Jakarta, Gesuri.id - Belajar politik di Tanah Air dari seorang legenda hidup politik Indonesia, Sabam Sirait menjadi suatu kehormatan tersendiri.
Meski usia tidak lagi muda, Opung begitu sapaan hangatnya, masih tetap bersemangat untuk bercerita tentang kehidupan masa-masa awal berpolitik di era Orde Baru yang penuh tindakan represi aparat. Apalagi Opung juga menjadi saksi sejarah dari terbentuknya Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sebelum bertransformasi menjadi PDI Perjuangan.
Dalam rangka HUT PDI Perjuangan ke-46, redaksi Gesuri.id berkesempatan untuk menyambangi rumah Opung yang terletak di bilangan Bintaro Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Berikut kutipan wawancaranya.
Opung boleh ceritakan bagaiana PDI terbentuk?
Presiden Soekarno mau menyederhanakan kepartaian. Tentu waktu Pemilu 1955, ratusan partai ikut pemilu. Jadi tidak efisien politik Indonesia pada waktu itu sehingga kemudian Presiden Soekarno ingin menyederhanakan sistem dan jumlah partai.
Tentu saja, banyak orang tidak setuju. Soekarno pun dicap macam-macam seperti "Soekarno diktator", hampir di sepanjang jalan Jakarta. Di Universitas Indonesia, sampai bergema "Turunkan Soekarno", "Soekarno anti Demokrasi". Meski didemo banyak orang, Soekarno tetap melakukan penyederhanaan politik sehingga dibuat sistem kepartaian yang muncul ada tiga partai, Golkar, PPP dan PDI.
PPP merupakan gabungan dari partai-partai Islam. PDI gabungan dari PNI, Partai Kristen, Partai Katolik, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) dan Partai Murba. PDI didirikan pada 10 Januari, tahun 1973. Saya turut menandatangani pendirian tersebut.
Saya sebelumnya Sekjen Parkindo. Pernah dengar Dokter Leimena? Dokter Leimena juga Parkindo. Pernah menjabat Presiden, 7 kali. Pernah menjadi menteri pertama. Jadi dia tunggu saya, kami menandatangani pembentukan fusi namanya, fusi 5 partai, PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI dan Partai Murba di Salemba, di kantor PNI.
Jadi lari-larilah saya dari situ ke kantor saya, kantor Parkindo di seberang kantor PNI, di Matraman Raya. Pak Leimena ada di situ. Yang menarik omongan dia, "Pak Sabam, kau selama ini mengurus domba. Domba itu perlambang Gereja. Lambang Parkindo. Jadi, kau mengurus domba, kalau sekarang mulai mengurus kambing, lembu, kerbau dan banteng. Itu PDI banteng."
Saat itu Ketua Umum pertama Pak Isnaeni dari PNI. Sekjen pertama PDI, saya. Kemudian berkembang. Partai itu perlu lagi, diuber. Sebab masih, ya akhirnya kurang efektif pekerjaan. Golkar juga organisasinya ratusan. Serikat apa, serikat apa.
PPP juga banyak. Bukan hanya 4 partai.
Tapi yang paling pokok waktu itu Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin,bekas Masyumi, Partai Sarekat Islam Indonesia dan Perti.
Itulah kepartaian di Indonesia.
Kemudian bagaimana akhirnya PDI Perjuangan, bisa berkantor di Diponegoro?
Iya kita beli itu kantor. Sebelum disitu, kita juga sudah sering berpindah-pindah. PPP juga beli sebelahnya. Saya yang menganjurkan waktu itu membeli kantor.
Bagaimana melihat perkembangan politik di era tersebut?
Ya waktu itu, antara bebas dan tidak bebas. Sebab Bung Karno keras memimpin negara. Istrinya saja dia terlantarkan, Fatmawati.
Waktu itu perempuan semua pro Fatmawati. Anti Soekarno, anti Hartini. Istri orang lagi. Sudah tiga anaknya. Itu dikawinin Soekarno.
Perempuan-perempuan di Jakarta, di Indonesia protes pada Soekarno. Sebab menurut Islam, bisa saja orang beristri berapa. Kalau dia mampu dan baik. Tapi menurut Islam juga harus memenuhi syarat-syarat yang ketat.
Waktu itu bagaimana situasi politik transisi, dari era Orde Lama ke Orde Baru ?
Kita dulu itu apa yang dibilang Soekarno itulah hukum. Jadi Orde Baru itu perlawanan, tidak hanya perlawanan terhadap Soekarno. Pada sistem juga.
Di partai-partai politik pada waktu itu juga, orang musuhan satu sama lain. Antara anti dan pro Soekarno. Jadi timbul demikian.
