Ikuti Kami

Harlah Bung Karno dan Saatnya Kembali ke Identitas Bangsa

Iis: Mendidik masyarakat untuk membumikan Islam Nusantara agar identitas bangsa tetap terjaga.

Harlah Bung Karno dan Saatnya Kembali ke Identitas Bangsa
Kader PDI Perjuangan, Iis Sugianto. (Foto: Dok. Iis Sugianto)

Jakarta, Gesuri.id - Kalau jadi Hindu jangan jadi Orang India, Kalau jadi Islam jangan jadi Orang arab, Kalau jadi Kristen jangan jadi Orang Yahudi...Tetaplah Jadi Orang Nusantara Dengan Adat-Budaya Nusantara Yang Kaya Raya ini... (Pidato Bung Karno).

Di Harlah atau Hari Lahir Bung Karno, Putra Sang Fajar, Pendiri Bangsa, Sang Proklamator ke-118 pada 6 Juni 2019 ini, kita diingkatkan kembali akan bahaya ancaman disintegrasi Bangsa yang begitu mudah dipicu oleh unsur sentimen agama di Republik ini.

Baca: Harlah Bung Karno & Haul Taufiq Kiemas Menyatukan Bangsa

Pasca Pemilu 2019, Indonesia dihadapkan dengan gerakan aksi massa atau people power yang masih saja digadang-gadang oleh sekelompok orang yang tidak bisa menerima kekalahan pasangan capres dan cawapres yang diusungnya. Nuansa politisasi agama begitu kental untuk menjustifikasi pengerahan massa yang sangat rentan untuk ditunggangi teroris dan perusuh. 

Seperti diketahui, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga telah menggugat hasil rekapitulasi suara nasional Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang hasilnya akan diputuskan pada 28 Juni 2019. 

Untuk itu menjelang pengumuman MK tersebut rakyat kembali diingatkan pesan Bung Karno untuk seluruh rakyat Indonesia. Menolak disintegrasi apalagi mengatasnamakan agama tertentu demi kedamaian dan keutuhan NKRI.

Kepada Gesuri, Minggu (9/6), Kader PDI Perjuangan, Iis Sugianto, mengatakan Indonesia harus kembali kepada identitas bangsa di tengah ancaman disintegrasi bangsa, khususnya dampak Pemilu 2019. Sebagai penduduk dengan mayoritas beragama muslim, lanjut Iis, tantangan ke depan adalah bagaimana membumikan Islam Nusantara. 

Konkritnya, ujar Iis, mendidik rakyat bukan menjadi pemeluk Islam yang mengikuti budaya asing yaitu ke-arab-arab-an, sehingga bangsa ini kehilangan identitasnya. 

"Itu sebenarnya yang diinginkan Allah, bukan meniru ke suatu negara dimana berasalnya agama tersebut," ujar Srikandi Banteng yang juga penyanyi senior cantik itu.

Demikian pula, Iis menambahkan Hindu yang ke-india-india-an, yang seharusnya Hindu Nusantara, sebab di Bumi Nusantara inilah tempat dimana kita dilahirkan. 

Iis mengingatkan begitu bahayanya kehilangan identitas Bangsa, sebab hal itu akan menjadi cikal bakal hancurnya Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI). 

Untuk itu, Iis menekankan generasi muda negara ini harus bangga kepada kebudayaan bangsanya. 

Tak hanya itu, Ia menambahkan juga harus bangga dan merasa memiliki kekayaan dan geografis bangsanya. 

"Generasi muda harus sungguh-sungguh mengenali negerinya, baru kemudian bisa kita bangkitkan rasa nasionalismenya. Sehingga ketika mereka berkarya mereka ingin memberi yang terbaik untuk negara yang dicintainya," ungkap Iis.

Islam dan Bung Karno

Dalam Buku Bung Karno, Islam dan Pancasila tertulis Islam merupakan agama yang sudah masuk ke nusantara sejak abad ke tujuh. Dalam perkembangannya, Islam diterima dengan baik di nusantara, terutama di Jawa sebagai pusat pergerakan kemerdekaan. 

Serupa dengan Islam, agama-agama lain juga mendapat tempat untuk berkembang. Dan secara umum kesadaran masyarakat nusantara adalah berketuhanan, mengakui adanya agama dan Tuhan.

Baca: Dari Bung Karno Hingga Jokowi Lahir di Bulan Juni

Dengan demikian, para tokoh pergerakan kemerdekaan saat itu bergerak dengan membawa serta nilai-nilai yang dianut di dalam kepercayaan masing-masing. Begitu juga dengan Ir. Soekarno atau Bung Karno. Sebagai salah satu tokoh kunci yang sudah mulai berfikir dan berbicara kemerdekaan di awal tahun 1900-an, Bung Karno juga dibekali dengan nilai-nilai spritualitas.

Bung Karno juga memiliki sumbangsih terhadap Islam di dunia internasional. Misalnya, Bung Karno ikut berperan dalam penemuan kembali makam imam Bukhari di Samarkand, Uzbekistan, di tahun 1961. 

Bung Karno juga yang mengusul padang Arafah ditanami pohon yang dinamakan “Syajarah Soekarno” atau “Pohon Soekarno”. Bung Karno juga berperan terhadap hidupnya kembali Mesjid Jamul Muslim (Mesjid Biru) di sebuah negara komunis yaitu Saint Petersburg, Uni Soviet.

Quote