Jakarta, Gesuri.id - Dikukuhkan menjadi guru besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengungkapkan dalam proses belajar mengajar aktif, dirinya akan berfokus pada bidang cybercrime.
"Interest saya di bagian cybercrime, cyber bully, cyber intimidation dalam melihat fenomena medsos bagi perkembangan demokrasi kita tak hanya di Indonesia, pengalaman di negara lain bahwa fenomena ini harus kita teliti dan kita jelaskan," katanya saat mengucapkan orasi ilmiahnya pada sidang senat terbuka, Rabu (11/9).
Baca: Yasonna Masih Pelajari Draft Revisi UU KPK
Pada kesempatan itu, Yasonna mengenang peristiwa tragedi serangan teror 11 September 2001 di dua menara kembar World Trade Center (WTC), New York, Amerika Serikat.
Politisi PDI Perjuangan itu pun berharap kedamaian terus terbangun di antara bangsa-bangsa di dunia dengan saling bekerjasama satu sama lain antar negara.
"Tidak bisa, masing-masing negara, di era yang sudah mengglobal ini, bertindak sendiri-sendiri. Butuh kerja bersama dari seluruh negara untuk memberantas kejahatan yang sudah melintasi batas negara (transnational crimes). Jangan sampai, tragedi besar 'Nine Eleven' (9/11 atau 11 September) yang memilukan itu muncul kembali dalam bentuk kejahatan lain," ungkap Yasonna.
Yasonna juga menyerukan bahwa fenomena cyber bullying atau perusakan di dunia maya yang awalnya dianggap hanya mengganggu kesehatan jiwa remaja dan menjadi perhatian psikolog, ternyata berubah menjadi cyber victimization yang perlu perhatian kriminolog, peneliti dan ilmuwan sosial.
"Sebab, menggejalanya cyber bullying dan cyber victimization ini telah menghadirkan malapetaka sosial, yakni terciptanya polarisasi yang keras di tengah masyarakat. Hal ini terjadi karena diabaikannya sisi positif dari internet, khususnya media sosial, untuk mengkampanyekan segi-segi terbaik dari praktik berdemokrasi di era digital democracy, malahan justru menggunakannya untuk menghancurkan demokrasi itu sendiri," paparnya.
Ia menilai terbatasnya teori-teori kriminologi dan hasil-hasil penelitian tentang cyber bullying dan cyber victimization terkait demokrasi menjadi tantangan bagi para kriminolog, peneliti dan ilmuwan sosial untuk menjelaskan secara ilmiah.
"Kita harus memberikan perhatian yang khusus dan melakukan penelitian lanjutan. Kita perlu melakukan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tidak untuk memberikan hukuman, tetapi utamanya untuk memberikan pedoman dalam penggunaan sarana internet, dan mencegah terjadinya cyber bullying, cyber crime dan cyber victimization," tandas Yasonna.
Lebih lanjut, Yasonna mengaku menjadi guru besar di PTIK serasa seperti kembali ke habitat nya. Dalam artian, ia kembali menjadi pengajar, profesi yang ia geluti sebelum jadi menteri.
"Satu kebahagian bagi saya jadi keluarga besar PTIK seperti pulang kampung. Karena memang awalnya karier saya dosen. Dosen masuk politik, di akademik saya pernah jadi pembantu dekan, pembantu rektor 2. Masuk politik lupa kampus, sekarang balik," pungkasnya.
Baca: Megawati Hadiri Pengukuhan Yasonna Jadi Guru Besar PTIK
Diketahui, pengukuhan Yasonna dalam Rapat Senat terbuka di Auditorium Mutiara, PTIK, dilakukan oleh Kapolri Jenderal Polisi Profesor Tito Karvanian.
Disaksikan langsung oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Presiden RI Ke-5 sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua, para Wakil Ketua dan anggota Lembaga-Lembaga Negara, sejumlah Menteri Kabinet Kerja dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Ketua-Ketua Parpol, Pengurus DPP PDI Perjuangan, Jajaran Polri dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.