Jakarta, Gesuri.id - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkapkan bagaimana partainya melakukan transformasi dari parpol yang bersikap oposisi di era Orde Baru hingga menjadi Parpol penguasa yang berhasil saat ini.
Hal itu diungkapkan Hasto saat menerima delegasi Council of Asian Liberal and Democrats (CALD Party) di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Sabtu (28/10).
Dimana, workshop yang diikuti pengurus partai politik dari sejumlah negara ini akan membahas tentang 'Dari Oposisi Menjadi Partai Penguasa: Praktik Terbaik Pengurusan Partai'.
Mulanya, Hasto menyampaikan selamat datang kepada perwakilan CALD Party di Sekolah Partai PDIP. Di sekolah ini, pendidikan dan pelatihan kader partai dirancang secara sistematis dan sederhana.
"Seluruh peserta tidur dalam satu asrama besar, dengan tempat duduk berjenjang, untuk membangun solidaritas, persatuan, dan semangat persaudaraan," kata Hasto.
"Pembentukan kader diberikan secara sistematik. Selain materi terkait Pancasila (lima pedoman – filsafat negara) sebagai ideologi nasional kita, platform Partai, kepemimpinan politik strategis, manajemen organisasi, pemasaran politik, komunikasi politik dan juga strategi pemenangan pemilu," sambung Hasto.
Hasto menambahkan, sebelum pelatihan dimulai, seluruh kader akan mengikut psikotes online untuk melihat seluruh aspek kepribadian, kepemimpinan, daya juang, dan kemampuan manajerial.
Dia juga menceritakan perjalanan PDI Perjuangan dalam melakukan transformasi yang dilakukan sejak tahun 2000.
PDI Perjuangan sebagai sebuah partai telah melakukan pelembagaan. Namun pada periode ini, Partai hanya mampu mengembangkan struktur Partai sampai ke tingkat desa.
Pada tahun 2002, pelatihan nasional diselenggarakan untuk pertama kalinya, setelah hampir 32 tahun berada di bawah pemerintahan Orde Baru yang represif, PDI tidak mampu menyelenggarakan pelatihan tersebut.
"Pada tahun 2005 kami mengisi struktur tersebut dengan kader-kader dari pelatihan sejak tahun 2002," ungkap Hasto.
Lebih lanjut, pada tahun 2010, posisi politik PDI Perjuangan dirumuskan sebagai Partai Ideologi berdasarkan Pancasila yang mengambil jalur nasional dan rakyat.
Di tahun itu pula, seluruh Platform Partai berhasil dirumuskan. Mulai dari Visi-misi dan agenda strategis Partai disusun berdasarkan ajaran Trisakti Bung Karno, sang proklamator dan bapak bangsa Indonesia.
"Prinsip Trisakti ini menggambarkan tekad untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdiri sendiri, berswasembada di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan," ungkap Hasto.
Di periode itu juga dirumuskan sikap politik yang sangat penting bahwa mengurus Partai sama dengan mengurus negara.
Lalu, politisi asal Yogyakarta ini mengatakan pelembagaan Partai dilanjutkan di tahun 2015 pada Kongres Partai Keempat (IV). Dirumuskan platform Partai untuk meletakkan landasan Trisakti Soekarno.
"Pada periode 2014-2019, PDI Perjuangan menduduki pemerintahan setelah pada dua periode sebelumnya mengambil sikap menjadi oposisi di pemerintahan," ucap Hasto.
Jelang Kongres di tahun 2015, PDI Perjuangan melakukan perubahan mekanisme penetapan ketua, sekretaris, dan bendahara Partai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dari pemilihan langsung menjadi pemilihan berdasarkan sistem merit.
Melalui pemilu langsung, kata Hasto, PDI Perjuangan melihat adanya praktik politik uang dalam pemilihan pimpinan Partai.
Dia menilai, dampaknya praktik itu sangat merugikan Partai. Apalagi, perubahan mendasar dilakukan pada sistem merit. Caranya adalah dengan mengajukan calon dari tingkat paling bawah dalam struktur partai.
