Jakarta, Gesuri.id - Pelaksanaan Pemilu serentak 2024 masih dihadapkan beberapa potensi permasalahan di antaranya terkait distribusi logistik Pemilu, data pemilih, kapasitas dan beban kerja petugas KPPS yang terlalu tinggi, data hasil penghitungan suara, hingga terjadinya gugatan akhir Pilpres. Selain itu juga ada kesulitan pemilih dalam menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.
Sedangkan terkait kekurangan tenaga ASN di KPU dan Bawaslu, hal ini akan menghambat jalannya persiapan Pemilu 2024. Untuk itu, kemudian terkait adanya irisan tahapan penyelenggaraan antara Pilpres, Pileg, dan Pilkada 2024 yang akan berjalan bersamaan hal ini dinilai akan mengakibatkan konsentrasi penyelenggara terpecah.
Bagaimana komisi II DPR RI sebagai mitra penyelenggara pemilu melihat persoalan-persoalan ini, berikut petikan wawancara khusus Jurnalis Gesuri.id Haerandi bersama Anggota DPR RI Komisi II Ir. Hugua.
Sejauh mana kesiapan penyelenggaraan Pemilu 2024?
Hari ini kita RDP (Rapat Dengan Pendapat) berkaitan dengan persiapan Pemilu kita coba lihat berkaitan dengan kesiapan dan apa yang telah dilakukan oleh teman-teman KPU serta Bawaslu, saya melihat pada dasarnya berjalan walaupun tentu ada kerikil-kerikil kecil, saat ini masih dalam tahapan verifikasi parpol. Kita juga tadi banyak mendapat masukan dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, dari elemen masyarakat, Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi dan sebagainya.
Jadi mereka sebenarnya melihat ada kerikil-kerikil dalam perjalanan verifikasi ini, kemudian juga ada hambatan-hambatan berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja yang terutamakan isu yang berkembang adalah di setiap KPU dan Bawaslu terutama di provinsi kabupaten itu hanya terdapat Pegawai Negeri 2 sampai 3 orang selebihnya adalah tenaga honorer dengan PP nomor 49 tahun 2018. Itu kan Oktober 2022 dan berakhir terhitung 5 tahun, sehingga tidak punya payung hukum untuk tenaga honorer ini, semua resah seluruh lembaga serta kementerian kebingungan dasar hukum apa untuk mereka ini diperpanjang eksistensinya sebagai tenaga honorer.
Di dalam UU nomor 5 tahun 2014 kita mengenal hanya dua PNS dan PPPK selebihnya itu tidak ada. Inilah kira-kira yang tadi kita coba diskusikan, harus ada terobosan hukum dari pemerintah khususnya dari Kementrian PANRB sebab keresahan ini tidak hanya di KPU dan Bawaslu namun di seluruh institusi dan lembaga tetapi jangan lupa bahwa di KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai penyelenggara yang intens dan mereka ini lembaga politis walaupun profesional. Namun, mereka mengelola politik sehingga tidak ada istilah kekurangan tenaga, karena persoalan implikasinya bukan pada kinerja matematik dan statistik tapi kinerja sosial yang mempunyai implikasi terhadap kamtibmas otomatis, dan berbagai eksistensi demokrasi kepemimpinan dan sebagainya.
Oleh karena itu maka pertama tadi dilihat bahwa ada masalah-masalah ya tidak perlu saya jelaskan di sini, kemudian yang kedua masalah tersebut sumber daya manusia dan ketiga isunya adalah ketidakpercayaan publik khususnya milenial terhadap demokrasi dan partai politik di Indonesia. Itu isu yang berkembang saat ini sehingga mereka menganggap bahwa bagaimana partisipasi pemilih pemuda itu yang menurut mereka sedikit karena kepercayaan terhadap demokrasi dan partai politik itu belum maksimal. Ini perlu upaya-upaya hukum maupun upaya apa saja yang berkaitan dengan peningkatan kualitas.
Terobosan hukum maksud saya apa bagaimana undang-undangnya ataupun aturan main itu mendorong partisipasi pemuda disamping mengedukasi, jadi harus ada ruang-ruang yang diberikan kepada milenial dimana saat ini 40 sampai 60% pemilih kita adalah milenial, jika partisipannya lemah lalu bagaimana. Kemudian mereka ini kan harapan masa depan bangsa yang menentukan partisipasi mereka hari ini, penting untuk hari ini sebagai dasar menuju ke depan. Jadi pelaksanaan pemilu ini pada dasarnya berjalan tetapi penuh dengan kerikil-kerikil kecil.
Terkait wacana penggunaan kotak suara berbahan kardus sebagaimana pemilu sebelumnya yang mendapatkan banyak kritikan itu bagaimana?
Sebetulnya kotak dari bahan apapun prinsipnya sama sepanjang petugas-petugas di desa itu bekerja sesuai mekanisme dan juga transparansi pengawasan yang sempurna dari semua penyelenggarakan sebetulnya tidak ada masalah, karena brankas pun juga jika ada niat sama. Apa bedanya jika memang mau ada niat untuk merusak tidak ada dasarnya. Artinya bahan yang menggunakan seng pun jika digunting juga bisa rusak. Hanya persoalan yang dikhawatirkan adalah berkaitan basah dan sebagainya.
