Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengajak kaum santri yang dulu angkat senjata melawan tentara Netherland Indies Civil Administration (NICA) pada 22 Oktober 1945 kini berjihad perang melawan hoaks dan fitnah di media sosial. Ia menilai ribuan hoaks di media sosial dapat memecah belah bangsa, jihad menumpasnya dapat menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca: Basarah: Indonesia Bukan Negara Islam Tapi Negara Kebangsaan
"Berita hoaks di media sosial bukan kebohongan semata, tapi banyak juga yang sengaja mengadu domba antarsuku dan agama, menipu, mengajak masyarakat memusuhi pemerintah, bahkan menyebarkan paham asing untuk tujuan merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Berperang melawan kebohongan di media sosial adalah medan jihad baru buat kamu santri," tegas Ahmad Basarah, dalam pernyataannya memperingati Hari Santri Nasional yang jatuh pada Sabtu (22/10).
Dalam kurun tiga tahun terakhir hingga 2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan 9.546 hoaks tersebar di berbagai platform media sosial di Internet. Selain hoaks, Direktorat Pemberdayaan Informatika Kementerian Kominfo juga menemukan konten-konten negatif seperti penipuan pinjaman online sampai konten yang berisi ajaran radikalisme dan terorisme yang merongrong pertahanan dan kewibawaan negara.
Menurut Ahmad Basarah, inti dari fatwa perang sabil yang diserukan KH Hasyim Asy’ari dan alim ulama di Jawa-Madura pada 22 Oktober 1945 adalah menjaga kedaulatan NKRI. Fatwa yang ditetapkan oleh tokoh besar Nahdlatul Ulama itu berisi ajaran agama yang di dalamnya semangat kebangsaan digelorakan dalam satu tarikan napas.
"Karena itu, jika kita tarik semangat fatwa itu di era sekarang, elan jihad di dalamnya sangat relevan dalam konteks jihad di media sosial. Jihad yang artinya bersungguh-sungguh melakukan segala sesuatu itu harus dimaknai sebagai kesungguhan kaum santri dan semua komponen bangsa lainnya dalam membela tanah air,” tandas Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu menjelaskan, jihad membela negara dengan memerangi hoaks di media sosial tidak kalah sulit dibandingkan perang fisik melawan tentara kolonial. Bedanya, jika dulu jihad dilakukan dengan mengusir penjajah yang tampak di depan mata, di era 5.0 sekarang musuh negara tidak terlihat kasat mata, tapi terasa pergerakannya menggerogoti sendi-sendi pertahanan negara.
Ahmad Basarah menjelaskan, mereka yang tidak suka Indonesia bersatu di bawah naungan ideologi Pancasila menggunakan kecanggihan teknologi, terutama media sosial, untuk melancarkan propaganda anti NKRI, Pancasila, dan pemerintahan yang sah. Tak-tik dan strategi mereka luar biasa dalam mengadu domba antara masyarakat dengan aparat pemerintah, antara tokoh agama dengan polisi atau TNI, dan kadang kafir-mengafirkan antarpemeluk agama untuk memunculkan sikap saling curiga.
"Di sinilah medan jihad baru buat kalangan santri terbuka lebar. Dengan ilmu agama yang digali di pesantren, kaum santri bisa melakukan kontra narasi lewat ceramah, khutbah, proses belajar di pesantren atau sekolah, juga lewat konten-konten media sosial mereka untuk memerangi semua berita bohong yang meresahkan semua kita sebagai bangsa. Jika mereka bisa memanfaatkan teknologi komunikasi, kaum santri juga bisa," tegas Ketua DPP PDI Perjuangan itu.
Baca: Hari Santri, Jebolan Pesantren yang Kini Jadi Bupati
Wakil Ketua Lakpesdam PBNU 2022-2027 ini mengimbau agar kaum santri tidak melupakan fakta sejarah bahwa berdirinya NKRI tidak jatuh dari langit dengan tiba-tiba, tapi ada darah tumpah dan perjuangan para syuhada bangsa termasuk para ulama. Saat Pancasila lahir sebagai ideologi negara pun, ada ijtihad para alim ulama di dalamnya bahwa negara dengan bangsa majemuk seperti Indonesia hanya layak dinaungi oleh ideologi terbuka Pancasila, bukan oleh agama tertentu.
“Kaum santri itu pewaris para kyai dan alim ulama. Golongan santri tentu tidak akan pernah rela jika warisan kyai dan alim ulama mereka diganggu dan dirusak. Sebagai santri sudah seharusnya mereka bergerak menjaga keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila sebagai bagian dari ketaatan pada kyai dan ajaran Islam,” tandas Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Islam Malang (Unisma) tersebut.