Jakarta, Gesuri.id - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan tragedi 27 Juli 1996 adalah titik kelam demokrasi di Indonesia. Hal itu disampaikannya saat memberikan sambutan dalam peringatan Tragedi KUDATULI di kantor DPP PDI Perjuangan Jl. Diponegoro No.58 Menteng Jakarta Pusat, Rabu (27/7) pagi.
Baca: Panda: Mega Akan Berhadap-hadapan dengan Paloh di 2024
Hasto memceritakan jika saat itu bagaimana Pemilu sudah diatur, praktis segala sesuatunya diatur mereka sehingga bersikap kritis terhadap pemerintah termasuk pers dibredel, aktivis- aktivis diculik dihilangkan dengan paksa dan dengan upaya itu lahirlah suatu kekuatan perlawanan. Karena itulah, lanjutnya, PDI Perjuangan di satu sisi mewarisi suatu semangat juang suatu semangat perlawanan pada rezim otoriter.
"Saat itu bersamaan 32 tahun itu praktis tidak ada administrasi dan institusian partai politik sehingga yang ada pada waktu itu adalah kader-kader petempur, kader-kader yang memiliki keunggulan strategi dan taktik untuk rapat dalam forum forum gelap, karena tidak mungkin mengadakan rapat- rapat secara terang salah satunya ya disamping saya ini mba ning, tradisi perlawanannya ya cukup cukup panjang dan itulah yang mengingatkan kita," ungkap Hasto.
Ia juga menambahkan jika faktor kekuasaan yang otoriter yang dibangun dengan kekuatan dengan ABRI dan Dwi fungsi ABRI nya, dengan kekuatan fungsional, dengan kekuatan hegemoni ekonomi, dananya yang luar biasa serta kekuasaan yang saat hebat yang dikatakan tidak mungkin untuk runtuh, namun ternyata runtuh oleh gerakan moral rakyat yang dipimpin oleh ibu Megawati Soekarnoputri.
Itulah peristiwa yang sangat penting sehingga setelah berupaya menggagalkan kepemimpinan ibu Mega sebagai simbol kepemimpinan arus bawah maka pada akhirnya puncaknya melakukan suatu rekayasa politik secara paksa.
"Ibu Mega sebagai ketua umum yang sah dari Partai Demokrasi Indonesia saat itu, pada tanggal 27 juli 1996 melihat bagaimana kantor partai DPP PDI Perjuangan ini diserang secara brutal dan kemudian menimbulkan begitu banyak korban jiwa. dan itu menjadi titik yang sangat kelam di dalam demokrasi kita, bagaimana suatu pemerintahan mengeruk partai politik yang sebenarnya sah dimata hukum bahkan dimata rakyat," jelasnya.
Baca: Jakarta Dipimpin Anies, Untaian Retorika Nol Aksi & Eksekusi
"Maka dari itu peringatan ini sangatlah penting, tadi malam sudah dilakukan doa bersama didalam doa itu kita bersama sama memohon kepada Tuhan terhadap para arwah yang telah berkorban, yang telah dikorbankan didalam peristiwa 27 Juli 1996 semoga arwahnya mendapatkan kebahagiaan abadi di surga disisi Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita juga berdoa agar peristiwa 27 Juli terus kita tuntut kebenaran ditegakkan, agar hukum ditegakkan yang paling berkeadilan untuk menghukum siapapun yang telah membuat sesuatu keputusan, suatu skenario yang menciptakan tragedi kemanusiaan yang begitu kelam dalam sejarah demokrasi kita," pungkasnya.