Jakarta, Gesuri.id - Keberhasilan mantan jurnalis senior Putra Nababan dalam meraih satu tiket ke Senayan dari Dapil I Jakarta Timur bisa dibilang adalah sebuah fenomena. Bagaimana tidak! Putra yang baru pertama kalinya nyaleg ini berhasil meraih 101.769 suara. Dengan prestasi tersebut membuat PDI Perjuangan berhasil meraih 2 kursi di Jakarta Timur. Padahal di pemilu-pemilu sebelumnya, PDI Perjuangan selalu mentok 1 kursi.
Sebagai dapil yang sengit, Jakarta Timur dihuni beberapa jagoan yang sudah punya nama dan berpengalaman menjadi anggota dewan seperti Mardani Ali Sera dari PKS, Eko Patrio dari PAN, Habibukrohman dari Gerindra dan Menpora Imam Nahrawi dari PKB.
Dan yang membuat dapil serasa seperti di neraka adalah karena masih ada sebagian dari warga Jakarta Timur menganggap bahwa Pileg adalah ajang untuk politik transaksional. Jadi siapapun yang ingin nyaleg disitu tentu harus punya modal keuangan yang kuat. Jika tidak punya modal akan sangat sulit untuk lolos ke Senayan.
Dengan stigmatisasi seperti itu, Putra pun mencoba melawan dengan melakukan kampanye politik yang sehat. Dia mendatangi 65 kelurahan, 400 titik rumah satu per satu untuk bertemu warga, berdialog dan bersalaman dengan mereka menyampaikan visi misi program kerja pemerintah termasuk platform PDI Perjuangan itu sendiri. Putra juga tegas menolak jika ada permintaan terkait dengan money politik.
Dengan modal sosial yang kuat yakni bertemu dan berdialog dengan warga, Putra pun meraih simpati yang tinggi di Jakarta Timur. Putra juga memegang teguh amanat Ibu Mega untuk turun langsung ke lapangan dan tidak sekedar mengutus timsesnya apalagi sampai bagi-bagi sembako dan barang. Semuanya dijalani oleh Putra selama masa kampanye yang berlangsung kurang lebih delapan bulan tersebut.
Bagaimana kesuksesan Putra Nababan meraih tiket menuju senayan? Berikut petikan wawancaranya dengan Anggota DPR terpilih Putra Nababan bersama redaksi Gesuri.id.
Selamat atas kemenangannya. Akhirnya lolos ke Senayan. Bagaimana tanggapannya?
Saya berterima kasih kepada warga di Jaktim yang sudah memilih saya dan PDI Perjuangan sebagai wakil rakyat dan memang perolehannya sangat fantastis. Semua itu adalah kombinasi perpaduan antara kepercayaan rakyat kepada PDI Perjuangan dan saya sebagai calegnya. Dan perolehan suara itu membuktikan bahwa rakyat tidak termakan politik uang dan pola kampanye transaksional seperti bagi-bagi barang, bagi-bagi sembako. Dan sejauh ini terbukti bahwa rakyat lebih senang apa yang kita omongin seperti pemaparan visi misi dan program kerja, jadi teorinya itu benar ketika dipraktekkan. Itu yang membuat kedaulatan rayat nyata.
Jadi meraih simpati rakyat itu modalnya apa?
Saya pribadi hadir di 400 titik rumah, di 65 kelurahan dan berdialog dan bersalaman dengan 20 ribuan orang. Saya selalu meminta waktu 15 sampai 20 menit untuk bicara dan meyakinkan mereka tentang program kerja Pak Jokowi dan kebijakan PDI Perjuangan. Setelah itu biasanya banyak yang mengajukan pertanyaan. Dari ratusan pertemuan ini, saya betul-betul merasakan bahwa berbicara dengan mereka langsung bisa mengurangi politik uang dan transaksional.
Bagaimana meraih suara dari kantong yang bukan basis PDI Perjuangan?
Memang PDI Perjuangan selalu sejarahnya hanya dapat 1 kursi di Jakarta Timur. Kemudian saya mendapat penugasan dari Pak Sekjen dan Badan Pemenangan Pemilu Partai untuk berjuang mendapatkan dua kursi di Jakarta Timur. Dan hasilnya PDI Perjuangan berhasil mendapatkan dua kursi. Perjuangan yang tidak sia-sia. Di tempat tempat yang bukan kantong PDI Perjuangan saya sering datang dan bicara banyak tentang Pak Jokowi, program apa yang sudah berhasil dilakukan, program apa yang sedang berjalan, termasuk menyampaikan platform perjuangan partai kepada masyarakat. Warga pun banyak yang tertarik mendengarkan cerita dan dialog yang saya lakukan. Jadi memang saya betul betul lebih banyak bercerita dan berdialog dengan mereka selain bersalaman dan foto bersama warga.
