Ikuti Kami

Tanah Untuk Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Oleh: Fajar Ahmad Huseini, Kader PDI Perjuangan dan Ketua DPD Forum Nasional Bhinneka Tunggal Ika Sulawesi Selatan.

Tanah Untuk Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Fajar Ahmad Huseini, Kader PDI Perjuangan dan Ketua DPD Forum Nasional Bhinneka Tunggal Ika Sulawesi Selatan.

Jakarta, Gesuri.id - Kisruh pemeran Bung Yos Suprapto yang viral baru-baru ini, karena lima lukisannya telah memicu polemik akibat kepanikan kekuasaan itu sendiri. Seperti biasa belakangan ini pangadilan nitizen melakukan ritualnya dengan mendakwa dan sekaligus menjatuhkan "hukumannya" kepada kemunafikan dan arogansi kekuasaan. 

Menjadi penting untuk "menatap" kembali lima lukisan Bung Yos, karena bagi penulis itu gugatan serius atas rusaknya moral politik kekuasaan hari ini di negeri kita yang tercinta!. Tidak penting untuk berdebat tentang masalah teknis gagalnya penyelenggaraan pameran lukisan tersebut. Apakah itu bukan sensor kekuasaan atau hanya sekedar perbedaan perspektif dan kesepakatan antara sang seniman dengan kurator serta penanggung jawab pelaksana pameran tunggal tersebut, karena itu "logika dangkal" yang ibaratnya berputar seperti menelisik kisruh panitia tahunan penyelenggara agustusan di ruang lingkup RT atau RW di gang sempit. 

Lukisan Bung Yos mengungkapkan di salah satu kanvasnya, bahwa "jilat menjilat" kepada pemilik kuasa adalah kebiasaan yang paling memalukan dan mencederai rasionalitas kita sebagai bangsa yang beradab. Sebagaimana mandat proses kekuasaan itu seharusnya dijalankan, berdasarkan amanah moral konstitusi. Sebenarnya kalau mau didiskusikan lebih jauh, lima lukisan Bung Yos tersebut adalah sebuah lecutan untuk menyadari bahwa politik kekuasaan di negeri kita hari ini faktanya dalam keadaan "sangat tidak baik-baik saja". 

Penulis sedikit banyak telah mengenal sang seniman Yos Suprapto dan ingin sedikit berbagi informasi tambahan tentang personal beliau, walaupun sudah pernah diulas dalam beberapa tulisan, salah satunya misalnya dari tulisan Dahlan Iskan.

Bung Yos juga dikenal sebagai seorang saintis yang ahli pada bidang botani dan lapisan tanah. Penelitiannya beberapa tahun terakhir seputar kerusakan tanah akibat kesalahan fatal paradigma dalam mengelola lahan pertanian selama ini, padahal sejatinya sumber daya lahan pertanian dan hutan itu sangat vital di negeri kita.

Mungkin kita sebagai orang yang awam soal ini, bertanya sepenting apa penilitian Bung Yos ?. Singkatnya, bahwa dapat dipastikan kerusakan lahan pertanian yang telah terjadi sudah bertahun-tahun lamanya, akibat penggunaan zat kimia pada pupuk dan penanggulangan hama yang digunakan para petani kita begitu mengkhawatirkan, karena kerusakan menembus hingga ke beberapa lapisan pada struktur bawah tanah. Sebagai kebiasaan, itu dilakukan atas regulasi kebijakan pemerintah selama ini dan pastinya sangat berkaitan dengan praktek monopoli korporasi bidang pertanian produsen pupuk dan pembasmi hama. 

Sedikit tambahan informasi, ada yang menarik saat Bung Yos mendemonstrasikan sebuah edukasi visual secara langsung kepada para petani binaannya. Ketika membandingkan tanah telah dinyatakan rusak atau tidak lagi alami, ketika stop kontak dipasangkan bohlam lampu dan penghubungnya ditancapkan pada tanah, bohlam sama sekali tidak menyala, sedangkan stop kontak yang dipasangkan bohlam lampu dan penghubungnya ditancapkan pada tanah yang belum terkontaminasi atau masih alami, stop kontak bohlam lampu itu menyala, seperti saat bohlam dialiri listrik. Memang penjelasan ilmiahnya tanah yang masih sehat secara alami itu bisa memicu atau memiliki aliran listrik bertegangan rendah. 

Demontrasi itu dalam bentuk rekaman video pendek yang dikirim Bung Yos ke penulis pada salah satu pertemuan di Yogyakarta yang diprakarsainya, dihadiri para petani binaan dan Pemerintah Daerah setempat, juga salah satu pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, sekitar dua tahun yang lalu. Catatannya bahwa, poin yang ingin disampaikan dari paparan singkat ini, adanya penegasan sebuah spirit dan visioner seorang Bung Yos Suprapto ketika rencana pameran lukisannya bertajuk, "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan. Tema tersebut esensinya adalah respon kecintaan kepada tanah airnya yang dimanifestasikannya dalam kritik atas problem yang sangat prinsipil pada media seni lukis.

Sekali lagi, itulah cara salah seorang putra bangsa yang mungkin mengungkapkan kemarahannya, kesedihannya, atau minimal keprihatinannya atas rusaknya moral kekuasaan yang terus saja menambah catatan panjang kompleksitas permasalahan di negeri kita, dan sebagai akibatnya berbagai ketidakadilan tetap berjalan seakan tanpa henti.

Teringat kembali, pada sesi debat pemilihan presiden 2024 lalu, salah satu kandidat calon wakil presiden Mahfud MD mengatakan bahwa, sampai kapan pun fondasi keadilan tidak akan pernah terselesaikan di negeri kita, ketika tidak adanya upaya yang serius terhadap arah refomasi agraria yang berkeadilan.

Dan penyelesaian tersebut hanya memungkinkan bisa terlaksana ketika kekuasaan benar-benar serius untuk melakukannya, tanpanya mustahil kusutnya konflik agraria yang terjadi selama ini, bisa secara perlahan diminimalisir dengan adil. Apalagi  sudah menjadi rahasia umum bahwa, akses tanah di negara kita dimonopoli oleh perselingkuhan oligarki - kekuasaan itu sendiri, dan menurut kacamata para nitizen hampir mustahil berpihak pada masyarakat kecil. 

Viralnya skandal pagar laut bersertifikat HGB di Tangerang dan pemberitaan berbagai media soal skandal ekspor ilegal biji nikel ke China baru-baru ini yang sangat merugikan negara, telah mengonfirmasi bahwa kekayaan tanah air kita dari barat hingga ke timur faktanya seakan-akan hanya milik segelintir orang saja. Jika kita bercermin terlihat wajah Indonesia begitu muram dan sangat mencemaskan. 

Akhirul kalam, mengutip kembali ungkapan Bung Karno, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir "penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri".

Quote