Jakarta, Gesuri.id - Harris Turino Kurniawan pernah meraih penghargaan Museum Rekor Indonesia setelah menyelesaikan program studi doktor Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tercepat yaitu selama 22 bulan 25 hari pada tahun 2010
Politisi asal Kota Tegal saat ini telah menjadi Anggota DPR RI di Komisi VI. Komisi VI DPR RI merupakan satu dari 11 (sebelas) Komisi yang ada di DPR RI yang berdasarkan Keputusan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 29 November 2019 mempunyai ruang lingkup tugas di bidang Perdagangan, Koperasi UKM, BUMN, Investasi, dan Standarisasi Nasional.
Dalam perjalanan hidupnya, dirinya tidak bisa lepas dengan pendidikan. Harris menilai dengan 'gado-gado' gelar pendidikan yang dimilikinya menjadi modal kuat untuk duduk kursi di DPR RI.
Bagaimana sepak terjang politisi PDI Perjuangan ini bisa menjadi anggota DPR RI, tim Gesuri.id berkesempatan bertemu dan wawancarai Harris di ruang kerjanya di Senayan, Jakarta.
Bisa diceritakan kenapa bapak bisa memilih PDI Perjuangan?
Saya latar belakangnya adalah akademisi, saya menjadi dosen di beberapa universitas, disamping itu saya juga seorang pengusaha. Ketika semuanya sudah kelihatan cukup maka saya memilih bentuk pengabdian yang lain, salah satunya masuk ke partai politik.
Kalau kita cermati dari partai politik Indonesia, yang paling bhineka adalah PDI Perjuangan. Terbukti, bukan hanya wacana tetapi perjalanan sejarah menunjukkan bahwa di PDI Perjuangan memang kebhinekaan adalah hal yang utama. Kita tidak pernah dipertanyakan apa sukumu, agamamu, dan PDI Perjuangan semua dianggap sama, orang Indonesia.
Kemudian kalau kita melihat sosok Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, beliau luar biasa sekali, seorang tokoh yang lahir di Istana dan dibesarkan dalam kehidupan Istana sampai kemudian mengalami kondisi jatuhnya Bung Karno, tidak bisa sekolah, teraniaya selama orde Baru, seharusnya bisa menjadi Presiden ke empat pada saat itu, tetapi karena sebuah peristiwa jadi Presiden ke-5.
Tetapi Megawati teguh sekali, kokoh bagaikan batu karang dalam prinsip, yang tidak banyak (menurut saya) dimiliki oleh tokoh-tokoh politik yang lain. Dan hal tersebut menginspirasi saya, kenapa memilih PDI Perjuangan. Partai yang memang menjalankan ideologi Bung Karno, yaitu masalah kemandirian secara ekonomi, kedaulatan di bidang politik dan kebudayaan. Trisakti Bung Karno memang mengilhami semua kader di PDI Perjuangan.
Tadi bapak bilang, jadi pengusaha dan akademisi sudah cukup, parameternya seperti apa?
Secara pendidikan saya sudah paripurna, S1 elektronik di UKSW, S2 untuk program MMdi Universitas Prasetya Mulya, lalu di Magister Ilmu Kepolisian di PTIK, S3 di UI. Dan ketika saya diminta oleh pak Sekjen (Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristi yanto, red) untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR RI, maka saya melengkapi diri saya dengan sekolah lagi, karena fungsi dari DPR RI salah satunya ialah dibidang legislasi. Bagaimana saya bisa berkontribusi di bidang legislasi kalau saya tidak mempunyai pengetahuan di bidang hukum, sehingga saya masuk di S1 Fakultas Hukum di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, dan disana saya mempelajari ilmu hukum sehingga tentu harapannya bisa lebih berkontribusi sebagai anggota dewan.
Pengusaha sudah cukup dan batasannya seperti apa, paling tidak kita cari duit ketika menjadi anggota dewan. Kita ingin memberikan kontribusi kepada Negara, kalau orang-orang baik, yang punya kapabilitas, berpendidikan tidak mau terjun ke politik maka politik akan dikuasai oleh orang-orang yang tidak baik.
Kalau secara ekonomi saya sudah cukup, Anak-anak sudah menempuh pendidikan di Amerika, tetapi saya bukan orang kaya hanya secara ekonomi saya sudah cukup.
Bagaimana saya bisa memberikan kontribusi lebih, kalau saya bisa membantu orang lain dengan uang sendiri yang sangat terbatas. Tetapi dengan menjadi anggota dewan, saya bisa ngunduh bantuan dari pusat kepada daerah pemilihan saya yaitu Kabupaten Brebes, Tegal dan Kota Tegal.
Berarti masuk ke PDI Perjuangan itu tahun berapa?
Tahun 2002 dengan Kartu Anggota sebagai Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan). Tetapi baru terjun ke politik praktis di tahun 2018. Saya lebih banyak di badan kajian, kajian-kajian dalam litbang partai bukan kajian yang bebas nilai karena ini adalah litbangnya partai, maka kajiannya tidak bebas nilai. Kita memperjuangkan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh PDI Perjuangan.
