Musim kemarau panjang yang terjadi sejak Maret lalu menyebabkan sawah di Dusun Wanarata, Desa Kalitapen, Kecamatan Purwojati, Banyumas, Jawa Tengah, mengering.
Akibatnya, warga tidak dapat menanam padi sehingga stok beras berkurang. Akibat kekurangan beras, sebagian warga terpaksa mengonsumsi nasi tiwul dan oyek berbahan singkong.
Baca: Nasi Aking Makanan Unggas, Ganjar: Lebih Baik Umbi-umbian
“Dari awal musim kemarau bulan Maret sampai sekarang, setiap hari makannya oyek dan tiwul. Nasi untuk anak dan oyek untuk orangtua," kata Warsem (45), salah satu warga Dusun Wanarta, baru-baru ini.
Di rumah Warsem tinggal lima orang anggota keluarganya. Selain satu anak, suaminya juga harus menghidupi kedua mertua yang ikut tinggal bersama.
Hal itu yang membuat mengonsumsi tiwul dan oyek menjadi alternatif sebagai pendamping demi menghemat beras.
“Musim kemarau adanya singkong, jadi ya masak itu tiwul. Biar hemat beras, masak tiwul sehari sekilo,” ujarnya.
Tak hanya Warsam, sebagian besar warga di Propinsi Jawa Tengah saat ini sedang mengalami kekurangan beras akibat musim kemarau yang tengah melanda.
Kepala Dusun Wanarata, Karto mengatakan, di dusunnya terdapat 450 kepala keluarga atau sekitar 2.000 jiwa.
Sedangkan sawah di dusunnya merupakan sawah tadah hujan sehingga hanya bisa ditanami dengan padi gogo.
“Yang jelas makanan pokok orang sini nasi, selagi musim kemarau warga biasa masak tiwul sama oyek untuk dampingan nanakan nasi. Karena musim kemarau ini tidak ada panen, yang jelas karena tidak ada sumber air, ada yang sudah tanam tapi karena kemarau datang akhirnya tidak panen,” jelasnya .
Di dusunnya hampir seluruh warga mengandalkan hasil pertanian. Setidaknya terdapat sekitar 30 hektare lahan sawah padi dan 30 hektare tanaman palawija seperti kacang, jagung, kedelai dan singkong. Akibat kemarau panjang, sawah tersebut tidak dapat ditanami padi.
“Sudah biasa makan tiwul dan oyek sebagai pendamping saja. Kalau makan oyek itu dari pagi sampai sore kenyang terus, jadi tahan. Berbeda kalau nasi kadang setiap saat inginnya makan tapi tidak ada kenyangnya,” pungkasnya.
Namun, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo justru malah menyarankan agar masyarakat mengonsumsi tiwul sebagai makanan yang bagus kandungan gizinya.
"Makan tiwul itu boleh, dan sehat. Tiwul sekarang enak," ujar Ganjar.
Baca: Ganjar Minta Laporkan Warga Makan Nasi Aking
Tiwul memang identik dengan hidangan warga di daerah tandus. Makanan tiwul dibuat dari ubi kayu digunakan sebagai cara masyarakat mempertahankan diri dari ancaman kelaparan ketika musim kemarau.
Ganjar mengatakan ketimbang memakan nasi aking akan lebih baik jika mengonsumsi makanan umbi-umbian yang tumbuh di sekitar rumah. Umbi-umbian juga punya kandungan karbohidrat yang cukup.
Selain itu, umbi-umbian juga merupakan bagian dari diversifikasi pangan yang digalakkan pemerintah selain beras. "Kalau tidak ada beras, saya anjurkan makan tiwul, umbi-umbian dan itu diversifikasi pangan. Yang tidak boleh itu tidak makan, kalau sudah begitu tolong lapor ke saya," Ia menambahkan.
Ganjar melanjutkan, pengolahan umbi-umbian juga saat ini terus berkembang hingga mempunyai sejumlah varian rasanya. Oleh karenanya, variasi makanan pokok selain beras penting untuk dilakukan, tidak hanya di musim kemarau.
Kemarau yang tengah melanda beberapa daerah di Jawa Tengah saat ini memang membuat Gubernur Ganjar Pranowo membuat kebijakan agar warganya tidak memilih nasi aking sebagai makanan pokok pengganti beras.
Meskipun stok beras di lumbung-lumbung warga telah semakin menipis sehingga mereka banyak yang beralih mengonsumsi nasi aking.
Nasi aking sesungguhnya adalah makanan yang berasal dari sisa-sisa nasi yang tak termakan yang dibersihkan dan dikeringkan di terik matahari. Nasi aking biasanya dijual sebagai makanan unggas.
Pemprov jamin kebutuhan pokok dan air bersih
Memasuki musim kemarau pada tahun ini, sebagian wilayah Jawa Tengah mulai dilanda kekeringan. Namun, terkait pasokan pangan dan air bersih, Pemprov Jateng menjamin kebutuhan pokok maupun air bersih tercukupi.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik menyikapi kekeringan yang melanda sejumlah daerah di provinsi ini. Hal ini karena Jateng sudah lebih siap dibanding tahun sebelumnya.
Ganjar telah menginstruksikan kepada bupati/wali kota untuk selalu siaga dengan kondisi kekeringan di daerahnya. Termasuk, selalu menginformasikan kondisi terkini bantuan dan langkah yang sudah dilakukan.
Selain itu, Ganjar juga selalu mengingatkan kepada warga, untuk tidak mengonsumsi nasi aking atau nasi bekas. Karena, kebutuhan pangan di Jateng dalam posisi aman.
Baca: Ganjar: Saya Selalu Membela Petani Tembakau
“Kita pangan masih cukup, air juga cukup, droping air bersih terus dilakukan. Seluruh kabupaten/kota sudah siaga, CSR juga ada. Saya minta bupati/wali kota memberikan laporan secara visual kepada saya. Tapi saya ingatkan, jangan sampai ada warga yang makan nasi aking,” kata Ganjar, Senin (6/8).
Lebih lanjut Ganjar menjelaskan, apabila ada warga yang kedapatan mengonsumsi nasi aking bisa dilaporkan kepada dirinya.
Ia justru menyarankan warga, agar tidak tergantung pada konsumsi beras dan beralih ke diversifikasi pangan. Misalnya umbi-umbian yang mempunyai kandungan karbohidrat tinggi.