"Misalnya saja ada 20 calon yang diajukan di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Partai memberikan tes tertulis terkait ideologi, platform partai, dan program strategis partai. Pada saat yang sama juga dilakukan psikotes yang kami lakukan bekerjasama dengan Ikatan Ahli Psikologi Indonesia, termasuk wawancara mendalam melalui studi kasus," kata Hasto.
"Dari 20 orang tersebut, dipilih 5 kandidat terbaik. Kemudian melalui Rapat Paripurna DPP (Dewan Pimpinan Pusat) dipilih 3 calon terbaik dan dikembalikan ke daerah untuk dipilih. Dengan beranggotakan 3 orang terbaik ini, diadakan Musyawarah Regional untuk Provinsi, dan Musyawarah cabang untuk kabupaten/kota."
"Dalam konferensi sebagai badan pengambil keputusan tertinggi di tingkat daerah, kemudian dilakukan musyawarah untuk menentukan siapa yang paling layak dipilih menjadi ketua, sekretaris, dan bendahara. Jika musyawarah tidak bisa berjalan (deadlock), maka hasil tes bisa ditunjukkan, baru bisa dilakukan komitmen terhadap program partai. Dengan sistem merit dan demokrasi deliberatif, Ketua, Sekretaris, dan Bendahara terpilih didampingi oleh tim formatur kemudian menyusun strukturnya," papar Hasto.
Dengan menerapkan instrumen sistem merit dan musyawarah ini, Hasto menyakini bahwa politik uang praktis bisa diberantas.
Hal itu bisa dilihat bagaimana partai semakin solid dan pemilihan pimpinan saat itu hanya memerlukan biaya psikotes sebesar Rp 1,4 juta (tahun 2014 setara US$ 125) dan tahun 2019 ketika sistem diterapkan kembali hanya Rp 606 ribu (atau setara US$ 44) karena psikotes dilakukan secara online.
"Kita bisa melihat pemilihan kepemimpinan berbiaya rendah," ungkapnya.
Dengan menekan biaya melalui sistem merit, lanjut Hasto, penempatan posisi strategis menjadi lebih murah dengan kualitas yang lebih baik.
Dampak lainnya, Partai dapat bergerak solid dan cepat membangun kantor partai secara gotong royong. Hasilnya, dalam 2 tahun terakhir, 127 kantor partai baru mampu dibangun.
"Jadi bahwa, saat ini PDI Perjuangan mempunyai 2 Sekolah Partai, beserta 146 kantor. Semuanya milik atas nama partai dan tidak bisa dijual. Demi menjaga aset partai, PDI Perjuangan membangun sistem yang kemudian ditetapkan standarisasi melalui mutu ISO manajemen dan manajemen aset ISO," jelas Hasto.
Doktor Ilmu Pertahanan ini juga menambahkan, keseluruhan pelembagaan partai dilakukan dengan menggabungkan berbagai teori politik, teori manajemen organisasi, teori kepemimpinan strategis, teori budaya strategis dan transformasi organisasi.
Dengan memadukan teori dan berbagai pengalaman empiris, PDI Perjuangan terus memantapkan eksistensinya agar fungsi strategis partai dapat berjalan dengan baik.
"Tidak ada demokrasi tanpa partai politik. Atas dasar itu, pelembagaan partai adalah jawabannya. Tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan elektoral partai dalam memenangkan pemilu, namun untuk lebih membuktikan bahwa melalui partai dapat tercipta kader-kader yang visioner, membumi, profesional, dan mempunyai kemampuan transformasi sosial, menuju peradaban bangsa yang lebih maju, unggul dan berdaya saing. secara global," katanya.
Berdasarkan hal tersebut, PDI Perjuangan mendapat kehormatan menjadi tuan rumah acara ini.
"Semoga kita bisa saling berbagi pengalaman, sebagai upaya meningkatkan kualitas demokrasi di negara kita masing-masing," tutupnya.