Ikuti Kami

Sri Untari Bisowarno Paparkan Situasi Terkini di Jawa Timur Dalam Menghadapi Pilkada 

Kepada Gesuri.id, Untari menceritakan bagaiaman situasi terkini di Jawa Timur, banyak perubahan yang terjadi usai pelaksanaan Pilpres.

Sri Untari Bisowarno Paparkan Situasi Terkini di Jawa Timur Dalam Menghadapi Pilkada 
Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jatim Sri Untari Bisowarno.

Jakarta, Gesuri.id - Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno secara khusus membicarakan bagaimana strategi pemenang anggota di provinsi paling Timur di Pulau Jawa. 

Kepada Gesuri.id, Untari menceritakan bagaiaman situasi terkini di Jawa Timur, banyak perubahan yang terjadi usai pelaksanaan Pilpres dan Pileg. 

Berikut penggalan kutipan wawancaranya, 

Bagaimana situasi PDI Perjuangan di Provinsi Jawa Timur?

Situasinya dinamis ya tapi partai pemenang baru ini memang teman-teman  mereka kan punya kursi yang lebih banyak dan di Provinsi kursinya sama dengan kita, Golkar juga naik, kemudian juga di kabupaten  kota mereka meningkat  sehingga kalau yang di kabupaten kota kita  hanya kehilangan kursi 6 sampai 8, kalau di provisi dari  total ada yang naik, ada yang turun, ada yang tetap, yang tetap contohnya Ngawi tetap 20, yang turun  kabupaten Blitar dari 19 jadi 16, Kota Surabaya ada 15 jadi 11, kota Malang dari 12  jadi 9, yang naik Sumenep dari 9 jadi 11, Trenggalek dari 9 jadi 13, Ponorogo dari 4 jadi 7 saya ambil yang agak tinggi yang tadinya kecil-kecil, kemudia dari 0 jadi 2 di pamekasan.

Apa yang menyebabkan ada kenaikan jumlah kursi tersebut? 

Yang pertama kerja caleg, kerja caleg yang kebetulan caleg yang kita pilih  punya kemampuan untuk bisa meraih suara dengan bagus dan gotong royong di antara mereka, gotong royong antar mereka itu menjadi  kuat tetapi kita juga memasang  orang-orang yang memiliki kapasitas  untuk meraih suara. Itu contohnya di Pamekasan dari 0 jadi 2, Sumenep dari 5 jadi 11. 

Strategi menjelang pilkada yang disiapkan DPD PDI Perjuangan Jawa Timur seperti apa? 

Kita ini kan kalau pilkada itu tidak bisa, dulu kan kita punya presiden sehingga saat kita ingin sendiri presiden ini magnet jujur saja. Maka semua orang datang ke kita, sekarang presidennya orang lain  bukan dari partai kita  sehingga kalau di lapangan partai kita tidak lagi secantik dulu, ini harus diakui. Sehingga kita pasti kalau yang  kursinya tinggi  di daerah memang datanya lebih dulu, tapi kemudian kebanyakan kita  didatangaim yang kedua, tapi bukan berarti tidak ada yang datang pertama, kalau calon kita bagus, kalau partainya kuat mereka ingin bersama kita. Ini kan wajar, kenapa kalau pilkada ini  bukan lagi pertarungan antar partai tapi juga pertarungan head dengan head, pertarungand engan satu partai dengan satu partai, tapi pasti ada yang kerjasama, karena paling banyak calonnya hanya 4 pasang paling banyak, kalau partai yang punya fraksi  itu kira-kira 12 partai, kira-kira kalau mau dipukul rata  satu pasang calon berarti 3 partai, tapi jarang sekali ada  pasangan sampai 4, biasanya pasnagan maksimal 3. Nah kalo ini kalau kita pasangan maksimal 3 dan kita income kita masih diuntungkan, maka ada polarisasi, ada pula dinamika baru  yang harus kita baca  kalau kita mau menang satu mesin partai kita harus kuat, dua figur , lalu kemudian lingkup eksternal  kita harus kita olah  untuk kita bisa melihat  siapa yang mau bekerjasama dengan kita , ini menjadi suatu yang baru karena 10 tahun ya kita menang sehingga tidak terasa kita ini  selalu berada di depan, hari ini untuk pilpresnya kita tidak menang, tapi pilegnya kita menang sehingga masih dipandang , tetapi tidak selengkap dulu. Klau dulu kan pileg sama  pilpres sama- sama menang  sehingga lengkap orang melihat kita punya presiden, punya palu  DPR RI jadi dinamikanya seperti itu sehingga ada perubahan.

Kalau berbicara tentang figur muda, apakah ada figur-figur baru yang disiapkan PDI Perjuangan Jawa Timur? 

