Jakarta, Gesuri.id - Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal sebagai Ahok secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Menurut Ahok, langkah tersebut justru memperberat beban masyarakat, khususnya di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit.
Dalam pandangannya, pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan penghematan anggaran daripada menambah beban pajak rakyat.
Pada sebuah wawancara yang ditayangkan melalui kanal YouTube RAKYAT BISA APA? pada Kamis (12/12/2024), Ahok mempertanyakan efektivitas kebijakan ini.
“Saya keberatan dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Coba pikirkan, siapa yang bisa membayar pajak ini jika sektor industri saja sedang terpuruk? Banyak industri kita yang sudah kolaps,” tegasnya.
Ahok juga menyoroti dampak luas dari kebijakan ekonomi yang kurang bijaksana. Ia menceritakan pengalaman seorang petani sayur premium yang memasok kebutuhan hotel-hotel.
Saat ini, petani tersebut menghadapi persaingan berat akibat impor sayur dari Tiongkok yang lebih murah.
“Di Tiongkok, ada daerah vulkanik dengan lahan subur seluas 43.000 hektare yang ditanami berbagai jenis sayuran. Semua itu dikirim ke Indonesia dengan harga lebih murah. Kalau seperti ini, petani kita bisa makan apa?” ujar Ahok.
Kondisi serupa juga terjadi di sektor industri. Banyak pabrik terpaksa menutup usahanya dan memilih menyewakan fasilitas kepada pihak asing, seperti dari Tiongkok, untuk dijadikan gudang.
Hal ini memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berdampak pada meningkatnya angka pengangguran.
“Daripada dipersulit oleh regulasi, pengusaha akhirnya memilih menyewakan pabrik mereka. Tapi apa akibatnya? PHK massal terjadi,” tambahnya.
Ahok kemudian mengkritik pendekatan pemerintah Indonesia yang dianggap tidak strategis dalam mendukung industri lokal.
Ia membandingkan kebijakan pemerintah Indonesia dengan Jepang, di mana pemerintah negara tersebut mempelajari rantai distribusi secara mendalam, mulai dari tingkat pemasok.
“Di Jepang, pemerintah mencari tahu titik mana yang perlu dibantu untuk menekan biaya. Hal seperti ini tidak dilakukan di sini. Industri kita tidak dibangun dengan pola pikir seperti itu,” jelasnya.
Terkait tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, Ahok juga menilai bahwa pemberian bantuan sosial (bansos) bukan solusi jangka panjang. Menurutnya, bansos hanya akan membuat masyarakat semakin bergantung, dan jika bantuan dihentikan, pemerintah akan menghadapi protes besar.
“Bansos itu bukan solusi. Yang benar adalah bagaimana kita bisa menciptakan efisiensi. Jika pemerintah sedang mengalami kesulitan keuangan, hal yang perlu dilakukan adalah penghematan,” kata Ahok.
Namun, ia menyesalkan kebijakan pemerintah yang justru memperbesar birokrasi dengan menambah jumlah kementerian atau lembaga baru serta merekrut pegawai tambahan.
“Kita malah menambah kepala lembaga baru, langsung merekrut pegawai baru, dan pegawai lama pun tidak bisa diberhentikan. Itu uang siapa? Uang kita, rakyat,” tegasnya.
Ahok juga mengingatkan bahwa kenaikan PPN hingga 12 persen akan memberikan dampak berantai yang signifikan terhadap harga barang.
Menurutnya, meskipun persentase kenaikan tampak kecil, efeknya pada konsumen bisa jauh lebih besar.
“Orang sering tidak sadar bahwa kenaikan 12 persen itu, setelah sampai ke konsumen, dampaknya bisa mencapai 28 persen. Ada rumusnya, dan ini sangat merugikan masyarakat,” jelas Ahok, dikutip dari kanal YouTube Panggil Saya BTP.
Sebagai penutup, Ahok mengingatkan bahwa solusi terbaik bagi pemerintah yang sedang menghadapi tantangan ekonomi adalah melakukan penghematan, bukan menambah beban rakyat.
“Di seluruh dunia, jika sebuah negara ingin bertahan dalam situasi sulit, langkah yang diambil adalah penghematan, bukan menambah pajak,” pungkasnya.
Sumber: bogor.pikiran-rakyat.com