Jakarta, Gesuri.id - Kehadiran seorang presiden tidak pernah lengkap tanpa adanya Pasukan Pengaman Presiden (Paspampers) yang siap sedia dan selalu siaga menjaga orang nomor satu di Indonesia. Bukan tanpa sebab seorang presiden mendapat pengawalan yang begitu ketat, pasalnya kepala negara sendiri bisa dikatakan sebagai simbol negara dan paspampers merupakan tameng terakhir bagi nyawa presiden.
Di Indonesia, sejarah berdirinya Paspampers tidak telepas dari nama besar Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno saat ibukota negara akan dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dirangkum dari buku 70 Tahun Paspampers, kala itu, tepatnya pada tanggal 3 Januari 1946, sebuah kereta api luar biasa (KLB) melakukan perjalan dari Jakarta menuju Yogyakarta dalam sebuah misi peyelamatan.
KLB memulai perjalannnya pada sore hari dan mengangkut orang-orang penting di awal kemerdekaan Indonesia yang tidak lain adalah Preiden RI pertama Soekarno beserta keluarga, Wakil Presiden pertama Mohammad Hatta, para menteri, dan keluarga. Perjalanan KLB ini berada di luar jadwal kereta biasa, bahkan bisa dikatakan perjalanannya dirahasiakan dan pengamanannya pun dilakukan dengan sangat ketat.
Pengamanan ekstra ketat tak hanya dilakukan di dalam kereta, tapi juga disepanjang jalur jalan raya yang bersinggungan dengan jalur kereta api. Disebutkan ada sebuah gerbong kosong yang dikhusus diletakan sebagai barikade penghalang jika sewaktu-waktu ada serangan dari kelompok anti pemerintah.
KLB berjalan dari Stasiun Manggarai, Jakarta dan tiba pada tanggal 4 Januari 1946 pukul 07:00 WIB di Yogyakarta. Mulai di hari itulah kegiatan kepresiden dan kemudian diikuti kegiatan pemerintah resmi dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta.
Adapun ide kepindahan tersebut pertama muncul dari Bung Karno --sapaan akrab Soekarno-- yang sebelumnya mendapat informasi terkait kondisi Jakarta yang kian tak kondusif. Kala itu Ketua Komisi Nasional Jakarta Mohammad Roem mendapat serangan fisik, kelompok pro kemerdekaan dan pro Belanda saling serang, bahkan Perdana Menteri Sjahrir dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin juga nyaris dibunuh oleh simpatisan Belanda.
"Karena itu, pada tanggal 1 Januari 1946, Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara," ungkap Sukotjo.
Untuk melancarkan ide Bung Karno yang akan menjalankan pemerintahan di tempat yang baru, maka delapan pemuda yang sebelumnya mengajukan diri sebagai pengawal Bung Karno pun langsung menyiapkan segala sesuatunya. Mereka ini yang akhirnya menajadi orang-orang dengan jasa besar dalam keberhasilan operasi senyap itu, hingga bisa membawa Bung Karno dan rombongan tiba dengan selamat di Yogyakarta.
Saat itu, karena Indonesia masih baru sekali merdeka, maka belum ada satuan khusus yang bertanggung jawab atas keamanan presiden dan wakil presiden. Peristiwa tersebut akhirnya yang menjadi cikal bakal berdirinya Paspampers.
Adapun delapan pemuda yang menjadi pengawal sang Proklamator itu berasal dari Tokubetsu Keisatsutai atau pasukan polisi istimewa. Mereka sendiri yang mengajukan menjadi pengawal Soekarno.
Hal itu mereka bicarakan ke Soekarno, setelah Soekarno diangkat menjadi presiden dan kabinet pertama Indonesia terbentuk.
Detasemen Kawal Pribadi
Pada masa pemerintahan Soekarno, satuan Paspampres masih bernama Detasemen Kawal Pribadi (DKP). Mereka tercatat sudah kerap melakukan pengamanan dan perlindungan atas nyawa Bung Karno.
Seperti misalnya pada saat Bung Karno dijadwalkan berpidato di Makassar pada Januari 1962, dan juga saat penembakan ketika Bung Karno tengah menunaikan ibadah sholat Idhul Adha di Istana Negara. Diketahui sejumlah personel DKP mengorbankan diri mereka sebagai perisai hidup Presiden.
Tahun 1962, kesatuan pengawal presiden bernama DKP berubah menjadi Resimen Tjakrabirawa. Nama tersebut diambil dari nama senjata pamungkas milik Batara Kresna yang dalam lakon wayang purwa digunakan sebagai senjata penumpas semua kejahatan.
Tjakrabirawa menjadi satuan yang dipilih dari anggota-anggota terbaik dari empat angkatan, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian yang masing-masing terdiri dari satu batalyon. Saat itu, Resimen Tjakrabirawa dipimpin oleh Komandan Brigadir Jenderal Moh Sabur dengan wakilnya, Kolonel CPM Maulwi Salean.
Setelah peristiwa G30S/PKI, Resimen Tjakrabirawa dibubarkan, dan dibentuklah Satuan Tugas Polisi Militer AD, atau Pomad Para.
Lalu, tahun 1970, kesatuan pengawal presiden menjadi Paswalpres di bawah rezim Soeharto.
Lalu, masih di era Soeharto, nama Paswalpres diganti menjadi Paspampres, dengan alasan kata pengamanan lebih tepat dari pengawalan.
Syarat Berat
Menjadi seorang Paspampers tentunya tidak semudah ketika di era Soekarno menjabat. Seperti dikutip dari VIK Kompas.com, perekrutan Paspampres dilakukan dengan sangat hati-hati.
Pihak Paspampres akan datang ke berbagai satuan hingga pusat pendidikan TNI untuk mencari prajurit-prajurit terbaik seperti Kopassus, Kostrad, Marinir, dan Paskhas. Bagi mereka yang memiliki keahlian menembak atau pun bela diri, apalagi memilki prestasi tertentu, maka akan diprioritaskan masuk ke Paspampres.
Setelah Paspampres menyeleksi sejumlah nama, para calon prajurit ini akan diuji fisik dan psikisnya. Sementara untuk fisik, seorang calon anggota Paspampres harus meraih nilai kesegaran jasmani yang baik, mampu berjalan cepat, berenang 500 meter, dan mahir menembak.