Kalau kita kan jaring banyak dan kita juga berusaha  tidak selalu harus mudah, mudah, matang, benar. Sekaran ini kan ada 3 tas kapasitas, kapabilitas dan isi tas, kalau isi tasnya tidak besar tidak bisa di pilkada, jujur hari ini liberalismenya sudah kuat sekali, jadi yang disebut sebagai soal suara Tuhan  itu kalau tidak ada sangunya tidak datang ke TPS, kebanyakan sudah banyak yang kaya gitu ini pencermatan saya. Pencermatan saya karena saya juga hidup di tengah-tengah desa,  muara awalnya ada di pilkades, pilkades ini tidak ada yang tanpa sangu, nah sekarang ini pilpresnya kemarin itu  pipres pertama kali yang pakai  sangu-sanguan, sebelumnya gak pernah. Jadi reformasi 1999  sampai 2019 itu tidak ada  yang namanya orang nyoblos pakai uang sangu. Yang kemarin  seperti itu. Jadi ini telah terjadi  perubahan pola berfikir, maka pilkada ini  anatara pilpres dan pilkada ini waktu dekat maka kita harus sangat  berfikir dengan  cermat, kita akan survei  dan hasil survei nitu hasilnya  cukup mengerikan. Money politiknya hampir 70%. Jadi jangan coba-coba kalau isi tasnya gak ada terus maju pilkada, mungkin jadi kontetstan saja, tapi tidak untuk menang.

Kalau bicara soal pilkada, kalau dikemudian hari ibu direkomendasikan untuk maju oleh partai seperti apa? 

Secara kompetensi, secara menurut pengamatan saya sendiri dan orang lain membaca saya, saya kan memang paham APBD, saya paham pemeritahan, saya paham mengorganisir masyarakat, saya paham bagaimana  empowering tapi itu tadi  isi tasnya, lagi-lagi itu, karena gak mungkin tanpa itu, sekarang kita mau pasang baliho, sekota Kudus, sekota Malang  berapa duit? saya justru ini buat pikiran bersama, segini banyak uang yang dikeluarin untuk  kepentingn itu, nanti bagaimana mengembalikannya? kalau itu pinjam siapa yang mau pinjamin segitu banyak , ya kalau itu dibantu ya mungkin ada sinterklaus, kalau itu harus dana kompensasi  bagaimana cara mengaturnya  itu sesuatu yang harus dijawab  bersama-sama. Bagaimana caranya menciptakan pilkada? saya malah berpikir  ngapain ya kita coba? kita cuma memilih 2 orang, ngabisin APBD segitu banyak, lalu ngabisin uangnya calon-calon, uangnya tim sukses, uangnya donatur hanya untuk milih 2 orang. Demokratis itu kan  tidak harus seluruh orang ikut, tapi kan boleh juga demokratis dengan perwakilan, tahun 2004 ketika ada  undang-undang otonomi daerah, waktu itu ada sosialisasi, saya ngacung, "Pak buat apa pilkada-pilkada langsung, saya ini sudah menghitung pak  kalau satu kota Malang ini habis 50 miliar, satu Indonesia habis berapa pak uang yang dipakai untuk itu?" Itu tahun 2004 ketika saya pertama kali jadi anggota DPRD, karena sesungguhnya kalau mau bicara tentang pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, artinya kan bisa dipilih oleh perwakilannya, artinya disaksikan oleh pake youtube pakai apa, sedangkan kita 120 orang DPD Provinsi milih gubernur, nanti ada grativifikasi. Ini pemikiran ya, daripada ngabisin satu triliun ini kami sudah mengalokasikan untuk pilgub itu 960 miliar itu dari APBD, terus uangnya jalan, uangnya tim sukses, uangnya ntah lah siapa siapa mereka , berapa triliun uang yang akan berputar, saya pernah ikut acaranya  Menkopolhukam waktu Pak Mahfud belum menjadi wapres, kami diundang partai politik itu di tahun 2019 dan tahun 2020 Jawa Timur perputaran terbesar ke 2, lebih dari 300 triliun uang berputar, tertinggi DKI Jakarta 500 triliun lebih, so dari pada dipake koyo ngono dipakai bangun jembatan, bikin lahan-lahan pertanian baru, bikin makanan non beras, bikin sekolahan, bikin anak-anak sekolah gratis, bikin rumah sakit gratis gak bayar. 

Untuk Malang Raya, kader-kader potensial yang maju di Pilkada? 

Kemarin yang daftar kabupaten Malang yang daftar 2 orang, Pak Sanusi dan Pak Gunawan, kalau di kota Malang ada kader Pak Daniel lalu yang orang- orang dari luar di batu Pak Didi, tapi yang daftarkan relawan, ada pak Punjul, nanti pasti kita cermati, kita cek betul bagaimana di partai, bagaimana di masyarakat, kapasitas, kapabilitas dan isi tas, balik lagi gimana ini ya.

Dengan waktu yang singkat ini, apakah cukup untuk menghadapi pelaksanaan Pilkada? 

Cukup, sudah biasa ngurus pilkada  mulai 2015  udah 78 pilkada yang kami urus, saya ikut mengurus 78 pilkada. Karena kan ngecek, ngetes, lalu mengusulkan recomm ke DPP, lalu kami dipanggil DPP untuk paparan 78 kali, habis ini ditambah 39 jadi seratus lebih.

Quote