Kemenangan Anda ini cukup fantastis, bahkan sampai Imam Nahrowi tidak lolos di Jakarta Timur. Bagaimana melihat fenomena ini?
Ya era sekarang ini sudah berbeda cara berkampanyenya. Masyarakat tidak bisa lagi diperlakukan dengan gaya kampanye seperti pada beberapa periode lalu. Istilah Bu Mega, jangan hanya timsesnya saja yang turun. Atau Bu Mega pernah menyebut ada jokinya yang turun atau kaosnya yang turun, sembakonya yang turun. Tapi calegnya nggak pernah turun. Masyarakat tidak mau diperlakukan seperti itu. Mereka tetap menuntut para caleg itu turun dan berdialog dengan mereka. Jadi seterkenal apapun kita, kalau tidak berkeringat dan tidak pernah turun ke lapangan maka mereka tidak akan memilih kita. Kampanye dengan gaya jadul tidak pernah turun atau hanya turun di beberapa titik itu sudah tidak laku.
Saya sekali turun itu bisa 6 titik setiap hari di 65 kelurahan. Cara itu juga memangkas money politik karena saya bertemu langsung dengan warga. Saya punya pengalaman menarik, waktu itu ketika tim saya turun, ada beberapa elemen masyarakat yang meminta barang, meminta sumbangan dan akhirnya tidak dipenuhi oleh tim saya. Saya pun langsung turun menemui mereka dan menjelaskan program kerja Pak Jokowi. Dan mereka pun tidak minta apa apa. Mereka puas akhirnya bisa melihat calegnya turun dan tidak minta uang sama sekali.
Raihan 101 ribu suara itu bisa dibilang sebuah fenomena, bagaimana nanti merawat konstituen Anda di masa mendatang?
Di malam setelah pemilihan kita sudah tahu mendapat suara di atas 70 ribuan. Cuman tidak menyangka bisa menembus 100 ribu suara apalagi ini baru pertama kali nyaleg. Jadi saya benar benar mendapatkan mandat warga untuk bekerja keras. Kepercayaan rakyat itu yang harus dipegang teguh dengan bersungguh-sungguh bekerja. Karenanya untuk merawat kontituen tentu tidak ada bedanya dengan masa kampanye dulu. Saat ke dapil pun saya tetap akan turun bersama mereka. Ibu Mega sering mengingatkan kami bahwa tanpa rakyat kita bukan siapa-siapa. Jadi saya tetap terus bersama sama dengan rakyat.
Setelah lolos ini, Anda ingin berada di komisi berapa?
Saya tetap menunggu penugasan dari partai dan sangat melihat kebutuhan dari partai. Seperti apa komposisinya, penempatannya dimana saja, hingga spesialisasinya. Semua tergantung penugasan partai. Saya juga senang hal-hal baru yang menantang.
Jelang penetapan 22 Mei ini bagaimana Anda melihat situasi politik saat ini?
Tanggal 22 Mei sama-sama sepakat bahwa KPU adalah lembaga yang diamanatkan UU untuk menggelar Pemilu 2019. KPU juga sudah bekerja dan sangat transparan apalagi ada Bawaslu dan para saksi serta partai-partai yang ikut mengawasi. Dan saya rasa dari sisi Pileg semua sudah bisa menerima hasilnya yang nanti akan ditetapkan KPU. Sedangkan untuk hasil Pilpres, saya yakin Pak Prabowo pada akhirnya akan menunjukan sikap sebagai seorang negawaran. Sikap kenegarwanan yang sama ketika beliau menjadi cawapres Ibu Mega. Di penghujung Pilpres 2014 Pak Prabowo juga pernah naik kuda bareng Pak Jokowi dan minum teh bersama di teras Istana. Bahkan sewaktu debat pun, Pak Prabowo menunjukan sikap santun dan menghormati Pak Jokowi. Saya rasa itu adalah sikap asli beliau selama ini dan itu akan terlihat pada akhirnya nanti.