Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPC PDI Perjuangan Joko Sutopo buka suara usai disebut sebagai guru besar oleh Cabup Wonogiri Tarso. Politisi kawakan itu merasa tak pernah menggurui, namun membuka ruang belajar bersama.
Joko Sutopo mengatakan itu adalah sikap dan pendapat personal. Dia tak berhak memberikan klarifikasi soal hal itu.
Pria yang akrab disapa Jekek tersebut menambahkan, berpolitik adalah pilihan pribadi untuk mengambil sikap politik.
Sikap politik itu diambil melalui parpol yang ada. Dengan begitu, orang yang mengambil sikap politik itu akan masuk di keluarga besar parpol yang dipilih.
"Saat sudah menentukan pilihan politik, di situ kita membangun ruang untuk berdialektika, berdiskusi dan saling memberikan pembelajaran. Bukan menggurui lho ya, saling memberikan pembelajaran," ucapnya, baru-baru ini.
Pembelajaran itu adalah soal pemahaman yang baik soal berpolitik.
Jekek menuturkan, karena itu yang dibangun adalah kebersamaan, menginisiasi sekaligus membangun kesadaran bahwa berpolitik itu membutuhkan sejumlah hal.
"Berpolitik itu butuh kedisiplinan, dedikasi, penguatan karakter. Karena sesungguhnya parpol adalah wadah untuk membangun karakter kolektif menuju kualifikasi kita menduduki jabatan publik. Itu yang harus disadari," urainya.
Jekek ingin meluruskan bahwa dia tak pernah menjadi guru atau apapun.
Berpolitik adalah membuka ruang seluas-luasnya untuk pihak-pihak di dalamnya berdiskusi.
Belajar bersama hingga memahami fungsi parpol yang sudah diikuti sebagai garis pengabdian bersama.
"Di situlah ruang untuk membangun karakter kolektif, yang nanti menumbuhkan kedisiplinan, tanggung jawab, totalitas dan yang paling tinggi menumbuhkan etika dan norma dalam berpolitik," papar dia.
Soal etika dan norma, maka bicara soal pilihan. Jekek menuturkan, saat seseorang sudah bergabung di salah satu parpol, maka harus konsisten.
"Kalaupun dengan beberapa pertimbangan mungkin harus mengambil sikap lain, ya harus dipenuhi dong unsur etikanya,” terangnya.
“Secara terbuka, berkomunikasi dengan partai yang sudah memberikan warna dalam proses pengabdiannya. Nggak bisa dong mengambil langkah bersifat personal memgesampingkan etika dan kebersamaan,” lanjutnya.
Semisal punya pilihan lain, kata Jekek, seseorang yang sudah tergabung di parpol harus memenuhi etika politik yang ada.
Sebagaimana diketahui, Tarso sebelumnya dikenal sebagai kader PDI Perjuangan cukup lama.
"Makanya harus ada etika politik. Komunikasi kepada organisasinya. Kalau menjabat fraksi ya komunikasi dulu dengan Fraksi PDI Perjuangan. Pertimbangan politisnya apa untuk keluar, itu sah nggak ada masalah. Tetapi mestinya harus dipenuhi etika publiknya," ungkapnya.
"Kalau beliau (Tarso) menganggap saya sebagai guru besar, saya tidak pernah merasa menggurui atau apapun kok. Yang saya ciptakan adalah ruang pembelajaran bersama, ruang belajar bersama," lanjut Jekek.
Ruang belajar itu, imbuh dia, adalah ruang untuk saling menghormati, mengapresiasi untuk menumbuhkan semangat kedisiplinan dan pertanggung jawaban. Dalam hal ini di dunia politik.
"Saya sebagai pribadi tidak pernah merasa menjadi guru atau apapun. Yang kita lakukan adalah menjadikan partai ruang belajar bersama. Untuk membangun kesadaran, kedisiplinan, militansi dan tanggung jawab yang didasari etika dan norma," tutur Jekek.
Diberitakan sebelumnya, Tarso menyebut Jekek sebagai guru besarnya di sela pengundian nomor urut cabup-cawabup Wonogiri.
Sumber: radarsolo.jawapos.com