Ikuti Kami

Refleksi Kudatuli, Hasto: Pilkada Bukan Sekedar Konsolidasi, Tapi Gerakan Rakyat Bersama Pemimpin

Peristiwa Kudatuli ini justru menggelorakan semangat kita di dalam menghadapi agenda partai yang akan datang

Refleksi Kudatuli, Hasto: Pilkada Bukan Sekedar Konsolidasi, Tapi Gerakan Rakyat Bersama Pemimpin
Sekjend PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto

Jakarta, Gesuri.id - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan peringatan 28 tahun peristiwa penyerangan 27 Juli 1996 (Kudatuli) harus menjadi penyemangat bagi seluruh kader memperkuat kedekatan dengan rakyat. Apalagi dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi agenda demokrasi ke depan, salah satunya Pilkada serentak pada 27 November 2024, mendatang.

Hal itu disampaikan Hasto saat menyampaikan pidato dalam acara peringatan 28 tahun peristiwa Kudatuli di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Sabtu (27/7).

“Semakin mendekatkan diri dengan rakyat. Peristiwa Kudatuli ini justru menggelorakan semangat kita di dalam menghadapi agenda partai yang akan datang, untuk melaksanakan Pilkada serentak,” kata Hasto.

Politisi asal Yogyakarta ini menambahkan, bahwa peristiwa Kudatuli ini bisa menjadi pelajaran penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin di Pilkada serentak. 

Sebab, kata Hasto, pemimpin ke depan harus benar-benar memperhatikan sosok yang lahir dari rakyat dan berjuang demi kesejahteraan rakyat. Kudatuli menjadi rangkaian sejarah Reformasi 1997-1998, yang mengantar Indonesia pada  demokrasi dan kebebasan pers. Peristiwa itu melahirkan situasi demokrasi pemilihan langsung, dimana anak dari kalangan biasa bisa menjadi pemimpin.

“Kudatuli mengajarkan kepada kita semuanya di dalam Pilkada serentak itu kita pilih pemimpin-pemimpin yang betul-betul lahir dari bawah, yang betul-betul berjuang untuk masa depan rakyat, yang betul-betul menyelesaikan masalah rakyat itu sendiri,” jelas Hasto.

Hasto menambahkan, seluruh proses rekomendasi para calon Kepala Daerah telah dipersiapkan dengan baik oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Prof. Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri.

Dia juga mengingatkan, bahwa Pilkada serentak bagi PDI Perjuangan bukan sekedar momentum konsolidasi. Namun, lebih jauh dari itu, Pilkada serentak merupakan momentum partai berlambang banteng moncong putih ini dalam menyiapkan sosok terbaik bagi rakyat.

“Pilkada adalah momentum gerakan rakyat bersama pemimpin yang dipersiapkan melalui sekolah partai, dan dia lahir karena dipersiapkan dengan baik kesadaran ideologinya, kesadaran untuk menyelesaikan masalah rakyat  dengan cara-cara yang profesional dan teknokratik,” kata Hasto.

Maka dari itu, Hasto meminta dukungan dan doa kepada seluruh rakyat agar momentum Kudatuli ini bisa melahirkan calon pemimpin yang mengakar ke rakyat.

“kita mohon dukungan kepada seluruh rakyat Indonesia, agar dengan Kudatuli ini pemimpin yang lahir dari Pilkada adalah pemimpin yang betul-betul mengakar kepada kekuatan akar rumput itu,” ungkapnya.

“Percayalah bahwa ‘Mega pasti menang’, PDI Perjuangan menang, bangkit, bergerak dan menang,” pungkas Hasto.

Sementara itu, hadir dan menyaksikan acara peringatan 28 tahun peristiwa Kudatuli adalah Ketua DPP PDI Perjuangan seperti Ganjar Pranowo, Djarot Saiful Hidayat, Yasonna Laoly, Ribka Tjiptaning, Eriko Sotarduga, Wiryanti Sukamdani. Hadir pula Wasekjen PDI Perjuangan Yoseph Aryo Adhie dan Sadarestuwati, serta Wakil Bendahara PDI Perjuangan Yuke Yurike. 

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Prof. Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri pun tampak mengikuti acara ini melalui daring. Ratusan kader partai berlambang banteng moncong putih ini pun turun mengikuti rangkaian acara itu.

Sebagai informasi, peristiwa 27 Juli atau Kudatuli, adalah aksi massa pendukung PDI kubu Soerjadi bersama sejumlah orang yang diduga aparat, menyerang kantor DPP PDI yang diisi oleh massa pendukung PDI kubu Megawati Soekarnoputri.

Upaya penyerangan itu didukung oleh pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan kepemimpinan Megawati dari kantor pusat PDI.

Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat.

Dari hasil penyidikan Komnas HAM, sebanyak 5 orang massa pendukung Megawati tewas, 149 orang terluka dan 23 orang hilang. 

Pemerintah saat itu menuduh aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. 

Peristiwa itu pun dikenal sebagai penyerangan 27 Juli atau Kudatuli atau Sabtu Kelabu.

Quote