Dengan menggunakan bahan kardus ini jauh lebih aman menurut saya tapi juga penyimpanannya tidak memakan tempat dan hanya sekali pakai. Dibandingkan menggunakan bahan seng yang membutuhkan gudang/tempat, memang mahal, coba bayangkan jika gudang harus dibangun di seluruh Indonesia untuk mengumpulkan kotak itu. Kedua, kalau barang itu dipakai lagi 5 tahun kemudian kemungkinan sudah rusak seperti berkarat tapi jika dibuang juga lalu pembuangannya dimana, jika menggunakan seng. Oleh karena itu karton/kardus sangat efektif dan efisien karena bisa direcyle.
Salah satu persoalan yang cukup disoroti pada pemilu 2019 adalah penyaluran logistik, apa upaya serta evaluasi agar hal itu tidak terulang pada pemilu 2024?
Pertama, bulan Februari ini biasanya ada pergeseran-pergeseran karena Februari itu mestinya kan musim penghujan selesai. Namun bisa saja pada bulan Februari akibat perubahan iklim bisa terjadi hujan lebat, sehingga diperlukan memang sejumlah antisipasi namun saya beharap bahwa memang daerah-daerah kita saya kira dengan kemajuan infrastruktur jalan, jembatan dan berbagai fasilitas transportasi sangat berbeda dengan 5 tahun lalu. Oleh karenanya antisipasi-antisipasi itu penting tetapi juga infrastruktur dan sarana sudah sangat berbeda dengan 5 tahun lalu dan pastinya lebih baik sebelum pemilu lalu.
Pemerintah telah menetapkan beberapa Daerah Otonomi Baru (DOB), bagaimana kesiapan khususnya dalam keikutsertaan pada Pemilu 2024?
Daerah Otonomi baru ini sebetulnya daerah baru, pastinya baru pembentukan KPU, Bawaslunya otomatis, PTK dan pembentukan TPS serta lain sebagainya. Saya kira saat ini sudah memiliki Pj masing-masing yang sudah bisa melaksanakan tugas-tugas dan saya kira persiapan saat ini sudah berjalan bersamaan, meski ada kekurangan tetapi pada prinsipnya bisa berjalan dengan baik dan normal-normal saja. Tentu persiapannya lebih ekstra karena daerah baru pasti hambatannya partisipasian, anggaran, dan lain sebagainya.
Terkait wacana perubahan Daerah Pemilihan atau Dapil, bagaimana pandangannya?
Dapil kita minta untuk tidak lagi dilakukan perubahan-perubahan karena perubahan dapil urgensinya apa dan masalahnya apa. Karena jika merubah dapil itu harus menata kembali bagaimana kaitannya dengan geografisnya, kaitannya dengan ikatan kulturnya. Karena calegnya ini kan dia di wilayah itu ada hubungan kultur pastinya, kemudian ada hubungan aksesibilitas bagaimana jika dapil diubah karena kondisi topografi atau kondisi geografis sehingga dia harus melewati satu kabupaten baru untuk menyiapkan ke sebuah kabupaten, karena dia masuk dalam satu dapil dari beberapa kabupaten, dan itu terjadi di beberapa tempat.
Oleh karenanya, ini akan menimbulkan persoalan baru bahkan orang-orang yang sudah mencalonkan ini kan sudah lama menggarap bukan nanti saat masa kampanye. Mereka sudah menggarap sedemikian rupa luas wilayahnya tiba-tiba dipotong dan masuk merubah kawasan baru. Jadi sebetulnya tidak ada urgensinya kenapa harus merombak, walaupun tadi memang di Mahkamah Konstitusi ada menata kembali dapil tapi tidak ada keharusan artinya mungkin ada yang melakukan Judicial Review, Judicial Review itu memang penting tapi kan tidak ada perintah harus melakukan perombakan dapil. Pada RDP komisi II menganggap bahwa hal itu tidak perlu karena ini menyangkut masalah eksistensi serta kehormatan legislator jika sudah terganggu.
Jadi turbulensi yang berkembang di pertemuan tadi itu jangan sampai, satu terkait proporsional terbuka dan tertutup itu kan di luar kapasitas didalam dan masih pro dan kontra namun bagi kita PDI Perjuangan memang peserta pemilu itukan adalah partai politik, sehingga bagi kita tertutup dan terbuka tidak adalah masalah dan siap-siap saja hanya partai lain menganggapnya juga ancaman misalkan saat verifikasi mengatakan kita mau proporsional terbuka mereka sudah tidak mau jadi caleg, kan seperti itu semua terjadi.
Hanya saja itu tak berlaku di satu partai, semua partai berlaku. Jadi semua ini membuat turbulensi, kita ilustrasikan seperti pesawat tadi turbulensinya ini ada dua, yang pertama tadi adalah sekarang dan kedua adalah penataan dapil ini dan kita meminta pada rapat tadi dengan berbagai ilustrasi jangan lagi membuat–buat. Mereka harus melihat secara psikologi jangan selalu teknis dipertimbangkan lalu kita melihat psikologi teman-teman di senayan, saya ilustrasikan jika kita meilhat ini adalah sebuah pesawat sebagai Indonesia jangan sampai di senayan adalah pilot dan cabin crew, jika pilot dan cabin crew frustrasi karena eksistensi dan kehormatannya terganggu tabrakkan saja pesawatnya di gunung dan selesai Indonesia. Ini sangat menentukan demokrasi dan kualitas kepemimpinan.