Jakarta, Gesuri.id - Refleksi melihat debat ke 3 Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur 2024 lalu. Menjadi pemantik rasa yang harus di renungi seluruh masyarakat Jawa Timur. Memilih Figur Pemimpin yang berani memutus segala permasalahan yang selama ini menjadi beban sosial besar di provinsi Jawa Timur atau menjatuhkan hati pada fenomena popularitas yang selama ini tidak menyelesaikan masalah apapun di Jawa Timur.
Selama ini kita memang mengenal Bu Risma sebagai sosok yang rajin bekerja bukan figur yang banyak bicara. Rasa-rasanya karakter itulah yang sangat diperlukan masyarakat Jawa Timur utamanya dalam kondisi sekarang. Bila kita menilik secara garis komando administratif, jarak masyarakat Jawa Timur yang tinggal di desa-desa tidaklah dekat dengan pemerintah provinsi, melainkan akses terdekat mereka adalah pemerintah desa dan kabupaten atau kota yang memang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat.
Ini menjadi pengingat bahwa tugas pemerintah provinsi haruslah dapat meringankan, mempercepat, dan memperkuat fungsi-fungsi yang berjalan di desa dan kabupaten atau kota agar manfaatnya dapat dirasakan. Kebermanfaatan secara langsung di sektor pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan lingkungan misalnya, inilah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Jawa Timur sebagai bukti bekerjanya pemerintah provinsi dalam wujud percepatan-percepatan aksi yang langsung menyentuh masyarakat hingga ke pelosok desa sekalipun.
Bu Risma secara otentik dan konsisten mengawali pemaparan dan pendalam visi dan misinya dengan penekanan yang menunjukkan keberpihakannya pada masyarakat kecil dan kurang diperhatikan. Dalam pembukaan, dirinya berulang-ulang mengatakan agar jangan sampai ada rakyat kecil yang menangis kesusahan karena kesulitan mengakses layanan dasar seperti air bersih, kemudian sulitnya mendapatkan pupuk bagi petani, juga para nelayan yang terlalu banyak dihadapkan pada aturan-aturan serta larangan dalam melaut, dan lain sebagainya.
Di saat pasangan calon lain menggaungkan posisi Jawa Timur sebagai Gerbang Baru Nusantara yang merujuk pada pelayanan barang dan jasa untuk IKN dan Indonesia Timur, Bu Risma sekali lagi mengatakan," Mau jadi apapun Jawa Timur yang penting dipastikan pusat pertumbuhan itu merata dimana saja. Kita harus berpihak kepada masyarakat yang paling susah". Itulah Bu Risma yang berbeda dengan pasangan lainnya. Di kala pasangan lain ingin melakukan pemolesan citra dan retorika, dalam benak beliau yang terbersit paling kuat adalah pikiran yang tertuju pada masyarakat yang mengalami kesusahan.
Keberpihakan Bu Risma ini dilengkapi dengan gagasan serta pemaparan dari Gus Hans yang lebih banyak berkaca pada realitas ketimbang rencana yang terkesan muluk-muluk dan indah diucapkan, namun kenyataannya justru berkebalikan: sulit sekali untuk dijalankan. Ketika calon wakil gubernur Emil Dardak mengungkapkan pembangunan jalan tol dari Probolinggo ke Banyuwangi yang akan diselesaikan sampai Besuki dengan dalih bahwa pintu keluar dari Besuki justru mendatangkan peluang usaha padat karya bagi pelaku UMKM dan ekonomi kreatif seperti wisata arak-arak di Bondowoso, pernyataan ini justru memperlihatkan ketidakpahamannya pada realitas.
Tujuan orang menggunakan jalan tol dalam logika umum agar bisa sampai di tempat tujuan dengan cepat, entah dengan maksud untuk mengunjungi sanak saudara, berlibur, atau plesiran ke tempat-tempat pariwisata. Bila wisata dikembangkan di pintu keluar tol justru kontraproduktif karena membuatnya rawan terlewatkan oleh pengunjung serta situasinya juga bisa tidak kondusif, contohnya kebisingan suara kendaraan dari jalan tol menjadikan keadaan semacam ini tidak ideal sama sekali untuk sebuah tempat wisata. Jalan tol bisa berbuah pertumbuhan ekonomi bila integrasi dengan pemerintah kabupaten dan kota berjalan baik.
