Jakarta, Gesuri.id – Capres Ganjar Pranowo mengatakan pengenalan teknologi menjadi kunci menggaet milenial dan Gen Z untuk terjun ke dunia pertanian secara sukarela.
“Saya baru saja ngobrol dengan lima petani muda, spiritnya bagus, satu di antara sekolah di Kementan. Jadi Kementan punya lembaga untuk mendidik mereka,” kata Ganjar.
Ditambahkan, selain kelima petani muda tersebut, masih banyak generasi milenial yang berkecimpung di bidang pertanian. Hanya saja, menurutnya, secara umum masih perlu perubahan pola pikir di kalangan milenial dan Gen Z terkait profesi sebagai petani.
“Mereka anak muda yang berkecimpung di bidang pertanian, pada praktiknya banyak karena kepepet. Oleh karena itu, sekarang tidak boleh ada ilmu kepepet. Mesti disiapkan betul,” ujarnya, baru-baru ini.
Menurut Ganjar, rumus untuk mempersiapkan petani muda dari generasi milenial dan Gen Z adalah alih teknologi.
Dikatakan, ketika pengenalan teknologi ke dunia pertanian berhasil dilakukan, maka pertanian akan mempunyai daya tarik lebih di mata anak-anak muda. Sebab, dunia milenial dan Gen Z tidak bisa lepas dari pesatnya kemajuan teknologi.
“Rumusnya tadi dari penyuluh bagus banget pak, teknologi, gak ada yang lain. Dan memang sudah saatnya percepatan alih daya teknologi pertanian ditingkatkan,” ujarnya.
Ganjar menyampaikan, pengenalan teknologi dalam pertanian tidak hanya terkait alat dan mesin pertanian (alsintan), tetapi sampai dengan seluruh proses. Misalnya saja, dalam proses on farm saat ini sudah menggunakan sekolah iklim, lalu menggunakan teknologi digital untuk pemantauan.
“Kemudian, perpaduan antara irigasi, pupuk, obat, bisa jadi satu. Bahkan dengan pola pertanian, rumah kaca sangat bisa menarik anak muda untuk bertani, sehingga mereka punya komoditas,” ujarnya.
Ganjar juga menyoroti potensi ekonomi hortikultura, untuk menarik anak muda milenial dan Gen Z agar semangat bertani. Sebab, hortikultura tidak pernah mempengaruhi musim.
“Kita mendekati El Nino ini, masih bertahan. Bahkan sejumlah komoditas buah-buahan sangat laku di pasaran. Kalau kita mengarahkan anak muda ke sana, rasa-rasanya akan tertarik,” beber dia.
Memang, sambung Ganjar, untuk lebih membuat milenial dan Gen Z tertarik, harus ada stimulan, pelatihan, dan pendampingan. Ditambah pula dengan diperkenalkannya teknologi digital dalam dunia pertanian.
Di sisi lain, kata dia, ketersediaan pupuk juga harus diperhatikan. Diakui, ketersediaan pupuk secara nasional menjadi perhatian banyak kalangan.
“Iya, memang ada kekurangan pupuk. Oleh karena itu, kita harus serius memperhatikan ini,” ucapnya.
Ganjar mengungkapkan, kekurangan pupuk dalam negeri karena sejumlah faktor. Antara lain, karena bahan dasar pupuk tidak tersedia di dalam negeri, maka harus menjalin kerja sama dengan negara lain yang mempunyai sumber daya tersebut. Di sisi lain, gerakan pupuk organik harus ditingkatkan di kalangan petani.
“Setidaknya ya separuh-separuh. Tapi kita juga memproyeksikan organik, karena sekarang sudah semakin canggih. Kalau dulu pakai pupuk organik menggunakan kuantitas yang besar, sekarang dengan fermentasi, dengan teknologi, sudah masuk dalam bentuk cair. Dan itu sekarang harus digenjot,” paparnya.
Ke depan, jelas Ganjar, pemerintah harus memberikan insentif pemanfaatan pupuk organik dengan sedikit 'paksaan'. Sehingga, petani yang menggunakan pupuk organik lebih banyak, dan hasilnya lebih bagus, juga bila ditilik dari sisi kesehatan.
Dan tentu saja hal itu bisa mengimbangi kekurangan pupuk. Memang benar, subsidi untuk pupuk ini dikurangi. Oleh karena itu, soal pupuk kita harus lebih memperhatikan mulai dari sisi hulu, dengan segala cara,” tutupnya.