Jakarta, Gesuri.id - Cikal bakal Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bermula dari sebuah unit kerja bernama Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik (PPKPBJ) sebagai unit kerja eselon II. Dibentuk pada tahun 2005, unit kerja ini bertugas menyusun kebijakan dan regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, memberikan bimbingan teknis dan advokasi terkait pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, serta memfasilitasi penyelenggaraan ujian sertifikasi ahli pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dengan semangat ingin mewujudkan Indonesia yang lebih baik, mengemuka harapan agar proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien serta mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka, dan adil bagi semua pihak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Berlandaskan harapan ideal tersebut maka perlu dikembangkan suatu sistem pengadaan barang/jasa yang mencakup aspek regulasi dan prosedur yang jelas, kelembagaan yang lebih baik, sumber daya manusia yang mumpuni, proses bisnis yang transparan dan akuntabel, serta penanganan permasalahan hukum yang mengedepankan azas keadilan. Lantas bagaimana harapan ideal tersebut bisa diwujudkan Berikut petikan wawancara khusus jurnalis Gesuri.id, Haerandi, bersama Bapak Dr. H. Hendrar Prihadi, S.E., M.M. Kepala LKKP RI
Bisa di ceritakan terkait tugas-tugas dari LKKP RI?
LKPP lembaga kebijakan pengadaan barang jasa pemerintah Republik Indonesia jadi Lembaga ini mendapatkan tugas dari Presiden untuk membuat kebijakan supaya proses pengadaan pemerintah atau belanja barang itu antara pemerintah dan penyedia jasa itu bisa tercatat dengan baik, bisa berjalan dengan cepat, bisa berjalan dengan procedural, transparan efektif efisien dan tambahan dua hal itu adalah belinya produk dalam negeri semakin meningkat dan juga keterlibatan UMKM semakin meningkat itu tugas kami.
Apa saja program-program yang telah dicapai sejak bapak menjabat?
Waktu saya masuk 10 Oktober 2022, LKPP ini lagi fokus pada pembuatan platform katalog untuk proses pengadaan barang jasa. Sebenarnya katalog sudah dari 2012 cuman bumingnya pada saat Pandemi Covid 2020 sudah mulai meningkat, nah zaman saya masuk 2022 ini isu tentang transaksi lewat katalog ini semakin meningkat.
Jadi saya melihat dari pengalaman selama di LKPP itu ada beberapa hal, yang di Deputi I waktu itu targetnya adalah menyelesaikan undang-undang pengadaan barang jasa dan kabar terakhir di bulan ini sebenarnya adalah surat RUU-nya sudah semua menteri paraf artinya sudah jadi draft. Apa yang harus dilakukan setelah ini, setelah ini adalah pak Presiden membuat surat presiden dikirimkan ke DPR untuk pembahasan menjadi undang-undang pengadaan barang dan jasa baku. Jadi kalau bicara estimasi waktu mungkin 2024 paling telat 2025 kita sudah punya undang-undang pengadaan barang dan jasa.
Yang kedua di tingkar katalog sendiri seperti yang disampaikan tadi Pak Presiden targetkan sistem ini harus paling tidak punya indikator supaya pro produk dalam negeri dan UMKK kita kemudian menyampaikan Pak Presiden supaya mengeluarkan Inpres dan alhamdulillah muncul Inpres 2 Tahun 2022. Dari beberapa hal yang diatur salah satunya adalah belanja impor maksimal 5% jadi produk dalam negeri harus 95%, UMKK yang terlibat baik produk maupun penyedia jasa minimal 40% dari belanja kita kemudian pencatatan 2022-2024.
Di awal tahun 2023 sudah inilah usaha mikro kecilnya yang terlibat sudah mencapai angka 42% sementara dari tahun2022 masih di bawah 40%. Kemudian juga produk dalam negerinya sudah mencapai sekitar 91% sementara di tahun 2022 nya juga masih di 80-an sekian persen. Nah di 2024 kita sudah jalan sampai Agustus, nah dua indikator ini kita sudah lebih baik produk dalam negeri maupun UMKK nya.
Di katalog berikutnya adalah jumlah tayang, Pak Presiden mengatakan Pak Hendi katalog ini harus bisa merangkul semua pelaku penyedia jasa Supaya tayang di katalog sebanyak-banyaknya. Tahun 2022 dari 2 juta, sekian produk, tahun 2023 udah 7,5 juta produk dan tahun 2024 Agustus sudah 8,4 juta produk, jadi sudah sangat meningkat. Transaksinya juga pun demikian, dari 87 triliun di akhir tahun 2022, kemudian 190 sekian triliun di 2023 dan hari ini sudah di semester pertamanya sudah 170 triliun. Jadi kalau menurut saya target di tahun 2024 akhir bisa tembus di atas 200 triliun. Kemudian di level yang ke berikutnya di Deputi III itu mengurusi terkait SDM, Sumber Daya Manusia untuk orang bisa mendapatkan uji kompetensi, kemudian Kementerian, Lembaga, Pemda juga harus masuk sebagai punya unit organisasi UKPBJ yang levelnya pro aktif itu juga data-data kita kenaikannya signifikan.
Di bagian hukum itu kita lebih pada sebuah komitmen bagaimana kemudian orang yang datang ke LKPP bisa dilayani dengan cepat dan dicarikan solusi yang tepat, itu juga suda kita lakukan.
Apa saja program atau target yang telah tercapai dan belum, kendalanya apa saja?
Kalau bicara undang-undang, tentu kendalanya adalah pembahasan dengan DPR, kalau bicara tentang katalog sebenarnya sistem ini sudah berjalan sampai kita launcing katalog versi 6, sekarang tinggal penyempurnaan saja jangan sampai sistemnya udah bagus masih bisa dipakai oleh oknum untuk memainkan kepentingan pribadinya, kemudian kita meluncurkan fitur kompetisi, kita luncurkan fitur yang namanya E Audit, termasuk program konsolidasi penghargaan supaya harganya benar-benar efisien dan efektif.
Sementara, yang belum tercapai saya merasa penyempurnaan di katalog itu, katalog ini kan kita luncurkan yang versi 6 tanggal 28 Maret 2024, uji cobanya di 5 entitas ada Kemenkeu, LKPP, Kemendistekbutdikti, Pemprov Jateng, dan Pemprov DKI. 5 ini kemudian di uji coba dengan memakai katalog versi 6 sampai akhir anggaran 2024, nanti jika tidak ada kendala di anggaran 2025 katalognya sudah pakai versi 6.
Harapan kedepannya seperti apa?
Harapannya ya, potensi pengadaan barang jasa di Republik ini kan sedemikian besar mulai 2021-2024 itu selalu di atas 1000 triliun. Menurut BPS 400 triliun uang yang di gunakan untuk membeli prodak dalam negeri itu akan mampu menggerakkan 2 juta tenaga kerja, padahal di tahun 2024 itu 1.226,2 triliun jumlah pengadaan barang jasa se-Indonesia. Maka kalau semuanya beli prodak dalam negeri, wuah 6 juta tenaga kerja terserap.
Pengangguran di Indonesia 9 juta, bisa langsung terkoreksi sedemikian besar, belum lagi menurut BPS dengan 400 triliun yang dibelanjakan untuk beli produk dalam negeri itu akan mampu mengangkat pertumbuhan 1,5 hingga 1,8 persen, nah data-data seperti ini mesti di implementasikan agar supaya keudian bisa membuat ekonomi di Indonesia semakin naik.