Pada Orde Baru, celakanya, setelah Soekarno, Angkatan Darat yang berkuasa. Jadi jenderal-jenderal yang banyak menentukan. Tidak punah negara kita, semoga sekarang, tetap berjalan normal.
PDI Perjuangan seperti apa ketika itu?
Mega (Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, red) itu masuk PDI 10 tahun sesudah kami dirikan. Jadi kemudian dia mendirikan PDI Perjuangan. Ada orang-orang yang sekitar dia, yang sekarang masih di Kabinet, yang menganjurkan pada Ibu Mega bubarkan saja PDI. Bikin saja partai baru. Mega tidak mau. Jadi ia lanjutkan PDI itu dengan PDI Perjuangan.Tapi tetap memakai anggaran dasar dan mukadimah PDI yang lama. Dengan perbaikan disana-sini.
Mengapa berganti dari PDI menjadi PDI Perjuangan?
Ya karena dianggap PDI sudah tidak sesuai, PDI terdiri dari 5 partai. Pengaruh dari 5 partai itu masih tetap ada. Sedangkan PDI Perjuangan diusahakan menjadi satu partai sungguh-sungguh meskipun ada sisa-sisa 5 partai itu. Tapi sekarang saya kira sudah menjadi 1 partai,
Sekarang bila ingin menjadi pemimpin partai harus aktif mengorganisir cabang-cabang. Nanti kalau ikut Konferensi Daerah, kamu bisa terpilih di Dewan Pimpinan Daerah. Kalau kamu terpilih menjadi orang terkenal dan penting, bekerja untuk partai, ya kamu bisa menjadi Sekjen bahkan Ketua Umum.
Pernah juga PDI dicampuri pemerintah. Dibentuk PDI Soerjadi.
Ada dua yang pro Soerjadi. Dia dibikin jadi Ketua Umum. Saya turun memimpin demo PDI di Diponegoro, dan disitu peranan Mega penting. Nah, Megawati juga sekarang harus hati-hati. Jangan dia tergoda menjadi diktator. Menjadi main sendiri. Harus tetap ada Konferensi Cabang, Konferensi Daerah dan Kongres yang demokratis.
Kalau melihat perkembangan kader dari masa ke masa?
Memang partai di Indonesia, belum pernah ada yang teratur dan berencana mengadakan pengkaderan.
Partai-partai masa kini saya kira sudah lebih baik tapi belum melaksanakan pendidikan kader teratur dan berencana, bahasa Yogyanya masih awut-awutan.
Seharusnya pendidikan kader itu seperti bagaimana?
Ya, pendidikan kader itu ada pendidikan kader formal, ada informal. Saya masuk DPR belum pernah belajar bagaimana DPR. Bayangkan di negara kita yang menyelenggarakan pendidikan kader adalah orang yang tidak pernah ikut pendidikan kader. Jadi pendidikan kader itu buat orang politik, bisa setiap hari. Kita belajar, membaca buku, mengikuti konferensi, mengikuti demonstrasi dan lain-lain.
Saya sudah mengatur pendidikan kader. Sejak masuk PDI, saya memulai pendidikan kader dan berusaha membuat secara teratur dan berencana. Kita berkelahi soal pengajaran apa yang harus diajarkan di pendidikan kader. Pendidikan kader pertama saya turut menyelenggarakan di Jatinegara. Jadi memang, melakukan pendidikan kader itu, semua partai harus belajar ulang. Yang paling baik menyelenggarakan pendidikan kader dalam sejarah politik Indonesia, yang saya tahu, adalah PKI dan Masyumi.
Yang punya angan-angan tentang negara apa yang mereka mau bentuk. PKI kan maunya negara komunis. Masyumi maunya negara Islam. Itulah yang bertarung di konstituti selama 3,5 tahun. Setelah pemilihan umum tahun 1956, pemilihan umum konstitusi.
Itu konstitusi, 3,5 tahun ribut di Bandung mengenai dasar negara. Masyumi menghendaki negara Islam, PKI menghendaki negara komunis. Partai-partai lain menghendaki negara Pancasila. Menurut tata tertib Konstitusi, harus mencapai 43 persen suara konstitusi, untuk memenangkan dasar negara mana yang akan dipakai.
Tidak pernah tercapai di Indonesia, partai politik yang mencapai 43 persen, jadi konstitusi gagal. Maka tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mendekritkan kembali ke UUD 1945. Itulah yang kita pakai sampai sekarang.
