Jakarta, Gesuri.id - Ia meniti karir sebagai jurnalis televisi di salah satu stasiun televisi swasta. Persinggungannya dengan berbagai isu dan tokoh politik membuat pengetahuannya tentang politik Tanah Air sangat terasah.
Hal itu membuat hasrat memperbaiki negeri ini melalui politik juga muncul di dirinya. Ia adalah Brigita Purnawati Manohara atau orang yang lebih kenal dengan Brigita Manohara.
Brigita pun memutuskan untuk terjun ke politik melalui PDI Perjuangan. Ia maju menjadi calon anggota legislatif (Caleg) untuk DPR-RI mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Lampung 1 yang meliputi Lampung Selatan, Bandar Lampung, Metro Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Pesisir Barat dan Lampung Barat.
Mengapa PDI Perjuangan? Ya, wanita kelahiran Surabaya 33 tahun lalu ini memang bukan orang lain bagi PDI Perjuangan. Ia sudah pernah aktif di Partai Banteng belasan tahun lalu.
Lantas, apa yang akan ia perjuangkan melalui PDI Perjuangan? Visi apa yang ia punya untuk masyarakat di Dapilnya?
Berikut cuplikan wawancara Gesuri dengan Brigita beberapa waktu lalu.
Mengapa Anda bergabung dengan PDI Perjuangan?
Saya seorang jurnalis televisi yang kenal dengan berbagai partai politik. Sebelum PDI Perjuangan meminang saya, saya sudah dipinang oleh banyak partai.
PAN, Hanura, Perindo dan PSI adalah beberapa partai yang pernah mendekati saya.
Namun pada akhirnya, saya kembali ke 'rumah' yang dahulu pernah membesarkan saya pada 12 tahun lalu di Surabaya. Kala itu saya sudah menjadi simpatisan PDI Perjuangan dan turut berkontribusi bagi partai melalui Departemen Infokom DPD PDI Perjuangan Jatim (Jawa Timur). Waktu itu Ibu Indah Kurnia yang menjadi ketuanya.
Dan ketika saya ditawarkan oleh PDI Perjuangan untuk bergabung, saya pun merasa seperti kembali ke 'rumah'.
Bagi saya PDI Perjuangan memiliki keistimewaan, yakni partai nasionalis dan sangat sesuai dengan kondisi saat ini. Dan yang terpenting, dimata saya PDI Perjuangan adalah partai pro rakyat.
Mengapa anda menjadi Caleg dari Dapil Lampung 1?
Itu sepenuhnya keputusan dari partai. Karena dalam hal ini, saya sebagai kader partai, mengikuti penugasan partai.
Bagi saya, partai lebih mengetahui kondisinya. Sekalipun saya tidak memiliki 'kisah' di Lampung, tapi bagi saya pasti ada alasan bagi partai untuk menempatkan saya disana.
Menjadi Caleg di Dapil yang bukan tempat asal Anda, pasti banyak tantangannya. Bisa diceritakan, tantangan apa saja yang dihadapi?
Ya, datang ke tempat baru memang banyak tantangannya. Kita tidak tahu medannya, kita tidak tahu budayanya, kita tidak tahu seperti apa kondisi masyarakatnya.
Dan ini suatu hal yang menarik. Karena ketika kita bisa tahu dan menerima, pada akhirnya banyak hal yang bisa kita syukuri.
Misalnya, saya sama sekali tak pernah ke Lampung meski sudah jadi jurnalis belasan tahun. Tapi karena penugasan partai, saya akhirnya bisa ke Lampung dan menyadari betapa indahnya Lampung.
Bagi saya ini sangat menyenangkan.
Saya juga jadi tahu bila Lampung itu makanannya mirip dengan Jawa. Padahal Lampung itu bagian dari Sumatera, tapi cita rasa makanannya mirip dengan Jawa.
Dan untungnya, mayoritas warga di Dapil Lampung 1 adalah orang Jawa. Jadi pembicaraan saya dengan mereka sangat baik, sebagai sesama orang Jawa.
