Ikuti Kami

Bulan Bung Karno, DPC PDI Perjuangan Sragen Gelar Wayang Kulit dan Makan Gratis

Kegiatan bulan Bung Karno ini juga merupakan upaya untuk melakukan sosialisasi melalui media tradisional.

Bulan Bung Karno, DPC PDI Perjuangan Sragen Gelar Wayang Kulit dan Makan Gratis

Sragen, Gesuri.id - Pada puncak peringatan bulan Bung Karno yang diadakan oleh DPC PDI Perjuangan di Sragen, banyak warga yang menyerbu makanan gratis, Sabtu malam (29/6/2024). Dalam waktu singkat, makanan yang disediakan habis terjual.

Acara tersebut juga mencakup pentas wayang kulit dengan lakon Pandu Swarga sebagai salah satu rangkaian kegiatan. Para penonton juga diberikan kesempatan untuk memenangkan 76 macam doorprize seperti sepeda gunung dan hadiah lainnya.

Ketua DPC PDI Perjuangan Sragen, Untung Wibowo Sukawati, menjelaskan kegiatan bulan Bung Karno ini juga merupakan upaya untuk melakukan sosialisasi melalui media tradisional dengan tujuan melestarikan budaya Jawa.

Pentas wayang kulit diharapkan dapat mengajak generasi muda dan penerus bangsa untuk ikut serta dalam melestarikan seni budaya tradisional di tengah-tengah arus budaya modern dari luar.

Bowo, yang juga merupakan kandidat calon bupati Sragen, menyoroti pentingnya acara ini sebagai sarana untuk memperkenalkan dan mempromosikan nilai-nilai budaya serta sejarah kepada masyarakat, terutama generasi muda.

Sekretaris DPC PDI Perjuangan Sragen, Suparno, menambahkan bahwa pentas wayang kulit yang disertai dengan makan gratis merupakan puncak peringatan bulan Bung Karno. Bulan Juni diperingati sebagai bulan lahirnya Pancasila serta sebagai bulan kelahiran dan wafatnya Bung Karno.

Pada pentas wayang kulit dengan lakon Pandu Swarga, cerita tersebut mengisahkan tentang seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Werkudoro, tokoh utama dalam lakon tersebut, awalnya dijerumuskan oleh gurunya, Durna dan Sengkuni, untuk mencari ilmu kesaktian di kawah candradimuka dengan tujuan untuk mendapat petaka. Namun, alih-alih mendapat petaka, Werkudoro justru bertemu dengan ayahnya, Pandu, dan ibunya, Dewi Madrim, yang telah meninggal dunia.

Melihat bahwa kedua orang tuanya belum tenang di alam baka, Werkudoro pun mengamuk sehingga gemparlah dunia para dewa di kayangan. Namun, dengan perjuangan dan ketulusannya, Werkudoro berhasil membawa kedua orang tuanya masuk ke surga.

Suparno menegaskan bahwa cerita ini mengandung pesan bahwa melalui perjuangan dan ketulusan seorang anak yang awalnya dihadapkan pada rintangan dan godaan, akhirnya akan berbuah kebaikan yang besar.

Pentas wayang kulit ini tidak hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai luhur, seperti penghormatan terhadap orang tua dan arti dari perjuangan yang tulus, kepada masyarakat.

Sumber

Quote