Jadi kita tidak pernah punya Undang-Undang Dasar hasil sidang. UUD 1945 itu bukan hasil sidang. Itu konsep pemimpin-pemimpin pada waktu itu, yang bikin Undang-Undang Dasar. Yang pada umumnya mereka sarjana-sarjana hukum.
PDI Perjuangan khan sudah memenangi beberapa kali Pemilu? Lalu bagaimana tanggapannya tentang anti korupsi?
PDI Perjuangan tidak pernah menjadi pemenang mutlak seperti Golkar. Golkar yang pernah memenangi lebih dari separuh suara pemilih. Saya berjanji bukan pada siapa-siapa, tapi sama diri saya sendiri, bahwa saya anti korupsi. Orang bilang karena tidak ada kesempatanmu, memang iya. saya tidak pernah jadi di kabinet, tidak pernah jadi dirjen.
Seumur hidup saya hanya anggota DPR, dan DPD seperti sekarang. Saya mengharapkan cucu saya jadi Menteri. Jokowi ini saya mendidik dia jadi ketua cabang PDI Perjuangan Solo. Mudah-mudahan dia ingat pesan saya, jangan curi uang negara. Bila kalian bisa buktikan pada saya, bahwa dia mencuri uang negara, saat itupun saya akan turun ke jalan. Untuk menurunkan Jokowi sebagai Presiden.
Mengapa Tiongkok sekarang maju? Karena di muka umum pernah terjadi menembak mati 6 koruptor. Kita sebenarnya ada Undang-Undang yang didalamnya ada peraturan tentang hukuman mati. Sebenarnya kita bisa melakukan, tapi kenapa tidak pernah melakukannya.
Ada orang yang sinis yang mengatakan, "di Indonesia siapa yang mau tembak siapa?". "Siapa yang tidak korupsi di negeri ini?" Jadi untuk kalian, saya tidak tahu, apa caranya menghentikan korupsi di Indonesia. Kalau saya tidak ada cara lain, tembak mati. Walaupun menurut agama kita, tidak boleh membunuh. Tapi Undang-Undang ini khan hukum pidana kita, berani tidak menembak mati koruptor?
Untuk harapan terhadap HUT ke-46 PDI Perjuangan seperti apa?
Ya peringati saja secara sederhana, untuk apa besar-besaran.
Untuk kader-kader yang maju sebagai Caleg nanti, apa?
Ya, belajarlah. Sebab sekarang sudah lebih mudah. Sudah banyak buku tentang PDI. Saya saja sudah membuat 6 buku tentang PDI, meski tidak ada yang terbit lagi sekarang. Dan pelajari Pancasila. Kita mempunyai pengalaman bernegara, menolak negara komunis, dan juga negara Islam.
Kita tidak menolak agama-agama, tapi menolak menjadikan agama sebagai dasar hukum di negara Pancasila. Ada yang setuju, sampai sekarang saya kira. Kalau kita tanya Amien Rais, saya kira dia masih ingin negara Islam. Tapi kalau ditanya ke Jokowi, tentu dia tidak menghendaki negara agama.
Kalau ada teman saya, Sophan Sophian (almarhum), juga walaupun dia seorang Islam yang baik, dia tidak menghendaki negara agama. Megawati juga orang beragama Islam, dia tidak mau negara agama.
Tapi banyak yang masih menginginkan itu. Tapi itulah demokrasi. Asal jangan dipaksakan. Orang yang menghendaki negara Islam di tahun 1950-an tidak ditembak mati. Yang menghendaki negara komunis ditembak, karena berontak.
Aceh pernah pula menghendaki negara Islam.
Tapi Papua, Maluku Utara, Maluku Tenggara, NTT, Kalimantan, Sulawesi Utara, dan Tapanuli juga tidak pernah menghendaki negara Kristen. Kita menghendaki negara Pancasila. Karena itu bikin kuat. Berbeda-beda tapi satu. Karena itu jangan kita paksa-paksakan.
Apa keinginan Opung pada Pemilu 2019?
Saya ingin partai saya makin besar, tapi tetap dalam Negara Pancasila, negara yang jujur dan tidak menindas orang lain. Saya pendiri partai, buat apa mendirikan partai tanpa tujuan. Saya mendoakan yang menjadi pengurus, semoga mereka berjuang dan bekerja dengan baik. Dan jangan mencuri uang negara 1 rupiah pun.
Jadi berpolitik itu harus siap dengan resiko apapun. Jangan takut berpolitik. Ada orang yang mengatakan berpolitik itu kotor. Yang kotor itu orangnya, bukan politik. Berpolitik untuk merdeka, untuk mempertahankan kemerdekaan, dan untuk melawan pemberontakan.