Saya juga benar-benar belajar memahami kemauan dan keinginan orang lain. Dan juga belajar memahami harapan orang lain.
Selama ini bisa jadi banyak warga yang apatis. Tapi bila saya bertemu warga di dapil, ternyata banyak warga yang welcome dan senang disapa oleh kami.
Apa fokus perjuangan Anda untuk masyarakat di Dapil Anda?
Saya memang mendapatkan pesan dari masyarakat. Di tempatkan dimanapun saya nantinya jika terpilih sebagai anggota DPR-RI, mereka berpesan agar saya berpihak pada petani. Karena Lampung ini banyak petaninya.
Banyak petani yang mengeluhkan harga eceran yang ditetapkan pemerintah karena membebani mereka. Sebab harga ecerannya menurut mereka tidak berbanding lurus dengan ongkos produksi.
Meski banyak kebijakan pemerintah yang pro petani, namun masih ada beberapa orang yang belum bisa merasakan kebijakan itu. Hal ini pasti ada yang salah.
Termasuk masih ada anak-anak muda di Lampung yang belum mendapatkan pekerjaan yang baik. Jadi kebanyakan mereka adalah pekerja kontrak, yang dikontrak setahun, lalu dirumahkan, kemudian dikontrak lagi. Hal ini khan tidak boleh secara regulasi, tapi hal-hal nakal ini masih terjadi.
Saya juga concern dengan bidang pendidikan, terutama guru. Guru-guru ini, khususnya guru PAUD, TK dan SD mendapati penggunaan anggaran pendidikan masih belum termanfaatkan dengan baik.
Bila saya terpilih di DPR-RI, akan menjadi masukan yang luar biasa bila saya menyuarakan penyelesaian semua problem itu. Agar tercipta pola pengawasan yang bisa mencegah kebocoran anggaran yang parah.
Sesuai amanat Ibu Ketua Umum, setiap Caleg harus mengkampanyekan Jokowi-Ma'ruf. Apa yang sudah anda lakukan untuk itu?
Saya dalam setiap kali pertemuan dengan konstituen dan warga, hal pertama yang saya sampaikan adalah pada 17 April 2019, mereka harus memilih pak Jokowi dan pak Kiai Ma'ruf. Saya selalu mengatakan Salam Satu Jempol.
Saya jelaskan bahwa Pak Jokowi, bukan siapa-siapa sebelumnya. Dia adalah orang biasa yang sederhana seperti kita, tapi bisa jadi Presiden.
Hal itu menginspirasi kita, khususnya kaum muda, untuk mau berjuang keras dan jangan takut bermimpi.
Kemudian yang ingin saya menangkan adalah PDI Perjuangan.
Jadi apa yang saya perjuangkan saat ini sebagai Caleg DPR-RI, muaranya adalah untuk kemenangan Pak Jokowi dan PDI Perjuangan, demi cita-cita kemakmuran bersama.
Baik PDI Perjuangan maupun Jokowi, kerap diserang oleh hoaks. Apakah ini terasa juga di Dapil Anda?
Ya, memang dampak hoaks itu cukup terasa di Dapil saya, khususnya di pedesaan. Banyak orang yang menyebarkan isu bahwa Pak Jokowi itu menyebabkan paceklik dan harga cokelat mahal. Ada juga isu bahwa gara-gara Pak Jokowi, harga pangan mahal, karena uangnya untuk bangun jalan yang tak bisa dimakan.
Isu-isu itu cukup mempengaruhi orang-orang desa yang jauh dari akses informasi. Hal seperti ini yang patut menjadi perhatian kita bersama. Kegiatan-kegiatan orasi akbar dan lain-lain masih belum sampai gaungnya di desa-desa.
Maka, relawan-relawan saya di Dapil berjuang keras menangkal hoaks-hoaks itu. Kami jelaskan, bahwa paceklik itu bukan hanya di era Pak Jokowi, sebab itu gejala alam. Dan banyak penjelasan lain yang kami berikan pada masyarakat untuk menangkal hoaks.