Di 2019, atas dorongan siapa untuk maju sebagai calon anggota DPR RI?
Pak Sekjen pernah menjadi mahasiswa saya waktu kuliah di Prasetya Mulya, sehingga beliau meminta saya untuk lebih aktif di litbang (Deputi Kerakyatan). Lantas pak Sekjen menanyakan "Kedepannya mau seperti apa?". Di tahun 2019 saya diberikan kepercayaan untuk maju sebagai calon anggota DPR RI, dikasih nomor urut 2. Tetapi kenyataannya berbeda, kehidupan kampus dan politik tidak sama, tidak gampang untuk terpilih. Saya hanya mendapatkan suara 48 ribu, sehingga tidak cukup untuk mengantarkan saya ke Senayan.
Di dalam politik tidak ada kegagalan adalah kemenangan yang tertunda, tetapi saya tetap berkarya di PDI Perjuangan, dan saya ditempatkan sebagai staf Tjahjo Kumolo (KemenPAN RB). Akhirnya M.Prakosa (almarhum) diangkat menjadi Dubes di Italia, dan meninggalkan kursi di DPR.
Sepanjang tahun 2002 dalam karir di PDI Perjuangan, suka dan dukanya apakah berimbang atau seperti apa?
Dukanya saat Ibu tidak berhasil di Tahun 2004, kita (kader PDI Perjuangan, red) semua sedih. Tetapi kita tetap berjuang di jalur partai.
Kita banyak melakukan kajian-kajian mengenai ekonomi kerakyatan, ekonominya rakyat kecil, kelompok-kelompok marhaen. Dan hal itu karena PDI Perjuangan ialah partai wong cilik, kita tidak bicara soal kapitalisme, kita selalu bicara tentang rakyat kecil.
Saya melihat ada satu yang menarik ketika PDI Perjuangan ada di luar pemerintahan, saya yakin saat itu tawaran masuk ke dalam pemerintahan SBY besar sekali, tetapi itulah hebatnya Ibu Megawati dan Puan Maharani saat itu menjadi ketua Fraksi, teguh dan yang kritis terhadap pemerintah dan bukan semata-mata menyerang pemerintah saja tetapi kita kritis. Kita banyak melakukan kajian tentang itu, tentang kebijakan-kebijakan, kita banyak memberikan alternatif-alternatif dan hal itu sukanya.
Melihat keteguhan, tidak tergiur siapun juga untuk masuk dan bergabung dalam Pemerintahan. Dan setiap Ibu berpidato menceritakan hal ini merupakan luar biasa.
Role model bapak untuk terjun ke dunia politik itu Ibu Megawati?
Kalau PDi Perjuangan itu Bung Karno, tetapi yang kita lihat sekarang ialah Megawati Soekarnoputri. Dan senior-senior partai yang lain yang banyak memberikan masukan kepada saya mengenai apa arti loyalitas, loyalitas kepada PDI Perjuangan. Dan saya beruntung sekali mengenal orang-orang hebat ini.
Kalau dirunut dari riwayat pendidikan bapak sedikit 'gado-gado'?
Dulu waktu lulus SMA banyak orang ingin jadi tukang insinyur, keren. Makan saya sekolah S1 elektro. Tetapi saya tidak disana, karena saya tidak pernah bekerja dalam bidang itu. Tetapi saat saya mengambil elektro di UKSW, logika berpikir saya terasah betul. Dan ketika MBA mulai membantu karir saya.
Berarti bapak ini harus sekali akan pendidikan?
Manusia adalah mahluk pembelajar, dia akan mati secara psikologis kalau dia mati berhenti untuk belajar.
2024, apakah ada harapan baru? Apa ada strategi baru dalam menjaring suara?
Dengan kewenangan sebagai anggota dewan, kita bekerja dengan benar, bekerja sesuai dengan aturan. Kalau panjenengan periksa absensi saya, 100 persen hadir. Sehingga semua rapat-rapat yang ada di Komisi maupun di fraksi saya hadiri, maksimal saya berusaha secara fisik hadir. Dan setiap rapat saya memberikan kontribusi, dan kontribusinya itu saya publikasikan. Ini sedikit berbeda dengan teman-teman yang lain yang memilih cara yang berbeda.
Di Tegal, banyak merasakan manfaat dari kinerja saya, dan terjun ke lapangan. Karena perintah Ibu Megawati jelas, menyatu dengan masyarakat dan turun ke masyarakat. Maka saya menyelenggarakan pengobatan gratis di 287 desa se Kabupaten Tegal selama 9 bulan yang dimulai pada Oktober 2022 hingga April 2023. Dan akan berlanjut ke 292 desa di Kabupaten Brebes.
Menyapa ratusan masyarakat di tiap desa, supaya memang kita bekerja buat mereka. Yang menjadi kewenangan kita, kita gelontorkan semua ke masyarakt tanpa saya kutip satu perak. Sehingga di Tegal banyak merasakan manfaat kinerja saya, dan teman-teman senior di PDI Perjuangan banyak yang terkejut dengan kinerja saya.