Bung Karno ada di sana, catatan kedua lukisan yang dipinjam Bung Karno pasti ada. Dan, benar bahwa lukisan-lukisan Romualdo Locatelli tersebut pasti pernah menghiasi dinding Istana. Bisa di Istana Merdeka atau Istana Negara atau di Istana-Istana Kepresidenan lainnya, yang bertebaran dari Istana Bogor hingga Istana Tampak Siring Bali.
Mungkin saja lukisan-lukisan milik keluarga almarhum Djoehri Djajanegara masih berada di salah satu dinding Istana, dan menjadi koleksi Istana, tetapi staf di Istana sama sekali tidak mengetahui asal muasal dua lukisan yang statusnya “dipinjamkan” oleh keluarga almarhum Djoehri Djajanegara itu. Karena memang status pinjam-meminjamkan saat itu, selain penulis saja tidak tahu karena masih remaja, juga apakah benar-benar tercatat dalam administrasi peminjaman barang di Istana. Jika tercatat, seharusnya dua lukisan tersebut masih ada dalam catatan dan terpampang di salah satu dinding Istana sekarang ini, dan wajib dikembalikan. Asalkan, bukti-bukti tertulis soal peminjaman dan pengembaliannya ada tertuang.
Baca: Jejak Bung Karno, Guntur Seokarnoputra Beri Kado Istimewa
Namun, bisa jadi juga dua lukisan tersebut tidak ada. Barangkali pernah dipinjam atau dikeluarkan dari kompleks Istana setelah periode Bung Karno, dan kini entah ada di mana mengingat era itu era transisi dari Bung Karno ke Orde Baru? Barangkali itulah perlunya keluarga Ibu Soenarjati ingin dan perlu bertemu dengan pihak Istana, dan menelusurinya dengan pihak-pihak yang dianggap tahu dan berurusan dengan koleksi lukisan Istana, termasuk koleksi keluarganya.
Kejadian-kejadian semacam ini bukan saja terjadi di era pemerintahan Bung Karno melainkan jauh lebih banyak terjadi di era Orde Baru. Saat itu, bukankah banyak lukisan-lukisan koleksi Istana dan Bung Karno, sebut saja misalnya dua karya Romualdo Locatelli itu, katakanlah "dipinjam” oleh para petinggi-petinggi Orde Baru seperti Menteri-Menteri, Direktur-Direktur BUMN. Bahkan dipinjam pimpinan partai-partai berkuasa saat itu dan, maaf tidak kembali lagi karena lupa atau administrasi peminjaman yang tidak beres. Atau, sengaja memang tidak dikembalikan.
Celakanya memang jika benar-benar “peminjaman” tersebut tanpa tanda bukti tertulis di Sekretariat Negara maupun Rumah Tangga Kepresidenan. Jadi, hemat penulis, hal itu akan sangat, sangat dan sangat sulit dilacaknya. Pernah terjadi sebuah lukisan koleksi Istana, yang ternyata lolos dari pengawasan Istana dan dilelang di Balai Lelang terkemuka Christie’s di Singapura. Tanggung jawab siapa?
Satu-Satunya harapan untuk menemukan dua lukisan tersebut, mungkin satu-satunya yang secara mekanis dan prosedural selain bertemu dengan pihak Istana, ya sekali lagi melacaknya di Arsip Nasional. Karena, sejauh pengetahuan penulis yang pernah berbincang dengan pimpinan Arsip Nasional Imam Gunarto, lembaga negara tersebut sangat berhati-hati dan amat sangat teliti menyimpan arsip-arsip dan dokumen negara yang berharga dan sangat bernilai sejarah bagi bangsa dan negara.
Oleh sebab itu, penulis menyarankan Ibu Soenarjati ataupun keluarganya untuk menghubungi Arsip Nasional, selain dengan pihak Istana, serta membicarakan masalah kedua lukisan Romualdo Locatelli tersebut jika ada dalam buku koleksi Istana atau catatan atau dokumen negara yang tersimpan. Ada baiknya bersabar juga menunggu respon dari pihak Istana untuk menelusuri keberadaan dua karya pelukis besar di zamannya itu.
Penulis yakin, dua karya Romualdo Locatelli itu masih ada, apakah terpampang di dinding Istana-Istana ataukah mungkin saja di luar dinding Istana, sebuah rumah di Indonesia atau di luar Indonesia. Semoga keluarga Ibu Soenarjati dapat sabar, tekun dan terus berjuang menelusuri dua karya warisan almarhum Djoehri Djajanegara buat anak cucunya. Selamat berjuang Bu Soenarjati.