SALAH satu isu debat Capres keempat, Minggu (30/3/2019) adalah masalah ideologi. Sebagai partai besar dengan ideologi besar yang mengakar di relung jiwa seluruh kadernya, PDI Perjuangan bertansformasi sebagai partai modern yang selalu menjaga Api Perjuangan Bung Karno.
Dan Presiden Jokowi sebagai salah satu kader terbaik PDI Perjuangan, sudah barang tentu telah menjadikan ideologi Bangsa: Pancasila 1 Juni 1945 sebagai pijakan utama dalam mengambil segala keputusan di Pemerintahan.
Sebagai Capres petahana, ia telah digembleng PDI Perjuangan untuk meresapi Api Perjuangan Bung Karno. Dan cita-cita Trisakti Bung Karno serta warisan gagasannya, oleh Jokowi dijadikan inspirasi dalam Kepemimpinannya sejak jadi kepala daerah di Solo, DKI Jakarta hingga jadi RI 1.
Bahkan, kebijakannya dengan membentuk sebuah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2017, yang kemudian bertransformasi menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada 22 Maret 2018, membuktikan komitmen Jokowi sebagai seorang pemimpin bangsa yang berkewajiban menjaga ideologi besar bangsanya sendiri: Pancasila 1 Juni 1945.
Hal itu satu tarikan nafas dengan ucapan Ketua Umum PDI Perjuangan Hj. Megawati Soekarnoputri: "Perjuangan tidak akan pernah sampai ke akhir tujuannya hanya dengan ideologi. Perjuangan tak akan pernah mencapai terminalnya hanya dengan retorika belaka. Ideologi membutuhkan kader. Ideologi membutuhkan pimpinan. Ideologi membutuhkan organisasi."
Pernyataan itu disampaikan Ibu Megawati dalam Pidato Pembukaan Kongres III PDI Perjuangan di Bali, April 2010. Bisa dibilang, Kongres tersebut merupakan pemantik kebangkitan PDI Perjuangan setelah sebelumnya di 2 Pemilu (2004 & 2009) perolehan suara tergerus dibanding Pemilu 1999, PDI Perjuangan meraih 33,74 persen suara dengan 153 kursi di DPR.
Menjadi oposisi selama 10 tahun, PDI Perjuangan fokus konsolidasi personil sebagai pelaksanaan posisi politik Partai Ideologi berdasarkan Pancasila dengan spirit kelahirannya tanggal 1 Juni 1945.
Dalam kesempatan lain di Rakernas II PDI Perjuangan di Surabaya (2012), Ibu politik kembali menegaskan politik adalah "proyek sejarah & ideologi: kerja menyusun satu-demi-satu sendi-sendi kehidupan dan batu-batu peradaban yang memungkinkan keseluruhan kemanusiaan kita termanifestasi & berkembang."
Pemilu 2019 kali ini adalah momentum untuk semakin mengibarkan kejayaan partai untuk menancapkan kuku perjuangan baik di DPR, pemerintah dan lini lainnya yang menjadi medium pengabdian seluruh kader.
Kemenangan yang diperjuangkan bukan hanya mengejar kekuasaan an sich. Lebih dari itu, bagi PDI Perjuangan dan Presiden Joko Widodo, kekuasaan hanya alat untuk melanjutkan cita-cita para Pendiri Bangsa.
Kekuasaan bagi PDI Perjuangan bukan yang utama. Yang terpenting adalah bagaimana memaksimalkan kekuasaan, untuk mengatur sistem yang bisa mensejahterahkan rakyat secara luas.
Dengan kekuasaan, PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi ingin memastikan Pancasila tetap abadi. NKRI harga mati dan Kebhinekaan tetap terjaga.
Untuk itu, kemenangan Pileg dan Pilpres 2019 adalah 1 kesatuan rangkaian yang harus diperjuangkan hingga titik darah penghabisan.
Karena jika tidak, ancaman disintegrasi bangsa menghantui kita dan Fasisme serta KKN ala Orba akan kembali menjadi mimpi buruk Bangsa ini.
Jangan biarkan mereka berkuasa. Karena jika kelompok intoleran dan radikal menguasai Indonesia yang selama ini diakomodir oleh mereka, perlahan-lahan tanpa disadari, mereka akan menunggangi kekuasaan untuk menggerogoti Pancasila dengan menginfiltrasi sistem yang mengatasnamakan keyakinan agama tertentu yang mereka anggap produk Tuhan.