Gus Hans menanggapi ini dengan mempertegas sisi realistis yaitu mengajukan bahwa pemanfaatan rest area dapat dioptimalkan sebagai etalase tempat penjualan barang-barang produk UMKM khas daerah sehingga efek ekonominya jauh lebih terasa. Problemnya justru terletak pada kemampuan para pelaku UMKM ini yang belum semuanya bisa membayar biaya angkutan barang-barang mereka akibat tingginya tarif jalan tol. Justru di sinilah yang harus dipikirkan bersama, salah satunya dengan mengimbangi pengembangan jalan-jalan non-tol guna menurunkan tarif angkutan barang yang dimaksud. Ini jelaslah Gus Hans memperkuat keberpihakan Bu Risma pada masyarakat kecil.
Selain itu, untuk isu daerah yang memiliki kesulitan untuk membangun konektivitas, paparan dari pasangan calon nomor dua menyampaikan pentingnya kerjasama antara pemerintah pusat dengan pihak lain seperti Islamic Development Bank , juga contoh bagaimana wilayah di kepulauan Madura telah disiapkan pelabuhan jangkar di Situbondo untuk membantu konektivitas di kepulauan Madura. Apa yang perlu diperhatikan dari pernyataan ini ialah sejauh mana pengembangan infrastruktur betul-betul dipastikan mendatangkan multiplier effect hingga pada masyarakat bawah. Kita tahu banyak praktik-praktik yang menghambat pertumbuhan ekonomi juga seperti misalnya penggelapan barang melalui pelabuhan, mafia pelabuhan, dan seterusnya yang berujung pada mahalnya biaya penggunaan pelabuhan. Artinya, infrastruktur bisa tidak berarti apa-apa bila selama ini evaluasi atas pertumbuhan yang inklusif tidak betul-betul diperhatikan dan diperbaiki.
Calon Gubernur nomor urut 3 Tri Rismaharini Kembali berkomitmen menjadi Ibu bagi seluruh Jawa Timur. Ia Kembali menegaskan untuk menggratiskan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan baik negeri maupun swasta. Pihaknya juga akan memastikan insentif bagi guru di dua instansi tersebut. Bu Risma menekankan akan menyiapkan waktu secara terus menerus dan memastikan seluruh masalah bisa disolusikan. Seluruh program akan dipastikan dapat dilaksanakan tidak tanpa kesepakatan di bawah meja namun semua kebijakan terukur dan transparan.
Selain itu Gus Hans selaku pendamping Ibu Risma sebagai Cawagub Jawa Timur berjanji akan membangun infrastruktur dengan terukur yang membahagiakan seluruh warga Jawa Timur. “Kami akan membangun dengan penuh hati, tanpa bermain hati dan tanpa panas-panasan hati. Dan kami saya yakini bahwa kita akan gunakan tolak ukur adalah kebahagiaan masyarakat bukan penghargaan penghargaan yang di atas meja meja kita, saja bahagianya rakyat adalah bagi kita semua”.
Pernyataan ini menandakan bahwa seorang pemimpin itu harus melayani masyarakatnya dengan sepenuh hati tanpa adanya hati yang ternodai atau terciderai. pemimpin itu datang dengan menyejukkan menenangkan hati dari masyarakat yang mungkin sedang tidak baik-baik saja, untuk itu hadirnya pemimpin dari hati diharapkan sebagai solusi yang baik yang mampu menghadapi masyarakatnya yang mungkin keras kepala, masyarakatnya yang berlatar belakang banyak yang tidak serta merta gampang diatur.
Segala kebijakan yang dilakukan untuk dikerjakan dalam membangun Daerah yang lebih baik perlu juga yang membahagiakan masyarakatnya sesuai dengan pernyataan Gus Hans diatas, dalam membangun infrastruktur selain perlu secara terukur dan transparan namun juga harus menyiapkan segala integrasi lanjutan sebagai pengungkit gerak ekonomi daerahnya. Inilah seharusnya cermin intelektualitas seorang pemimpin yang didambakan di masa depan karena selalu memberi harapan yang baru.